Setelah ku berpikir cukup lama, tak ada salahnya aku memulai untuk menerima Gerika. Seperti yang pernah ia katakan, aku tidak ada ruginya dalam perjanjian ini, kecuali jika aku tidak mau bekerja sama dan merusak misinya. Lagipula ini tidak sampai satu bulan, dan dia berjanji akan membawaku menemukan cinta sejati. Siapa tahu aku akan benar-benar bertemu cinta sejatiku atau berjodoh dengan cinta yang selama ini tengah aku rasakan.
Hari ini aku membawa Gerika ke café. Aku berencana menemui Mas Levi. Setidaknya Gerika harus melakukan sesuatu sehingga bisa dianggap sebagai "manusia", salah satunya bekerja. Dan dia bisa dengan leluasa mengerjakan misinya itu tanpa perlu mendapat kecurigaan dari orang lain.
"Pagi, La!" Gio menghampiri meja kami dengan senyum manis miliknya. "Eh, kau juga ada di sini. Halo!" Gio menyapa Geri. Ekspresinya terlihat sedikit terkejut. "Kau mau lattemu seperti biasa?" pandangannya kembali ke arahku.
"Boleh" aku tersenyum ke arahnya. "Kau mau juga? Atau mau pesan sesuatu?" pertanyaanku kuajukan pada Gerika.
"Latte? Apa itu sejenis makanan yang lezat? Boleh, aku ingin mencobanya" jawab Gerika antusias.
"Ppfftt" Gio menahan tawanya, merespon jawaban Gerika. Aish! Aku lupa, kenapa juga aku harus tanyakan hal itu pada Gerika, tentu saja dia tidak tahu. Lihat saja ia begitu polosnya menjawab, dasar bodoh!
"Itu minuman bukan makanan. Kau tidak pernah minum kopi? Atau di negaramu tidak ada kopi? Ppft!" Gio berbicara masih dengan menahan tawanya.
"Ah, aku lupa kau kan tidak biasa minum kopi, aku pesankan jus saja ya" aku langsung menjawab sebelum Gerika sempat bicara.
"Kata siapa aku tidak bisa minum kopi? Siapa bilang aku tidak tahu apa itu kopi? Aku juga mau itu! Buatkan aku juga yang sama seperti dia" tidak kusangka dia akan berbicara seperti itu. Untuk sekelas dewa aku tak menyangka dia punya sifat seperti manusia.
"Baiklah, tunggu sebentar ya, La!" Gio mengedipkan sebelah matanya padaku kemudian melirik Gerika sekilas setelah itu langsung berlalu mengarah mesin kopinya.
Setelah Gio berada tepat di "singgasananya", perhatianku langsung berarah padanya. Cjeeeessttt... suara tuas mesin kopinya terdengar hingga mejaku. Aku masih bisa memperhatikannya dari kejahuan. Pemandangan garis wajahnya yang tegas, sudut bibirnya tertarik serta rahangnya yang ikut mengeras menandakan ia berhasil membuat lukisan yang istimewa di sana. Aku selalu terbius akan pemandangan seperti ini, meski tak hanya sekali namun aku selalu menikmati.
"Apa yang kau lihat? Asyik sekali?" suara Gerika tepat berada di samping telingaku. Aku yang kaget langsung menoleh ke asal suara. Untung saja aku reflek menjauhkan wajahku ketika menyadari wajah Gerika yang begitu dekat.
"Ah! Geri! Apa yang kau lakukan? Kenapa kau sedekat itu?" ucapku setengah berteriak. Jantungku sempat ingin melonjak karena perbuatannya. Meski dia seorang dewa, namun dia tetaplah lelaki saat ini.
"Kau yang kenapa? Kenapa memperhatikannya seperti itu?"
"Ah, aa...aam...ah tidak apa-apa. Memangnya ada apa? Terserah aku mau memperhatikan siapa. Itu bu...bukan urusanmu. Ini mataku, terserah aku mau menggunakannya untuk apa"
"Kenapa kau jadi gugup? Ah, aku tahu..." Gerika memicingkan matanya.
"Apa? Apa yang kau tahu?"
"Kau menyukainya? Aku bisa lihat dari matamu" dia menyikutku.
"Jangan sok tahu" sesekali aku melirik ke arah Gio, dia masih bermain dengan tuasnya.
"Kau lupa aku dewa cinta? Aku tahu bagaimana wajah manusia yang sedang jatuh cinta. Kau lihat wanita yang memakai baju berwarna putih di balik ruangan kaca itu?" pandangan Gerika menuntunku pada ruangan pastry yang sedikit terlihat dari sini karena ruangannya hanya dibatasi kaca besar. Aku melihat Aurel di sana, sedang membuat dessert sambil sesekali mengamati Gio di balik kaca. "Aku rasa dia menyukai temanmu yang bernama Gio itu. Dan jika boleh kutebak, sesuatu yang dibuat di tangannya itu pasti untuk Gio. Aku bisa tahu hanya dari ekspresi wajahnya. Apa kali ini aku salah?"
"Kau tidak salah kali ini. Dia memang sudah lama menyukai Gio. Aurel memang sangat menyukainya" pandanganku tidak lepas dari Gio dan Aurel. Seperti yang Gerika katakan, Aurel memang membuatkan dessert itu untuk Gio. Aurel menghampiri Gio kemudian menyodorkan dessert buatannya sambil tersenyum. Karena tangan Gio sibuk membuat kopi, Aurel membantunya dengan menyuapi.
"Kau juga mengenalnya?"
"Dia sahabatku. Mereka berdua sahabatku"
"Apa kau bertepuk sebelah tangan?"
"Sudah kubilang jangan sok tahu. Aku tidak bertepuk sebelah tangan" aku menggigit bibir bawahku. Aku tidak tahu, kenapa aku bisa merasa gugup.
"Ck! Masih mau mengelak? Paling tidak kau harus sedikit terbuka padaku, agar nanti aku bisa dengan mudah menjalankan misiku. Aku tidak perlu menghabiskan waktu lama"
"Hei, menunggu lama Bel?" tiba-tiba Mas Levi datang menghampiri mejaku. "Sorry ya, lagi banyak kebutuhan. Oh ya ada apa nih? Tumben mau ngobrol penting" tanya Mas Levi. Kemudian pandangannya beralih pada Gerika. "Siapa Bel?" Mas Levi mengambil duduk di depan kami.
"Ah, iya dia sepupuku. Kedatangan Bella ada hubungannya dengan Gerika" aku menyikut lengan Gerika dan berbisik menyuruhnya memperkenalkan diri pada Mas Levi. "Bella mau minta tolong untuk menerima Gerika bekerja di café ini. Dia baru datang dari luar negeri. Karena di sini Bella juga sibuk bekerja, dia juga mau memanfaatkan waktu luang sebelum kembali ke negaranya"
"Saya Gerika, mohon bantuannya" Gerika mengulurkan tangannya, kemudian Mas Levi merespon, mereka berdua saling berjabat tangan. Aku melihat Mas Levi ingin mengucapkan sesuatu tapi urung, malah hanya menatap Gerika lama. Pandangan mereka beradu. Mereka saling menatap dengan terkejut, seperti telah mengenal satu sama lain. Tak ingin hanya beradu argument dengan diriku sendiri, akupun angkat bicara.
"Ada apa? Apa kalian saling mengenal?" aku tahu mestinya mereka tak saling mengenal. Gerika bukan manusia, aku ingat itu. Tapi ekspresi mereka membuatku sangat penasaran.
Seperti tersadar dari lamunan, mereka saling melepaskan genggaman tangan mereka. "Ah, belum. Kami belum mengenal satu sama lain. Kau bilang tadi dia baru datang dari luar negeri kan? Tak mungkin aku mengenalnya" Mas Levi terlihat menjawab dengan terbata-bata. "Ya, sudah. Aku bisa membantumu. Kau bisa mulai bekerja kapan saja"
Tak kusangka Mas Levi akan menjawab secepat ini. Kupikir aku harus bernegosiasi. Aku melirik ke arah Gerika, dia masih terdiam seribu bahasa, hanya sesekali mengusap ujung hidungnya dengan punggung jarinya. Aku merasa ada yang aneh dengan mereka berdua. Tapi daripada aku memikirkan hal yang aneh-aneh lebih baik aku kembali fokus pada tujuan awalku kemari. "Em, terima kasih Mas Levi. Mungkin dia akan mulai bekerja besok. Sekali lagi, terima kasih"
"Ok! Saya ke dalam dulu ya!" Mas Levi kemudian meninggalkan meja kami berdua dan menghilang di balik pintu pastry.
Aku melihat Gerika masih memandang Mas Levi yang menghilang dari bilik pintu pastry. Pandangannya tak ia cabut meski Mas Levi sudah tak terlihat lagi.
"Gerika! Hei, ada apa?" aku membuyarkan lamunannya.
"Ti..tidak. Tidak ada apa-apa"
"Lalu kenapa kau memperhatikannya seperti itu?"
"Ah, itu..."
"Watermelon cafe latte untuk Bella dan...kau" belum sempat Gerika menjawabku, Gio datang dengan membawa kopi pesanan kami. "Ingat ini kopi, untuk diminum ya" Gio menyunggingkan senyum pada Gerika. "Aku tinggal dulu ya" Gio mengedipkan matanya padaku lalu pergi.
"Aku tahu ini minuman, aku tidak bodoh. Kenapa nada bicaranya seperti itu" gumam Gerika. Dengan kesal dia meminum kopinya. "Ah!" Gerika memuntahkan kopi yang baru saja diteguknya. "Bella! Benda apa ini? Kenapa rasanya aneh sekali?!"
=============================***===============================
Sore hari setelah pulang bekerja aku bergegas ke rumah. Gerika mengatakan bahwa kami harus segera membahas misi cinta sejati ini. Terdengar konyol memang, aku merasa ini terlalu kekanakan, 'Cinta Sejati?' seperti genre roman picisan yang biasa kubuat saja! Hingga kini aku masih tidak bisa percaya kenapa aku dengan mudahnya mempercayakan ini padanya. Aku juga bingung kenapa aku bisa tetarik dengan kerjasama seperti ini. Seperti ada yang menyuruhku untuk percaya kata-katanya, ada rasa harap aku akan benar-benar bisa mendapat cinta sejati itu dan perasaan dimana aku ingin sekali melakukan misi ini bersamanya, tanpa perlu alasan apapun, itu saja.