Sekepulangan Ambar dari Rumah Kecil, hari-harinya kemudian berubah. Jadwal kegiatannya semakin padat. Setiap hari selesai kuliah, ia akan berada di Galeri untuk menulis naskah drama bersama tim-nya untuk proyek acara yang akan datang. Dua acara penting yang sedang dikerjakannya dengan UKM Seni adalah acara Lomba Drama yang terbuka untuk umum dan Pertunjukkan untuk menyambut calon mahasiswa baru di bulan Agustus nanti. Oleh karena ia mengurusi bagian pembuatan naskah di proyek Pertunjukkan dan mengurusi konsep kegiatan untuk Lomba Drama, dia sudah sibuk sedari bulan-bulan awal agar di satu sisi para pemeran bisa segera berlatih untuk acara Pertunjukkan, dan di sisi lain proposal bisa segera disebar untuk membantu pendanaan acara Lomba Drama.
Kesibukannya tidak berhenti sampai di situ, karena, setiap hari Jumat ia akan melatih anak-anak Rumah Kecil untuk acara Perayaan Ulang Tahun Rumah Kecil. Hari itu sudah disepakatinya dengan Damar, karena Ambar tidak ingin sibuk di hari Sabtu dan Minggu agar ia bisa pulang ke rumah untuk sekadar menjenguk Ibu yang tinggal sendiri.
Tapi sayang, di kesibukannya, ada rasa kehilangan bagi seorang pria yang selalu menggunakan sepatu coklat pudar. Rubi yang tidak mendapat pekerjaan sesibuk Ambar di acara Lomba Drama ataupun Pertunjukkan, merasa mulai kehilangan sempat untuk mengganggu perempuan itu dengan cerita-ceritanya. Setiap hari Galeri selalu ramai dengan panitia-panitia acara yang sibuk, sehingga ia juga akan bersikap seolah sibuk dengan mengerjakan beberapa lukisan untuk dipamerkan. Rubi semakin khawatir dirinya akan semakin jauh dengan Ambar saat tahu bahwa setiap hari Jumat Damar akan menjemput Permata Madunya itu di depan gedung kuliahnya. Ia takut kalau-kalau pertemuan setiap hari Jumat akan berubah menjadi pertemuan setiap hari. Diam-diam Rubi cemburu dan sebelum sadar, ia segera menyangkal dengan tetap berusaha mendukung apapun yang dilakukan Permata Madunya itu.
“Jangan pulang terlalu larut, kamu ingat, kan, bahwa kini rumah kos-mu memberlakukan jam malam?”
“Tentu, Bi. Mana bisa aku lupa? Lagi pula anak-anak tidak akan berlatih sampai selarut itu.”