Sepanjang pembelajaran berlangsung, Azella tidak bisa fokus. Pikirannya masih tertuju pada kotak bekal yang ada diatas mejanya itu, Jantungnya masih berdebar kencang, tetapi di sisi lain juga ia merasa Nayara sesekali mencuri pandang ke arahnya.
Setelah bel istirahat berbunyi, Azella menghela napas panjang. Ia tau bahwa sahabatnya itu akan melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang sempat tertunda tadi pagi, dan benar saja Nayara menarik tangan Azella dan membawanya ke taman sekolah yang kebetulan sedang sepi.
"Zel, gue udah ga bisa ngasih lo waktu lagi."
"Nay...gue.." jawab Azella dengan nada yang gugup.
"Gue sebenernya udah bisa nebak dari apa aja yang udah gue liat antara lo sama Aksa tapi gue ga akan berasumsi sendiri sebelum lo yang ngasih tau gue dulu, Zel pliss lo temenan sama gue udah dari kecil masa hal kaya gini aja lo ga cerita sama gue." ujar Azella kesal dengan nada yang agak tegas.
"Iya Nay, gue ngerti maksud lo cuma gue ga mau persahabatan kita jadi hancur." jawab Azella dengan nada pelan dan halus.
Nayara menghela napas, mencoba menenangkan diri. "Zel, gue ga akan marah sama sekali. Gue cuma mau tau yang sebenarnya," katanya, kali ini dengan nada yang lebih lembut.
Mata Azella menunduk menatap tanah seolah mencari keberanian di sana. "Aksa suka sama gue, Nay," ucapnya pelan, nyaris seperti bisikan. "Dia selalu berusaha ngedeketin gue. Dia pernah confess, dan bilang kalau dia punya perasaan sama gue, tapi gue ga bisa nerima dia, dia mantan lo, Nay."
Nayara menatap sahabatnya, ekspresinya campuran dan tentu sangat terkejut . "Kenapa lo ga cerita dari awal?"
Azella mengangkat bahu. "Gue takut lo kecewa. Takut gue dikira sahabat yang ga tau diri dan ngerusak pertemanan kita."
Nayara terdiam sejenak sebelum akhirnya tersenyum tipis. "Zel, lo sahabat gue. Gue cuma pengen lo jujur. Kalau lo bahagia sama siapapun itu cowonya, gue juga bahagia."
Azella menatap Nayara dengan mata berkaca-kaca, lega karena beban yang selama ini ia pendam akhirnya terlepas.