Ame

Haifa Artanti
Chapter #1

Sabrina

“Jadi, kamu bersedia bekerja di rumah saya?” tanya seorang perempuan berambut hitam dengan gaya yang eksentrik itu. Rambutnya lurus dengan poni dibagian depan dan bergelombang di bagian ujung. Perpaduan warna yang unik pada riasan yang juga tebal, terutama pada bagian bibir yang merah menyala, eyeshadow ungu tua dan eyeliner abu abu. Tak kurang pemilihan baju yang sangat mencolok dengan warna atasan kuning seperti stabilo, juga blazer bermotif macan tutul dan stoking warna pink tua. Tak lupa ditambah sepatu hak tinggi berwarna merah.

Perempuan di hadapannya mengangguk dengan yakin. “Ya, saya bersedia," jawabnya mantab. Namanya Ame. Sudah beberapa minggu ia mencari pekerjaan untuk melanjutkan hidup, memberi biaya pada dirinya sendiri. Ame seorang sarjana psikologi dan berencana melanjutkan kuliah profesi. Tapi karena orangtuanya sudah meninggal, ia perlu mencari uang. Selain untuk melanjutkan hidup karena tidak ada yang memberinya biaya, ia perlu menabung untuk rencana studi profesinya tadi. Ame sudah terbiasa mandiri karena orangtuanya memang telah lama tiada. Ia memiliki seorang kakak laki laki yang juga bekerja. Tapi penghasilan kakaknya itu mudah sekali habis untuk membayar tagihan listrik, air, belanja bulanan dan biaya keperluan lainnya. Intinya, tidak ada yang tersisa untuk tabungan atau bahkan uang sakunya. Untuk itu Ame bertekad mencari pekerjaan. Yah sekalian menambah pengalaman dan mempraktikkan ilmu yang sudah dipelajari sebelumnya.

“Jadi, siapa namamu tadi?” tanya perempuan itu. Perempuan berpenampilan luar biasa heboh itu bernama Sabrina.

“Saya Ame,” jawab Ame sambal tersenyum.

“Oke Ame. Jadi seperti yang telah kamu ketahui di info lowongan pekerjaan itu, Saya membutuhkan seorang pengasuh. Walaupun sebenarnya yang Saya butuhkan bukan ‘pengasuh’ hahahaha,” tiba tiba dia tertawa. Ame ikut tersenyum. “Sebenarnya yang Saya butuhkan emmm… semacam teman. Ya! Teman! Teman untuk adikku. Walaupun dia bukan adik kandungku,”

“Emmm baik. Apa adik Anda terlalu kesepian atau… bagaimana?” tanya Ame berusaha tetap bersikap sopan.

“Saya tidak tahu apakah dia kesepian atau tidak. Saya juga tidak merasakannya karena itu adalah perasaan dia dan bukan perasaan saya. Saya jarang dirumah karena bekerja dan tidak pernah bertanya soal perasaannya. Jadi saya tidak tahu,” jawab Sabrina dengan sedikit cepat.

Ame mengangguk mencoba memahami. “Jadi?”

“Ya Saya ingin kamu menemani dia agar dia tidak sendiri. Beberapa hari yang lalu saya tidak sengaja melihat luka sayatan di lengannya bagian atas. Masalahnya luka sayatan itu tidak hanya sedikit, tapi sangat banyak. Dia tidak mau bercerita pada saya karena memang sangat tertutup. Nah untuk itu, Saya ingin kamu mengawasinya juga. Dan jugaa…asisten rumah tangga kami, sedikit menyeramkan. Adikku sangat takut dengannya. Tapi pekerjaan mereka sangat rapi dan memuaskan. Jadi saya tidak bisa begitu saja memecat mereka.”

Ame mengangguk paham. Setelah itu mereka membicarakan soal gaji, jam kerja dan hari libur. Kedua belah pihak akhirnya sepakat dengan bertanda tangan surat perjanjian, yang dibawa masing masing oleh mereka. Ame bekerja mulai besok, namun Sabrina mengajak Ame untuk datang ke rumahnya.

“Ku harap besok kamu tidak begitu asing ketika besok bekerja,” kata Sabrina.

Ame mengiyakan tanda setuju.

***                                                                        

Mobil Sabrina melaju menjauhi pusat kota menuju tempat yang cukup jauh dari imaginasi Ame. Tempat yang berlindung dibalik pepohonan dan ladang yang luas. Tidak hanya ladang, namun peternakan yang benar benar luas. Ame menatap ke luar jendela mobil. Matanya berfokus pada langit biru yang bersih serta menghirup nafas dalam dalam karena udaranya yang segar. Sejauh mata memandang, tidak ada rumah, tidak ada mobil atau kendaraan yang melintas bahkan orang yang berlalu lalang. Tempat ini, seperti sangat jauh dengan hiruk pikuk dan kemacetan kota.

Peternakan peternakan itu bahkan tidak terlihat siapa pemiliknya. Hanya ada banyak sapi dan domba. Sebenarnya Ame bertanya tanya dimana hewan hewan itu tinggal dan siapa pemilik mereka. Tapi ia mengurungkan niatnya.

“Kamu pasti bertanya tanya tentang hewan hewan itu,” Sabrina membuka pembicaraan.

Lihat selengkapnya