Azella menutup pintu kamarnya dengan sedikit kasar seakan-akan ingin memblokir semua suara yang masih bergema di kepalanya. Sambil melangkah menuju pintu rumah, dia merasa seperti dunia di sekitarnya tiba-tiba menjadi begitu berat. Dia memerlukan ruang untuk bernafas, tetapi justru semakin banyak pertanyaan yang muncul. Kenapa Aksa mengatakannya berkali-kali? Apa maksudnya?, padahal dia sudah menjawabnya juga berkali-kali bahwa semua itu salah.
Di sisi lain, Aksa duduk lama di teras rumahnya matanya menatap kosong ke jalan yang kosong. Angin malam menyapu wajahnya, membawa dingin yang menembus kulit. Mungkin dia terlalu berharap bahwa setelah sekian lama menunggu waktu yang tepat, Tapi kenyataannya, Azella jelas tidak merasa sama.
Di dalam kamar, Azella berbaring di tempat tidurnya, menatap langit-langit yang gelap. Hening. Semuanya terasa membingungkan. Perasaannya seperti campuran antara kebingungannya dan penolakan.
"Apa yang sebenarnya dia pengen?" Azella bergumam pelan pada dirinya sendiri.
Namun, beberapa saat kemudian ia terpikirkan untuk menelepon Nayara yang masih marah padanya, karena tidak menjawab pertanyaannya tentang apa yang terjadi antara Azella dan Aksa.
Azella menggenggam ponselnya, menatap layar dengan ragu. Sudah lama sejak terakhir kali dia berbicara dengan Nayara di kantin, dan perasaan kesal serta bingung masih membayangi pikirannya. Dengan semua yang terjadi dengan Aksa, dia merasa seolah-olah harus berbicara dengan sahabatnya itu.
Setelah beberapa detik, terdengar suara Nayara menjawab, "Halo?".