Damar kelimpungan mencari Ambar. Perempuan itu menghilang lagi. Sudah susah payah ia membujuknya untuk bisa datang ke Rumah Kecil. Sudah sangat senang ia bisa membuat perempuan berwajah datar itu tersenyum senang melatih anak-anak bermain peran. Tapi kenapa dia pergi pagi-pagi sekali?
“Dia meninggalkan sebuah surat di kamar.” Rinai menghampiri Damar yang kelihatan cemas di ruang baca.
“Apa isinya?”
Dear Rinai dan Damar. Terima kasih untuk semuanya. Terima kasih makanannya, terima kasih kesempatannya, terimakasih tawanya, terima kasih kehangatannya. Kalian hebat, dan aku bersyukur bisa jadi bagian dari tercapainya rencana untuk kelangsungan Rumah Kecil ini. Ah, tapi sangat disayangkan, sebentar lagi akan ada uas dan liburan semester. Aku harus pulang ke kotaku. Rindu sekali dengan Ibu. Kapan-kapan aku pasti mampir, saat masa perkuliahan sudah dimulai kembali. Jangan rindu aku, ya? haha.
Salam,
Ambar.
“Dia pamit?”
“Sepertinya begitu. Apa kamu sudah merasa lebih baik?”
Damar diam.
“Jangan terlalu khawatir. Besok masih bisa bertemu dia di kampus, kan?”
“Besok kapan? Besok saat Ujian Semester Akhir? Dia pasti sibuk belajar.”
“Kalian sudah mau ujian? Nah, mungkin Ambar benar ingin mempersiapkan diri untuk ujian.”
“Tapi apa benar aku tidak ada salah padanya?”