AMBYAR THE TEAM

yuntari ifti
Chapter #3

Pesimis

Mentari pagi mulai menampakan sinarnya di sela-sela gumpalan awan hitam yang menutupinya. Seakan langit ingin memberitahukan bahwa malam telah tergeser oleh cerahnya pagi pada kota metropolitan.

Kring Kring Kring

Beberapa kali dentuman suara alarm berbunyi membangunkan Yuntari yang masih tertidur pulas dengan selimut tebal menutupi seluruh tubuhnya.

Malas menjadi salah satu musuh terbesar dalam dirinya yang tidak bisa dihilangkan. Salah satu Faktor penyebabnya, mungkin Karena kebiasaan yang sejak dulu tersimpan dalam dirinya.

Atau bisa jadi karena kesibukan kedua orang tuanya yang tidak mempunyai waktu luang untuk mengurus anak semata wayangnya itu.

Tok tok tok

Ketukan dibalik pintu kamarnya tak dapat membangunkan ia dari tidurnya. Padahal sudah hampir satu jam wanita yang dipanggil mama membangunkannya.

Dengan sabar hati, Bu Sarah harus rela bolak balik dapur untuk menyiapkan sarapan bagi keluarganya. Karena ART yang membantu dirumahnya sedang pulang kampung.

"Tari bangun, ini sudah pagi nak, buka dulu pintu nya, ayo kamu harus Sekolah"

Bu Sarah pantang menyerah membangunkan putri nya yang super-duper pemalas. Walaupun pagi itu ia harus segera pergi ke cafe miliknya untuk launching produk baru.

Aneka makanan sehat sudah tersedia di meja makan untuk melengkapi sarapan yang akan di santap pagi itu.

Detik jam dinding terus saja berputar menemani Pak Arya untuk menyelesaikan sarapan seorang diri.

"Hmm Tari tari" Emosi Pak Arya mulai kesal pada saat pikirannya tertuju pada anaknya.

Akhirnya Pak Arya terpaksa harus turun tangan menghadapi perilaku Yuntari.

"Kenapa ma, dari tadi Tari belum bangun juga" Pria ber jas hitam pun menghampiri Bu Sarah yang sedari tadi berada di depan kamar anaknya.

"Aduh iya Pa, ada apa ya?"

Bu Sarah sangat khawatir dengan keadaan anaknya. Lalu, ketukan pintu yang dipukul oleh Pak arya begitu kencang, sehingga dapat membangunkan Yuntari dari tidurnya.

"Tari, ayo bangun, bukain pintu nya" Pak Arya pun ikut membangunkan anaknya.

Sementara di dalam kamar, Yuntari perlahan membukakan kedua matanya, lalu melihat jam wekker yang ada di meja sebelah tempat tidurnya.

Ia pun terkejut melihat jam wekker disebelah tempat tidurnya, ternyata waktu sudah menunjukan pukul 06.40 wib, Sedangkan terdengar suara kedua orangtuanya masih saja membangunkan dirinya dibalik pintu kamar.

"Aduh gawat" tuturnya panik menyingikirkan selimut di tubuhnya.

"Iya Pa, Ma sebentar Tari buka nih pintunya" Yuntari terburu-buru membukakan pintu kamar untuk kedua orang tuanya.

"Tari kamu tuh males banget sih jadi anak, ini sudah jam berapa? kamu itu harus Sekolah.Terus kenapa pintu kamar kamu kunci segala?"

Yuntari begitu pusing dengan ocehan yang Pak Arya berikan setiap hari. Ia hanya memilih diam dan menunduk disaat di saat Pak Arya sedang memarahi nya. Walaupun rasa sedih Dan kesal menyelimuti batinnya saat itu.

Karena yang ia tahu, Pak Arya adalah sosok papa yang hebat baginya. Sering kali mengajarkan hal-hal positif untuk dirinya---- Apalagi kalau bicara soal kedisiplinan.

Berbeda dengan Pak arya, Bu Sarah justru ibu yang penyabar dalam menyikapi anaknya.

Tak tega harus melihat putrinya dimarahi, Bu Sarah hanya meredakan amarah suaminya. Lalu ia terus mengkedip-kedipkan matanya, seakan memberikan kode kepada anaknya agar segera bersiap-siap.

"Maaf pa, Tari mau siap-siap dulu ya"

Yuntari pun mengerti apa yang disampaikan mamanya.Lalu secara perlahan ia menutup pintu kamar untuk bersiap menuju sekolah.

Dengan sikapnya yang terkadang sering nyelonoh tidak jelas. Namun, gadis berusia 16 tahun itu tidak pernah berani melawan kedua orangtua nya.

"Sabar Pa, namanya juga anak perempuan" Bu Sarah terus meredakan emosi suaminya. Walaupun ia juga terkadang terasa kesal dengan sikap anaknya.

"Justru itu Ma, Yuntari itu akan beranjak semakin dewasa, dan perilaku dia tidak bisa dibiarkan" Pak Arya berusaha menahan amarahnya.

"Ya sudah, lebih baik Papa berangkat kerja sekarang nanti telat loh. Papa sudah sarapan juga kan?"

Bu Sarah mengalihkan pembicaraan agar suaminya tidak emosi.

Pak Arya menghela nafas mencoba menenangkan dirinya. Lalu berpamitan untuk segera pergi ke kantor. Tak lupa ia juga menitip pesan kepada Yuntari karena tidak bisa mengantarkannya ke sekolah.

Lihat selengkapnya