Ame

Haifa Artanti
Chapter #5

Anak Kecil yang Sudah Besar

Sudah beberapa hari Ame bekerja di tempat Sabrina. Sejak bertemu dengan Bima beberapa hari yang lalu, Ame tak pernah melihat penghuni yang lain. Bahkan setelah kejadian itu, Ame juga tidak pernah bertemu dengan Bima. Sebenarnya Ame ingin bertanya pada Rosalie. Tapi ia tidak ingin merusak kesempatan bekerjanya, apalagi kini Rosalie sudah mulai terbuka. Ia memang jarang bicara, tapi Ame sudah mulai merasa dekat dengannya. Mereka hanya sering menghabiskan waktu bersama walaupun sebenarnya sangat minim pembicaraan.

Rosalie menunjukkan pada Ame perpustakaan dirumah itu. Rosalie berkata bahwa alasannya jarang ditemukan dan tidak pernah terlihat adalah karena sering menghabiskan waktu di perpustakaan. Perpustakaan itu sangat luas dan susunan bukunya hampir mencapai langit langit rumah. Ame benar benar terpukau dengan perpustakaan ini. Apalagi ia merupakan penggemar buku dan sangat suka membaca buku. Buku buku yang berada di rak bagian atas memang jarang diambil karena Sabrina melarangnya. Bahkan Rosalie pun dilarang oleh Sabrina untuk membaca buku buku di bagian atas. Rosalie hanya diperbolehkan membaca buku buku dari bagian tengah dan bawah yang sekiranya mudah diambil.

Selain perpustakaan, Rosalie juga membawa Ame ke rumah kaca yang berisi bunga atau sebut saja taman bunga. Disana terdapat banyak jenis bunga. Namun yang paling mendominasi adalah bunga mawar dan putih. Rosalie berkata bahwa mawar putih adalah kesukaan Sabrina. Kemudian mawar merah merupakan bunga kesukaannya. Sedangkan penghuni lain memang jarang ke tempat seperti ini, bahkan keluar kamar saja sudah jarang sekali. Jadi mereka tidak pernah ‘membahas’ tentang bunga kesukaan.

Ame sedikit bersyukut dengan perubahan sikap Rosalie karena Rosalie sudah mau untuk menjawab pertanyaan Ame. Selain itu, ia juga telah terbuka-mengenai tempat favoritnya. Sehingga menurut Ame, ini merupakan langkah yang cukup baik untuk membangun kedekatan dengan Rosalie.

Sekarang Ame sedang ada di rumah kaca. Ia duduk di bangku sambil membaca buku. Di bagian rumah kaca yang lain, Rosalie sedang menanam sesuatu. Ia sedang menggali tanah dengan sekop kecil dan menanam beberapa tanaman. Ame terheran melihat Rosalie karena sepertinya serius sekali.

“Jadi, kamu suka menanam bunga? Berkebun?” tanya Ame. Rosalie yang fokus kemudian menatap mata Ame. Ia menyunggingkan sedikit senyuman.

“Ya aku suka menanam bunga,” jawabnya yang langsung melanjutkan berkebun. “Menanam bunga disini mengurangi rasa bersalahku,” tambah Rosalie.

Ame mengangguk paham tapi ia tidak bertanya soal rasa bersalah apa. Mungkin Rosalie pernah melakukan kesalahan hingga membuatnya merasa bersalah. Beberapa saat kemudian, Rosalie pamit ingin pergi ke kamar mandi dan ia akan segera kembali. Ia meminta Ame untuk tidak pergi kemana mana dan Ame mengiyakan.

Ame telah membaca berlembar lembar bukunya, namun Rosalie belum kembali. Ia bingung apakah harus menunggu Rosalie atau tidak. Saat memutuskan untuk mencari Rosalie, Ame justru mendengar seseorang yang mendekat. Ame memerhatikannya. Ia adalah perempuan yang memiliki tinggi seperti Mara (tapi bukan Mara) dan menggunakan bandana telinga kelinci. Bajunya berwarna pink dengan motif babi kecil yang lucu. Ia menggunakan sandal bulu yang juga berwarna pink.

“Hai! Namaku Naya!” katanya dengan suara imut. Sikapnya sangat berbeda dengan fisiknya. Fisik Naya adalah fisik perempuan dewasa seperti Sabrina dan Mara, bahkan terlihat sedikit tua. Namun sikapnya seperti anak berumur 8 tahun. Ame juga tidak tahu kenapa. Tapi ia hanya tersenyum saat disapa Naya.

“Naya boleh nggak kesitu?” tanyanya lagi. Suaranya benar benar imut dan kecil. Kali ini Ame bingung untuk mengiyakan atau tidak. Namun kemudian ia menggeleng.

“Yaahhh ya udah deh Naya balik aja,” katanya kemudian berbalik. Tiba tiba Rosalie muncul. Ia menarik Naya dengan sedikit kasar dan berkata sesuatu. Hanya saja Ame tidak dapat mendengarnya. Kemudian setelah Rosalie berbisik, Naya pergi kedalam rumah. Ia seperti hilang.

Rosalie kembali kerumah kaca dengan ekspresi datar. Ia tampak biasa saja.

“Siapa tadi?” tanya Ame.

“Memang siapa?” jawab Rosalie balik.                                    

Ame mendengus kesal tanpa sepengetahuan Rosalie. Kenapa sih orang orang ini begitu sensitif kalau membahas soal penghuni lain?, batin Ame. Tidak Sabrina maupun Rosalie sama sama suka berpura pura tidak ada penghuni lain. Mereka menganggap penghuni lain seperti tidak terlihat dan tidak penting. Tapi Ame berusaha mengabaikan pikiran pikiran itu. Ia kini kembali berfokus pada bukunya.

***

Ame telah sampai rumahnya dalam keadaan yang sangat lelah. Ia duduk di kursi ruang makan dan menghela nafas yang panjang. Menghela nafas tadi seakan melepaskan beban hidupnya yang berat. Walaupun tempat kerjanya sangat nyaman, rumah yang besar, upah yang lebih dari cukup, Rosalie juga tidak aneh aneh karena dia sangat pendiam, fasilitas antar-jemput saat bekerja dan kemudahan lainnya. Tapi sebenarnya pikiran apa yang telah membuat beban dalam benak Ame? Mungkin hal itu tidak dapat disebut beban karena lebih pantas jika disebut ‘pertanyaan dari rasa penasaran yang amat sangat dan sudah menumpuk’ karena bekerja dirumah Sabrina. Rumah misterius namun juga luar biasa.

Kakak Ame memerhatikan adiknya, yang sepertinya sedang melamun atau terlalu fokus dengan pikiran pikirannya. Tangannya sibuk memasak untuk makan malam kali ini. Kakak laki laki Ame bernama Rama. Rama adalah orang yang sangat perhatian dan penyayang terutama dengan adik perempuannya, Ame.

“Ada masalah apa?” tanya Rama dengan tersenyum. Tangannya sibuk mengurus ini itu seperti sayuran dan sebagainya.

“Hemmm nggak ada,” jawab Ame yang masih dengan tatapan kosong.

“Beneran nih? Dari tadi kayaknya sibuk banget sama pikirannya sendiri,” ucap kakaknya.

Ame hanya menghela nafas panjang. Lagi. Bahkan untuk kesekian kalinya. Jika Rama tidak sabar, mungkin helaan nafas Ame akan terasa sangat mengganggunya. Tapi karena ia adalah kakak yang sangat sabar, maka ia berusaha membantu.

“Ada masalah ditempat kerjamu?” tanya Rama lagi.

Kali ini Ame terdiam. Ia menghadapi dilema besar. Apakah ia akan bercerita pada kakaknya atau memilih diam? Kalau bercerita, harus mulai dari mana? Bagaimana jika ia malah disuruh keluar dari tempat itu oleh Rama? Ame sendiri tidak ingin menambah beban Rama. Tiba tiba Ame merindukan kedua orang tuanya. Seperti apa ya jika orang tuanya sekarang masih ada? Apakah semuanya akan berbeda? Apakah ia akan bertemu dengan Sabrina dan rumah aneh itu?

“Bersih bersih dulu sana. Terus habis ini makan malem. Aku tunggu,” ucap Rama.

Ame mengangguk dan membersihkan diri.

Lihat selengkapnya