Ambang Eksistensi

Billy Yapananda Samudra
Chapter #6

EPILOG: KELULUSAN

Suasana ruang kelas begitu sepi. Di luar, langit sudah berwarna jingga kemerahan, tanda sudah lewat dari jam aktif sekolah yang seharusnya. Tetapi sayup-sayup masih terdengar suara orang mengobrol dari berbagai area sekolah.

“Gak kerasa kita udah lulus aja, ya …,” gumam Karen yang mengenakan kebaya dengan anggunnya. Wajahnya dirias, rambutnya yang sudah lebih panjang dari setahun lalu juga ditata dengan rapi. Dia duduk di kursinya dahulu ketika dia masih kelas XI—ketika ruang kelas ini masih menjadi tempatnya menghabiskan hari-harinya di sekolah.

“Kamu udah biasa sama kondisi mata kamu itu?” tanya Kenneth yang berdiri di sampingnya. Dia mengenakan kemeja batik rapi.

Karen mengangguk kecil sambil tersenyum.

“Siapa sangka kamu jadi buta abis balik dari ngilang?” gumam Erika yang duduk di sebelah Karen. Sama seperti Karen, dia juga mengenakan kebaya.

“Memang rumornya, sih, ada efek samping dari pake, tuh, buku. Katanya, akan ada satu hal berharga yang direnggut,” ucap Kenneth.

“Dan hal berharga itu ternyata penglihatanku,” sambung Karen.

Sekilas, tidak ada yang salah dengan kedua bola matanya. Tetapi sejak dia kembali ke realita, dia sama sekali tidak dapat melihat. Awalnya dia bingung, tidak memahami apa yang terjadi. Tetapi lambat laun dia mulai menerima itu, juga mengerti bahwa itu adalah konsekuensi dari apa yang sudah dia perbuat. Konsekuensi dari memakai buku penyihir.

Pas aku bisa melihat, aku selalu merasa sendirian. Sekarang, aku gak bisa melihat, tapi justru aku tahu kalau aku gak sendirian. Ironis juga, ya, batin Karen.

“Aku masih ngerasa bersalah. Gara-gara aku ngelampiasin masalah aku ke kamu, nge-bully kamu, kamu jadi gini, Ren,” ucap Erika lirih.

Karen menggelengkan kepalanya.

“Gak, kok, Rik. Aku yang nyari buku itu, aku yang minta permohonan aku dikabulin pake kekuatan buku itu juga.”

“Tapi, Ren, aku—”

Lihat selengkapnya