Langit malam berpelangi
Mengelilingi bulan yang sendiri
Tanpa dingin yang menyelimuti
Tanpa angin yang mendahului
Apakah Antares masih di angkasa?
Rasanya malam ini mempesona
Apa karena senja tadi indah?
Atau karena siang tadi basah?
Kalaupun Antares sudah tak bersinar
Malam berpelangi akan tetap sama
Rasa masih perlu nalar
Jawaban masih akan tertunda lama
Untuk Tuan Sepatu Cokelat
Dari yang tidak tahu harus menyebut dirinya apa
Di hujan yang turun November lalu, Ambar mengabadikan kebersamaan saat Rubi mengantarnya pulang. Sebelum malam, hari itu matahari sedang sendiri, menggantung di langit yang ditutupi kelabu awan. Hujannya turun siang-siang, genangan airnya tidak bertahan sampai sore. Sehingga saat perempuan itu hendak pulang di malam hari, saat yang menggantung di langit bukan lagi matahari tetapi bulan berpelangi, ia bisa berjalan dengan begitu tenang.
Tulisan yang dibuat dalam selembar kertas itu ia tulis ulang ke dalam buku catatan bersampul cokelat. Bahkan bukan itu saja, tapi banyak tulisan lainnya yang semula ia tulis sembarang di selembar kertas, disalin ulang ke dalam buku catatan agar rapi dan mudah ia baca ulang saat sedang rindu dengan tokoh utama pria dalam tulisan itu.
Sebenarnya bukan karena tidak punya buku catatan yang membuatnya menulis puisi-puisi itu di sembarang kertas. Ia hanya tidak mengira kalau dia bisa menulis begitu banyak puisi untuk Rubi sampai tidak terasa sudah berlembar-lembar yang dimilikinya. Sampai kemudian dia mendapatkan buku catatan bersampul cokelat dari seorang teman kenalannya, dan hendak menulis sebuah puisi di satu malam, tangannya berganti haluan dari yang biasa mengambil sembarang kertas malah mengambil buku catatan bersampul cokelat. Jadilah, saat menyadari kelakuannya, ia akhirnya mengumpulkan semua tulisannya untuk Rubi dalam satu buku.
Diam Bersambut
Puan rayu dalam bisu
Jejak langkah semu
Bisikkan rindu
Tuan tidak tahu
Puan temui tatapanmu
Si hitam yang sayu
Cahaya yang redup
Pemicu degup menggebu
Kau sambut Puan
Kau sebut diri Tuan
Kau beri untaian harapan
Puan tahu mana bualan
Tuan tak sebut kata cinta
Hanya teka-teki lewat mata
Mesti banyak menerka
Tindak Tuan seolah nyata
Puan beri sambut jua