Ame

Haifa Artanti
Chapter #3

Pandangan Teman Ame

Hari ini Ame berangkat lebih pagi dari biasanya. Tadi malam, ia telah membuat janji dengan Sabrina. Ame ingin membicarakan ‘sesuatu’ yang berkaitan Rosalie dan Mara, juga letak dapur dan kamar mandi. Saat tour rumah sebelum bekerja, Sabrina tidak memberitahunya tempat itu! Ya ampun! Sebegitu rahasianya kah rumah itu? Untuk itu, Ame ingin membiacaraknnya juga nanti. Di lain pihak, begitu juga Sabrina, ia ingin membicarakan ‘sesuatu’ dengan Ame. Karena Sabrina selalu berangkat sebelum Ame datang dan pulang ke rumah saat Ame sudah selesai bekerja, Sabrina meminta Ame datang lebih pagi.

Hari ini Ame ingin mengajak kedua sahabatnya untuk berkunjung ke tempat kerjanya. Sebenarnya Ame ingin meminta kedua sahabatnya untuk memberikan pandangan soal rumah itu. Tepatnya rumah itu dan Rosalie. Mereka bertiga telah ditunggu bapak penjaga rumah. Ame sengaja tidak memberitahu kedua temannya tentang peraturan untuk tidak boleh berbicara dengan penghuni lain. Awalnya kedua teman Ame tidak merasa aneh. Tapi karena perjalanannya cukup lama dan tidak ada percakapan, akhirnya dua teman Ame merasa curiga.

Teman Ame berbisik, “Kamu nggak ngobrol sama sekali? Nggak tanya apa gitu,”

Ame tersenyum. “Coba kamu yang tanya,” Ame ingin melihat reaksi temannya dan juga respon bapak penjaga itu. Tapi temannya menggeleng bermaksud tidak ingin. Lagi pula ini kan urusan Ame dengan orang orang ditempat kerjanya. Jadi temannya mengurungkan niat untuk bertanya. Mengetahui reaksi itu, Ame hanya tersenyum memahami maksud temannya.

Ame dan kedua temannya hanya terdiam disepanjang perjalanan. Tiba tiba temannya berceletuk, “Tempat ini indah,” katanya. Teman Ame yang satu lagi mengangguk setuju. Perjalanan kerumah Sabrina ini memang dipenuhi dengan pemandangan yang indah dan sangat damai. Bahkan Ame sangat kagum saat pertama kali melihatnya dan selalu begitu setiap ia melewatinya.

Setelah beberapa menit perjalanan, Ame dan kedua temannya sampai dirumah Sabrina. Salah satu asisten Sabrina akhirnya terlihat juga. Sebenarnya fisiknya biasa saja, namun wajahnya menyeramkan karena tidak tersenyum sama sekali. Bahkan matanya merah dan kulitnya pucat. Ame mencoba tersenyum dan sedikit menunduk yang diikuti kedua temannya.

“Selamat siang, saya teman Ame,” ucap teman Ame lirih. Mereka bertiga masuk kedalam rumah itu. Didalam ruang tamu itu, Sabrina duduk di kursi dengan anggun. Ia mengenakan baju seperti jubah mandi berwarna emas. Bajunya menjuntai kebawah dan membentuk setengah lingkaran seperti gaun pengantin. Rambutnya dia gulung tinggi, memperlihatkan leher jenjangnya. Sabrina mengenakan maskara berwarna abu abu dan lisptik ungu. Ya ampun, inikan masih di dalam rumah! Pikir Ame. Tapi ia hanya terdiam menatapi Sabrina. Mungkin itulah yang menjadi daya tarik Sabrina. Sangat percaya diri dan mencolok.

Sabrina tersenyum dengan menawan dan mempersilahkan mereka bertiga duduk. Ia melipat tangannya kedepan dan menatap Ame serta kedua temannya dengan tersenyum. Walaupun baru hari ketiga dia kerumah ini dan bertemu Sabrina, ia tidak terlalu terkejut. Namun kedua temannya memunculkan reaksi berkebalikan. Mereka berdua canggung, kikuk dan takut.

“Jadi Ame, sepertinya ada yang ingin kita bicarakan bukan? Sepertinya kemaren kita memiliki sebuah topik yang ingin di perbincangankan, betul begitu?” tanya Sabrina. Ame mengangguk mantab. Ia berusaha meyakinkan Sabrina bahwa pembicaraan kali ini penting dan Sabrina harus mendengarnya. Kemudian Sabrina menangguk dan mempersilahkan Ame berbicara lewat isyarat tangannya yang terbuka.

“Ini tentang Mara,” ucap Ame hati hati.

“Pagi semuaaaa!!” teriak Mara diruang tamu. Saat Ame hampir memulai pembicaraan mengenai Mara, justru ia tiba tiba datang dari pintu ketiga dengan perasaan riang. Suaranya yang nyaring bahkan bisa di bilang teriak, membuat semua mata menuju padanya. Mara yang ditatap justru memasang wajah tidak berdosa dan tidak peduli dan Ame tidak jadi melanjutkan kalimatnya.

Mara mengenakan baju dengan warna merah tua, rambut yang dibiarkan terurai dan membawa tas berwarna ungu. Mara menyapa semua manusia yang berada di ruang tamu, merasa tidak mengganggu apapun, bahkan tidak peduli jika di ruang tamu sedang terjadi pembicaraan yang hampir melibatkan dirinya. Perasaannya ceria, bahkan sangat ceria dan energinya seakan meluap-luap. Sangat berbeda dengan Mara yang kemarin.

“Hari ini aku akan pergi ke pertunjukan teaterku! Yeeaayyyy!!!” teriaknya menatap semua orang yang berada di ruang tamu. Teman teman Ame memberi tepuk tangan yang canggung dan juga tersenyum. Sedangkan Ame bingung melihat Mara. Kenapa perilakunya bisa berbeda sekali? Setelah selesai menyapa, Mara keluar rumah dengan berjalan riang dan langkahnya tampak ringan. Tak lupa ia melambai dengan begitu ceria, antusias dan positif.

“Jadi ada masalah apa dengan Mara?” tanya Sabrina memecah lamunan Ame yang sedari tadi memerhatikan Mara.

“Eh?” Ame bingung. Matanya tidak fokus dan apa yang ia ingin katakan soal Mara tadi menjadi hilang. Seperti lenyap dengan begitu cepat.

“Saya rasa, Mara baik baik saja. Jadi ada yang lain?” tanya Sabrina dengan senyum aneh. Seperti berhadapan dengan lawan yang akhirnya kalah telak. Ia seperti menangkap basah musuhnya yang telah ia ingin kalahkan selama bertahun tahun.

Ame hanya menggeleng. “Saya rasa…saya perlu tahu dimana letak kamar mandi dan dapur.” Ame tersenyum lebar, menatap Sabrina kemudian menatap kedua temannya yang menahan tawa. Sabrina tersenyum ramah. Kemudian tangannya mengisyaratkan sesuatu pada asistennya yang sedari tadi berdiri dan diam saja.

Asisten tersebut menekan semacam tombol di lemari kaca yang berisi piring dan gelas antik. Kemudian terbukalah sebuah pintu yang terbuat dari lemari kaca itu dan menampilkan ruangan besar yang menawan. Cat nya berwarna jingga, namun semua perabotannya berwarna emas. Mulai dari kursinya, tempat lilin di meja makan, lampu yang menggantung, bahkan meja nya sekalipun, semuanya berwarna emas.

Ame sangat takjub begitu pun kedua temannya. Mereka bertukar pandangan merasa terkejut.

Lihat selengkapnya