“Lo gila?!” Jeffano murka setelah mendengar pengakuanYasnina tentang apa yang semalam terjadi. “Devan itu mau menikah besok! Kenapa lo bertindak sebodoh itu, Yas?”
“Gue frustasi Jeff! Gue udah enggak tahu lagi harus bagaimana mendapatkan Devan.” Yasnina menatap Jeffano dengan hampa. Hatinya sudah sangat kacau, namun Jeffano malah menyalahkannya.
“Gue tahu, tapi enggak dengan menjebaknya. Dia jadi salah paham sama gue!”
Jeffano jadi ikut frustasi setelah Devan menghubunginya bertanya soal siapa saja yang semalam datang, dan apa yang sudah dicampur ke dalam minumannya sampai Devan tak sadarkan diri. Jeffano memangyang menggagas pesta bujang itu, tapi sekali pun tidak berniat untuk melakukan hal sekotor itu pada Devan hingga membuat sahabatnya itu berakhir di atas ranjang Yasnina.
“Gue minta maaf.”
Jeffano melirik Yasnina kesal. “Sekarang gue tanya, siapa yang bantu lo?”
“Lo enggak perlu tahu.”
“Yas?!”
“Enggak Jeff! Gue enggak akan kasih tahu. Ini urusan gue.” tegas Yasnina berucap. Dia tidak ingin Jeffano mengetahui siapa yang membantunya.
“Jadi urusan gue juga karena Devan nyalahin gue.”
Sialnya malam itu Jeffano juga ikut mabuk, jadi dia tidak tahu siapa yang membawa Devan pulang. Ada sekitar dua puluh orang yang diundang Jeffano, namun yang datang melebihi perkiraannya. Jeffano tidak mungkin bertanya pada mereka satu persatu, itu hanya akan menimbulkan kecurigaan lebih banyak lagi, sedangkan Devan tetap ingin masalah ini menjadi rahasia.
“Gue tahu ini salah Jeff, tapi…”
“Tapi apa? Lo merasa setelah tidur dengan Devan, sepenuhnya lo bisa memiliki dia? Apa itu akan membuat Devan mencintai lo?”
“Stop nyalahin gue! Lo ingat dulu lo pernah bilang kalau sebenarnya Devan juga punya perasaan ke gue, dan gue percaya dengan ucapan lo. Gue tunggu bertahun-tahun, Jeff. Gue pikir semua yang lo katakan itu benar, tapi ternyata sampai sekarang Devan enggak pernah bilang cinta sama gue.”
Jeffano mengacak-acak rambutnya kesal bukan main menghadapi Yasnina kali ini benar-benar membuatnya kalut. “Yas, yang punya perasaan itu lo dan lo juga yang mesti mengontrolnya. Lo enggak bisa berpatokan dengan perkiraan gue.”
“Lo yang selalu bilang sabar ke gue soal Devan,” lirih Yasnina dengan bahu bergetar mengingat bagaimana dulu dirinya cukup bersabar menahan perasaannya. “Gue yakin karena lo sahabatnya.”
Kali ini emosi Jeffano melunak. Sadar karena mungkin dirinya juga turut andil dalam asmara Yasnina. “Gue minta maaf, tapi gue juga enggak membenarkan tindakan lo. Seberengsek apapun gue, demi Tuhan sekalipun gue enggak pernah menyeret dalam keburukan.”
“Sudahlah sekarang semuanya sudah terjadi. Ini akan tetap jadi rahasia.”
Yasnina berdiri dari duduknya. Dia melangkah ke dapur untuk mengambil segelas air putih dan meminumnya hingga tandas. Jeffano diam memperhatikan, lalu menghela nafas. Pria itu beranjak dan mendakati Yasnina.