Ambar Merah

Dhea FB
Chapter #35

Untuk Tuan Sepatu Cokelat, Dari Yang Tidak Tahu Harus Menyebut Dirinya Apa

Langit malam berpelangi

Mengelilingi bulan yang sendiri

Tanpa dingin yang menyelimuti

Tanpa angin yang mendahului

Apakah Antares masih di angkasa?

Rasanya malam ini mempesona

Apa karena senja tadi indah?

Atau karena siang tadi basah?

Kalaupun Antares sudah tak bersinar

Malam berpelangi akan tetap sama

Rasa masih perlu nalar

Jawaban masih akan tertunda lama

Untuk Tuan Sepatu Cokelat

Dari yang tidak tahu harus menyebut dirinya apa

Di hujan yang turun November lalu, Ambar mengabadikan kebersamaan saat Rubi mengantarnya pulang. Sebelum malam, hari itu matahari sedang sendiri, menggantung di langit yang ditutupi kelabu awan. Hujannya turun siang-siang, genangan airnya tidak bertahan sampai sore. Sehingga saat perempuan itu hendak pulang di malam hari, saat yang menggantung di langit bukan lagi matahari tetapi bulan berpelangi, ia bisa berjalan dengan begitu tenang.

Tulisan yang dibuat dalam selembar kertas itu ia tulis ulang ke dalam buku catatan bersampul cokelat. Bahkan bukan itu saja, tapi banyak tulisan lainnya yang semula ia tulis sembarang di selembar kertas, disalin ulang ke dalam buku catatan agar rapi dan mudah ia baca ulang saat sedang rindu dengan tokoh utama pria dalam tulisan itu.

Sebenarnya bukan karena tidak punya buku catatan yang membuatnya menulis puisi-puisi itu di sembarang kertas. Ia hanya tidak mengira kalau dia bisa menulis begitu banyak puisi untuk Rubi sampai tidak terasa sudah berlembar-lembar yang dimilikinya. Sampai kemudian dia mendapatkan buku catatan bersampul cokelat dari seorang teman kenalannya, dan hendak menulis sebuah puisi di satu malam, tangannya berganti haluan dari yang biasa mengambil sembarang kertas malah mengambil buku catatan bersampul cokelat. Jadilah, saat menyadari kelakuannya, ia akhirnya mengumpulkan semua tulisannya untuk Rubi dalam satu buku.

Diam Bersambut

Puan rayu dalam bisu

Jejak langkah semu

Bisikkan rindu

Tuan tidak tahu

Puan temui tatapanmu

Si hitam yang sayu

Cahaya yang redup

Pemicu degup menggebu

Kau sambut Puan

Kau sebut diri Tuan

Kau beri untaian harapan

Puan tahu mana bualan

Tuan tak sebut kata cinta

Hanya teka-teki lewat mata

Mesti banyak menerka

Tindak Tuan seolah nyata

Puan beri sambut jua

Lihat selengkapnya