"Aku bisa mendengar, tapi kadang aku membencinya. Karena hanya ejekan dan celaan yang ku dengar dari telingaku.."
-Kamboja-
Drap.. drap.. drap..
Langkah itu menggema di koridor sepi sebuah rumah sakit. Sebagian koridor yang lain sudah mulai gelap karena memang tak ada orang satupun yang berjalan di sana. Hanya dia seorang. Karena nyaris sudah larut malam hingga pengunjung pun sudah pulang.
Mempercepat tungkainya untuk menuju ke sebuah ruangan. Nafasnya terengah. Lalu mendaratkan kakinya di depan pintu sebuah bangsal. Sesekali membenarkan topi dan juga masker yang ia pakai.
Netranya melirik kanan dan kiri. Mengawasi pergerakan satu dua perawat yang lalu lalang. Memang sangat jarang yang lewat, namun ia harus segera berhati-hati. Tangannya meraih gagang pintu berwarna silver itu dan..
Cklek
Ia tersenyum miring ketika tangannya berhasil membuka pintu tersebut. Lalu bergegas masuk ke dalam ruangan yang berbau obat itu.
Mata sayu nya menyorot tajam ke arah gadis yang terlelap di sebuah bangkar di depannya. Bibirnya menyeringai. Ia meregangkan jari-jemarinya berharap kali ini akan berhasil.
"Akhirnya kena juga kau." Desisnya.
Lalu dengan segera ia mencekik gadis di depannya. Gadis itu meronta. Matanya membelalak. Ia mulai kehilangan nafas. Suaranya pun habis. Namun jarinya sempat menekan tombol sirine hingga berbunyi.
Teeennnn.. teennnn .. teeennnn..
Pria bertopi itu gelagapan ia pun langsung melarikan diri sebelum perawat-perawat datang. Berlari dengan cepat membelah kesunyian malam rumah sakit itu. Lalu bersembunyi di balik pohon rindang dengan hampa penerangan. Ia mengatur nafas nya yang tak beraturan. Lalu mengusap pelipisnya yang sudah di penuhi bulir keringat.
"Sial!" Desisnya.
Lima belas detik kemudian perawat berhamburan ke bangsal tersebut. Ada yang memanggil dokter lalu mengambil tindakan untuk gadis yang tak sadarkan diri itu.
***
Gadis berambut panjang itu masih setia duduk di balkon rumahnya. Memandangi gemerlap lampu yang berasal dari penerangan kota dan lampu kendaraan di bawahnya. Ia mulai menyapu pandangannya ke langit malam yang tak berbintang.
Dingin. Namun ia masih tetap tinggal hanya untuk menikmati kesunyian malam dan mengenang masa lalunya yang indah.
"Kak, kakak kenapa?"
Sang gadis berambut pendek hanya diam tak bergeming. Ia terus menunduk menenggelamkan wajahnya di lipatan lututnya.
Sang gadis satunya lalu mengusap kepala kakaknya dengan lembut. Dan memeluk kakaknya.