Kamboja terus menunduk. Tangannya yang gemetar saling bertaut. Saling menggenggam erat. Hatinya berdebar. Namun ia harus benar-benar menerima ini. Menerima semua yang terjadi. Kamboja menyerah. Semua hal yang pernah terjadi akan menjadi sebuah kenangan.
Bayangan-bayangan terlintas di kepalanya. Bulir bening menetes melewati batas kain yang menutupi matanya. Kamboja harus terima. Yeah, ia sudah siap mati. Lagi, untuk apa ia hidup sedang tak ada seorang pun yang berada di sampingnya. Bahkan untuk sekedar menguatkan.
Kamboja tak tahu ini hari apa. Jam berapa. Tapi yang ia ingat ini bulan Juli. Ya, Juli. Bulan kelahiran juga bulan kematiannya. Tangannya mengepal erat. Hatinya berat untuk ikhlas namun harusnya ia sudah siap bukan?
Duk.. duk.. duk.. dukk..
Suara sepatu pantofel menumbuk lantai dengan nyaring. Suasana berubah mencekam. Kamboja mengerti. Sang penembak sudah bersiap di tempatnya masing-masing.
Bulir air mata jatuh semakin deras. Kamboja menggigit bibir bawahnya.
Maaf..
Maaf..
Maaf..
Aku tak mengerti mengapa ini bisa terjadi tapi.. aku minta maaf..
Ini semua salahku..
Aku tak mengingatnya.. aku benar-benar tak mengingatnya.. Namun dokter menyatakan bahwa aku pengidap kepribadian ganda..
Sekeras apapun aku mengingat..
Aku tidak bisa..
Maaf..
Sekali lagi aku minta maaf.. mungkin maafku tak cukup untuk mengembalikan semua orang yang sudah aku bunuh tapi..
Biarkan aku menerima hukumannya..
Maafkan aku..
Selamat tinggal ayah..
Maaf aku gagal menjadi anak yang baik..
Selamat tinggal dokter Jio, terimakasih untuk semuanya..
Selamat tinggal Adam..
Aku tau kau membenciku tapi aku.. sangat.. mencin--
DOOORRRRRRR!!!
DORRRR
DORRRR
DOOORRRRR
Bunyi pistol bersahut-sahutan. Menggema dalam ruangan yang tak begitu terang itu. Tubuh Kamboja tergeletak bersimbah darah dengan luka tembak tepat di dada kirinya. Lalu para petugas berbondong-bondong membawa tubuh yang sudah tak bernyawa itu ke dalam sebuah ambulan.
***
"Ayah, ayah dimana kita mencari kakak?"
Pria paruh baya itu menghembuskan nafas gusar setelah lelah memutari sel-sel di dalam sebuah rumah tahanan itu. Sang gadis juga sama panik nya ketika sang ayah belum menjawab pertanyaannya. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri berharap bisa menemukan sosok yang ia cari. Lalu langkah ayahnya terhenti ketika seseorang pria paruh baya berstelan jaket kulit dan celana robek itu muncul di hadapan mereka.
Sang gadis mendongak. Menatap pria paruh baya itu yang sedang tersenyum miring kepada ayahnya.
"Damar Jonathan, akhirnya kita bertemu setelah sekian lama..kau terlihat.. menyedihkan.. hahaha"
Gadis itu mulai mendongak. Menatap ayahnya yang sudah mulai tersulut emosi. Ia mengusap punggung tangan ayahnya yang menggenggam erat dorongan kursi rodanya.
"Hm.. Damar.. ah tidak panggilanmu sekarang adalah Jonathan, yeah Jonathan.. kau kemari pasti mencari anakmu kan?"
Damar menatap tajam Bagus. Rahangnya mengeras. Emosi sudah memenuhi kepalanya. Namun ia masih tenang karena disini ada Mawar--anaknya. Ia tak mau Mawar terlibat masalahnya.