Ambang Senja

indra wibawa
Chapter #8

Bab 7. Perang Dunia II

Leiden, 1940

Irwansyah baru saja keluar dari kelas. Tiba-tiba seorang petugas administrasi kampus menghampirinya sambil memberikan kertas telegram. Wajah Irwansyah mendadak muram. Ia pergi meninggalkan orang itu dengan langkah gontai, matanya tampak berkaca-kaca.

Belum sempat aku membalas budi, Entu Rasyid telah pergi untuk selama-lamanya. Karena ingin membahagiakan beliaulah, aku menyeberang jauh ke negeri orang, kata Irwansyah di dalam hati sambil membaca lagi isi telegram.

Tiba-tiba terdengar suara lonceng dan sirene dari luar kampus. Awalnya, beberapa orang tampak berlari, tetapi kemudian semakin banyak orang yang memenuhi koridor menuju luar kampus dengan wajah ketakutan.

“Red jezelf! Duitsland is hier om ons aan te vallen!”78 teriak seorang mahasiswa Belanda pada Irwansyah.

“Hoe moeten we ons redden?”79 teriak Irwansyah pada mahasiswa itu.

Mahasiswa yang ditanya sudah pergi tanpa menjawab. Irwansyah memandangi orang-orang yang berlari ke segala arah.

Edward melangkah cepat menghampiri Irwansyah dengan wajah yang panik. “Your analysis of the world war was spot on. Germany has just invaded Rotterdam. Hurry! You need to escape to England!”80 

Inggris memang tempat yang tepat untuk berlindung, tapi bagaimana caranya ke sana? Mereka tentu hanya mengevakuasi warga kelas satu. Jangankan aku, orang Belanda pun tidak mungkin untuk dibawa semua ke sana, tanya Irwansyah di dalam hati. 

Suasana hati Irwansyah yang masih berduka semakin kalut oleh situasi bahaya, sehingga ia tidak sadar tubuhnya terdorong oleh orang-orang panik yang bergerak kalang-kabut.

“Thank you for the information, Edward, but… ”81 ujar Irwansyah.

Edward sudah menghilang di antara kerumunan orang. 

Irwansyah bingung. Belum puas bersedih hati atas kabar kepergian Tengku Rasyid, ia sudah harus berpikir untuk mencari cara menyelamatkan diri. Menurutnya, tidak mungkin lagi meninggalkan Belanda yang tidak siap menghadapi serangan Jerman. Satu-satunya cara untuk selamat hanyalah memohon keajaiban kepada Sang Maha Perkasa. Akhirnya, Irwansyah duduk pasrah sambil berdoa, dan memandangi orang-orang yang berlari dengan wajah panik."

Tiba-tiba seseorang menepuk bahu Irwansyah. 

“Irwansyah! Follow me!”82 ajak Edward.

Irwansyah tidak punya pilihan, ia mengikuti Edward.

****


Edward mengajak Irwansyah ke kantor perwakilan pemerintah Inggris di Amsterdam. Ia menyetir mobil dengan kecepatan lambat untuk mencapai Amsterdam yang jaraknya sekitar 50 km dari Leiden. Edward memang tidak terlalu mahir menyetir karena terbiasa diantar sopir.

Di beberapa kawasan, mobil Edward semakin lamban karena harus menghindari jalan yang mulai tergenang banjir. Pemerintah Belanda memang ingin membuat sebagian wilayahnya banjir untuk menahan laju tentara Jerman.

Beberapa kali Irwansyah menyuruh Edward berhenti dan mengajaknya meninggalkan mobil untuk mencari tempat berlindung, karena ia mengenali ciri-ciri pesawat tempur milik Luftwaffe83 yang melintas di udara. Irwansyah takut pesawat tempur Jerman itu akan menjatuhkan bom. Ternyata, sasaran mereka bukan di tempat ini.

Belum sempat bernapas lega, pesawat lain melintas lagi di atas, kali ini menurunkan pasukan penerjun payung Jerman. Irwansyah pun segera mengambil alih setir mobil. Mobil ini memang harus melaju sangat kencang agar tidak bertemu dengan pasukan yang sebentar lagi mendarat.

Setelah semakin jauh, barulah mereka bisa ngobrol.

Edward bilang bahwa kajian Irwansyah tentang Perang Dunia II sebenarnya telah membuat pemerintah Inggris dan Belanda menyiapkan langkah darurat jika terjadi serangan Jerman di Belanda.

Para bangsawan Belanda dan tokoh penting akan dievakuasi di IJmuiden, lalu diseberangkan dengan kapal laut pada malam hari untuk menghindari serangan udara. Kapal laut HMS Hereward khusus untuk bangsawan Belanda, sedangkan kapal perusak Inggris HMS Codrington untuk yang lain.

Edward pasti bisa naik ke kapal, sementara untuk Irwansyah, Edward harus mengambil dokumen izin yang berada di kantor yang mereka tuju.

Setelah Edward menjelaskan, Irwansyah bertanya, “Edward, do you have a gun?”84

“What for?”85 Edward melirik ke arah laci mobilnya.

Irwansyah membuka laci tersebut dan melihat sebuah pistol. “Are you good at using this?”86

“I don’t think so. I’ve never used it. Have you?”87 tanya Edward.

“Let me take the gun to protect you,”88 sahut Irwansyah sambil mengambil pistol milik Edward.

“What? Okay, sure,”89 jawab Edward.

*****


Amsterdam

Matahari terbenam. Kantor perwakilan pemerintah Inggris di Amsterdam tampak sudah sepi. Hanya ada seorang pegawai kantor yang ingin mengunci pintu. Setelah Edward berbicara sebentar, pegawai kantor itu menyuruh Edward masuk ke dalam kantor sendirian, tanpa Irwansyah.

Tak lama kemudian, Irwansyah yang menunggu di luar mendengar suara perdebatan keras antara Edward dan pegawai itu. Irwansyah pun masuk.

Lihat selengkapnya