Setelah acara reuni itu selesai, Ame tidak bisa berfikir jernih. Pikirannya kacau dan bercampur aduk. Banyak sekali pertanyaan dikepalanya itu. Tapi ia tidak tahu mana pertanyaan yang harusnya ia prioritaskan untuk di cari jawabannya. Pertanyaan pertanyaan itu terus bermunculan dan terus terkait seperti gerbong kereta. Hal ini membuat kepalanya pusing dan sedikit sesak di bagian dada. Bahkan dirinya tidak bisa memejamkan mata karena pertanyaan yang terus bermunculan. Dirinya sangat gelisah hingga pertengahan malam. Sekarang rumah dalam keadaan benar benar sepi karena kakaknya sudah tidur nyenyak dan tidak ada aktifitas apapun. Malam itu juga sunyi seperti malam malam lainya, tapi pikiran Ame sangat sangat ramai.
Ame menghela nafas untuk kesekian kalinya. Sekarang menghela nafas menjadi aktivitas yang paling sering dilakukan semenjak ia bekerja di rumah Sabrina. Menggeser aktivitas nomor satu sebelumnya, yaitu membaca buku. Kini kegiatan membaca buku telah turun peringkat dan bergeser posisinya menjadi nomor dua.
Mata Ame menatap langit langit. Hati dan pikirannya hanya dipenuhi pertanyaan. Sebenarnya apa tujuan Sabrina membuat foto seperti itu? Apakah dirinya memang lulusan Universitas X atau hanya penggemar? Sehingga ingin terlihat seolah olah ia lulus disana? Tapi untuk apa? Apa masa lalunya memalukan? Apa ada masa lalu yang ingin ia sembunyikan? Tapi jika ia benar benar lulusan Universitas X kenapa Bu Nadya tidak mengenalnya? Kenapa ya? Apa ia beganti identitas? Lalu untuk apa? Itulah pertanyaan pertanyaan yang memenuhi pikiran Ame.
Seandainya saja Ame memiliki keberanian lebih untuk bertanya soal masa lalu Sabrina dan mengatakan yang sejujurnya, mungkin sepulang reuni ia akan langsung menemui Sabrina. Seandainya saja. Ame bersyukur masih memiliki rasa malu dan adab soal kesopanan. Jika saja dia menghilangkan rasa malunya dan kesopanan yang ia pegang teguh, mungkin sekarang ia berada di rumah Sabrina dan bertanya banyak hal padanya.
Ame menyerah. Bukan matanya yang sudah mengantuk, tapi pertanyaan yang berada dipikirannya tidak kunjung menemukan jawaban. Ame memejamkan mata namun pikirannya masih tetap ramai. Jika Bu Nadya tidak mengenali Sabrina karena namanya, apa mungkin beliau mengenali Sabrina melalui fotonya? Pikir Ame tiba tiba. Tentu saja! Bu Nadya belum melihat foto Sabrina! Siapa tahu saat Bu Nadya melihat foto Sabrina, ia akan mengenalnya! Ame bertekad, bahwa ia akan mendapatkan foto Sabrina besok. Harus besok.
***
Ame berangkat ke rumah seperti biasanya. Menurut Ame, ini hari yang sangat membuatnya antusias karena ia ingin kembali ke ruangan yang penuh kaca. Ame sendiri menemukan foto Sabrina di ruangan yang dipenuhi kaca itu. Jadi ia ingin kembali kesana, mengambil foto itu menggunakan smartphonenya, dan segera bertemu dosennya. Perasaannya sangat berdebar, namun ia mencoba bersikap seperti biasanya.
Namun ada kemungkinan masalah lainnya. Dulu pertama kali Ame menemukan ruangan kaca adalah saat mencari Rosalie. Masalahnya adalah, sekarang Rosalie telah menerima kehadiran Ame. Rosalie dan Ame perlahan lahan menjadi dekat. Mereka berdua sering menghabiskan waktu bersama seperti di rumah kaca atau di perpustakaan. Jika nanti, misalnya Rosalie mengajak Ame untuk menemaninya di perpustakaan atau di tempat lain, bagaimana cara Ame ke ruangan kaca dan mengambil foto Sabrina? Sedari tadi, Ame terus memikirkan kemungkinan kemungkinan ya kira kira akan terjadi dan bagaimana ia akan menghadapinya. Ia tidak mungkin jujur bukan, pada Rosalie terkait tujuannya yang sebenarnya.
Ame memasuki rumah Sabrina. Ia yang telah sampai ke ruang tamu memandang sekeliling. Yes! Sepertinya tidak ada tanda tanda orang! batinnya. Kemudian ia segera naik ke lantai dua melewati lorong dan lukisan yang aneh itu. Matanya memindai sebentar keadaan, lalu menuju kamar Rosalie dengan cepat dan menemukan bahwa kamar itu kosong. Ame bersorak dalam hatinya, bahagia sekaligus bersyukur. Ia berharap apa yang ia ingin lakukan kali ini lancar.
Setelah memindai lantai dua, Ame segera turun ke ruang tamu dimana ruangan kaca terletak. Saat tangannya hampir meraih pintu kedua, tiba tiba seseorang mendekatinya. Seorang laki laki yang terlihat masih remaja. Umurnya terlihat seperti, sekitar dua sampai tiga tahun di bawah Ame. Fisiknya kurus namun potongan rambutnya rapi. Bahkan walaupun badannya kurus, remaja itu terlihat bersih dan terawat. Tidak berantakan.
“Sedang apa disini?” tanya nya langsung pada Ame. Ame yang sangat terkejut mencoba menahan matanya yang sedikit terbelalak namun tetap berusaha tersenyum. Ame mengurungkan niatnya membuka pintu dan berbalik, mencoba melihat si sumber suara. Ia tidak berani untuk langsung menatap si laki laki yang terlihat seperti bocah remaja itu. Namun beberapa saat setelah rasa terkejutnya hilang, ia mencoba berani. Lagi pula Ame kan tidak sedang berusaha mencuri sesuatu. Ia hanya ingin ke ruangan kaca untuk mendapatkan foto Sabrina dengan smartphonenya. Bukan fotonya diambil utuh.
“Emm aku ingin berkaca sebentar di ruangan itu,” jawab Ame, berusaha terlihat natural.
“Bagaimana kamu tahu disitu ruangan kaca?” tanya laki laki yang terlihat seperti bocah remaja itu. Nada suaranya terdengar sangat mencurigai Ame.
“Jadi saat itu aku sedang mencari Rosalie. Aku mencarinya kemana mana, termasuk eemmm…tidak sengaja ke ruangan cermin itu. Kupikir Rosalie di ruangan kaca,” kali ini Ame jujur.
“Ohhh begitu. Apa kamu pernah ke pintu pertama? Masuk kesana?” tanyanya lagi.
Ame menggeleng.
“Kalau gitu berarti kita sama. Aku juga belum pernah ke pintu pertama. Aku sangat pensaran, tapi Sabrina melarangku,”
“Apa Sabrina juga melarang penghuni yang lain?”
“Seberapa jauh kamu tahu soal penghuni yang lain?”
“Tidak ada. Aku hanya menebak dari emm lukisan atau foto itu,” jawab Ame. Matanya mengarah lukisan besar di ruang tamu. Lukisan para penghuni yang beberapa sudah ditemuinya.