Aku pernah bilang, waktu di Galeri hanya ada kita berdua, bahwa pria yang bermain gitar itu terlihat keren. Bagaimana tidak? Jemarinya lihai sekali memetikkan senar dan menghasilkan nada, beragam nada! Rasanya jadi ingin menikah dengan pria yang pandai bermain gitar. Ingin juga bisa diajari langsung olehnya. Maka aku banyak kagum dengan senior-senior di UKM Seni yang pandai bermain gitar. Mereka selalu terlihat mempesona.
***
Rubi tidak bisa bermain gitar. Ambar mengetahuinya saat acara Pentas Seni kemarin, ia mengagumi Kak Rian yang menyanyikan sebuah lagu sambil memainkan gitar di atas panggung sebagai penutup. Lagu yang dibawakan juga adalah lagu favoritnya, Half Alive dari Secondhand Serenade.
“Kamu suka sekali dengan gitar, ya? Atau jangan-jangan, kamu suka Kak Rian?!”
“Iya, aku suka gitar dan pria-pria yang bisa memainkannya.”
“Sudah terlalu banyak pria yang bisa bermain gitar. Contohnya abang-abang pengamen di dalam bus, mestinya kamu juga suka mereka.” nada bicara Rubi berubah sinis.
“Bukan begitu maksudnya. Aku hanya mengagumi mereka, karena aku tidak bisa bermain gitar, tapi aku sangat suka gitar.”
“Kalau begitu kenapa tidak belajar memainkannya?”
“Aku maunya suamiku nanti yang mengajari. Makanya aku menyukai pria yang bisa bermain gitar, biar dia bisa mengajariku bermain gitar.”
“Nah, cocok, kan. Pacari saja abang-abang pengamen di bus.”
Apa-apaan dia? Kenapa jadi sinis begitu? Dia cemburu?
“Ya bukan begitu maksudnya. Mana bisa aku pacari mereka yang tidak aku kenal?”
“Ya berarti kamu harus kenalan dulu.”
“Kenapa tidak kamu saja yang belajar gitar?”
Mereka berdua berhenti berdebat berbarengan dengan selesainya permainan gitar dari Kak Rian.
Duh, bicara apa aku ini! Apa pria itu mengartikan bahwa aku suka dia? Ambar salah tingkah. Dia tidak lagi senyum-senyum sambil memperhatikan Kak Rian karena toh permainan gitarnya sudah selesai. Tapi Rubi juga diam, tidak langsung menimpali kata-kata terakhir dari Ambar yang enggan beranjak dari duduknya padahal acara sudah selesai. Rubi hanya menatap Permata Madunya itu seperti yang ia lakukan sedari tadi. Lalu ia mencondongkan badannya agar mukanya sejajar dengan muka perempuan yang duduk di sampingnya. Ia menatap mata perempuan itu yang kelihatannya juga menahan napasnya, lalu berkata,