Ame bersiap seperti hari hari biasanya. Namun bukan rumah Sabrina tujuannya, melainkan reuni di kampusnya. Ame memang belum lama lulus dan sebenarnya ini bukan reuni untuk angkatannya. Hanya saja Ame mendapat undangan dari dosen pembimbingnya. Dosen pembimbing itu sangat dekat dengan Ame karena ia sempat membantu dosen tersebut untuk melakukan penelitian. Ame bahkan sempat menjadi asisten dosen tersebut walau hanya sebentar.
Dosen itu diundang dalam reuni kampus yang alumninya sudah lulus jauh lama di atas Ame. Menurutnya itu kesempatan yang sangat tepat untuk bertemu dengan Ame, jadi dosen itu mengundangnya. Ia merindukan perbincangan panjang dengan mahasiswi favoritnya itu. Perbincangan yang biasanya mereka lakukan dulu. Jangan anggap dosen itu seseorang yang masih muda dan gaul. Dosen itu sudah cukup tua, hampir pensiun dan cukup kuno. Bahkan ia menggunakan surat pos untuk mengajak Ame bertemu di reuni alumi.
Ame memang tidak membalas surat itu. Tapi ia berjanji dalam hatinya untuk datang dan membuat kejutan. Walaupun reuni itu diadakan untuk seniornya yang bahkan ia tidak mengenalnya sama sekali karena sudah lulus jauh lebih lama diatasnya, Ame tetap percaya diri memasuki kampus. Ia langsung menuju fakultasnya yang sudah sangat ramai. Ini memang benar benar reuni senior lama karena tidak ada satupun wajahnya yang ia kenal. Ia hanya melihat beberapa dosen yang pernah mengajarnya dan menyapa mereka sebentar. Bertanya akan kabar, aktifitas yang dilakukan sekarang dan pertanyaan basa basi lainnya.
“Kalau cari Bu Nadya, beliau mungkin sedang ada dikantornya,” jawab salah satu dosen karena pertanyaan Ame. Karena tidak dapat menghubungi dosen yang telah mengundangnya, Ame memutuskan untuk bertanya pada dosen lain.
Ame menaiki beberapa anak tangga dan berjalan di lorong. Ia menjadi sedikit bernostalgia akan masa masa kuliahnya dulu. Tempat ini telah menjadi saksi sejarah hidupnya, dirinya. Tempat ini juga saksi bisu perjuangan ia dan teman temannya untuk saling menguatkan ketika ada banyak tugas, revisi dan cobaan saat menempuh masa perkuliahan. Tidak terasa, kenangan dan nostalgia sesaat itu telah membawa dirinya sampai ke ruangan dosen yang mengundangnya. Namun ruangan itu tampak sepi dan lengang. Tidak ada tanda tanda keberadaan manusia disana.
“Bu Nadya,” panggil Ame perlahan. Siapa tahu karena umur Bu Nadya yang sudah tua, beliau jadi mudah tertidur. Ame mencoba memerhatikan ruangan itu dengan seksama, berharap ada suara dengkuran. Ruangan itu tidak sepenuhnya terlihat karena ada beberapa pembatas yang terbuat dari papan kayu. Jadi jika dibayangkan, ruangan itu lebih mirip seperti labirin rumit yang pembatasnya terbuat dari papan kayu.
“Sedang mencari seseorang?” tanya seorang laki laki yang tiba tiba bersuara tepat dibelakang Ame. Ame jadi bergidik. Bukan hanya karena suara itu terasa dekat sekali tapi juga suaranya berat. Bahkan ketika ia membalikkan tubuhnya untuk melihat si sumber suara itu, ia tersentak. Laki laki itu berdiri dibelakangnya tepat. Badannya sangat atletis dan cenderung besar. Ame yakin dia sangat rajin olahraga.
Mengetahui Ame yang terkejut, laki laki itu tersenyum. Ame yang masih kaget juga ikut tersenyum. Namun senyumnya kini terlihat sangat canggung. Laki laki itu mengulangi pertanyaannya lagi.
“Hai, eemmm sedang mencari seseorang?”
“Iya,” jawab Ame mengangguk. Ia menambahkan, “Bu Nadya… Aku sedang mencari Bu Nadya,”
“Ah! Bu Nadya? Tadi beliau ada dibawah.”
Ame manggut manggut. “Oke, aku akan kebawah saja,” katanya.
“Mungkin sebentar lagi beliau kesini,”
Ame manggut manggut lagi. Kali ini ia bingung ingin berkata apa.
“Kamu bukan angkatanku ya?” tanya laki laki itu sambil tersenyum miring.
“Emmm…iya. Beberapa hari yang lalu, Bu Nadya mengajak saya untuk bertemu di acara ini,” jawab Ame dengan tersenyum. Ia mencoba tetap berbahasa dengan sopan karena yang di hadapannya ini adalah seniornya yang lebih tua.
“Tapi kamu kuliah disini?” tanyanya lagi yang sepertinya semakin antusias.
“Iya, saya jurusan Psikologi,” jawab Ame yang lagi lagi singkat. Ame merasakan kecanggungan luar biasa. Baru kali ini ia tiba tiba merasakannya. Ia ingin bertanya balik karena telah menyusun beratas ratus pertanyaan, tapi tak ada yang terucap. Entah kenapa jiwa dan fisik Ame menolak laki laki ini. Perasaannya berkata bahwa dirinya harus segera menjauh dari laki laki ini. Entah karena laki laki ini berbahaya atau akan mengantarkannya ke sesuatu yang lain, intinya firasat Ame berkata ada yang mencurigakan tentang laki laki ini.
Dari kejauhan, Bu Nadya berjalan mendekat. Ia tersenyum pada Ame lalu berganti ke salah satu mahasiswanya. Ame benar benar bersyukur karena kedatangan Bu Nadya. Suasana canggung dan fiarasatnya yang buruk segera lenyap, menguap, hilang, bahkan pergi entah kemana. Setelah membalas senyuman Bu Nadya, Ame berjalan untuk menghampirinya. Ame langsung mencium punggung tangan dosennya itu bermaksud salaman. Bu Nadya menepuk pundak Ame sebentar.
“Apa kabar nak?” tanya beliau. Suaranya sangat berwibawa sekaligus bersahabat.
“Kabar saya baik Bu Nad. Kalau Bu Nad sendiri bagaimana kabarnya?” tanya Ame balik.