Sudah berhari hari setelah Ame menginap di tempat Lu. Walaupun hasilnya tidak seperti yang ia bayangkan, tapi ia merasa cukup puas. Ame merasa bahwa dirinya harus berhenti untuk mencurigai Sabrina atau apapun di rumah itu. Kini ia hanya ingin fokus bekerja hingga kontraknya selesai karena kakaknya juga belum mendapatkan pekerjaan lagi. Ame juga berharap bahwa ia bisa membujuk Rosalie agar pergi di rumah Sabrina (secara baik baik tentu saja) dan tinggal bersama pasangan tua yang berada depan rumah Ame. Entah kenapa Ame berpikiran seperti itu. Ia hanya ingin Rosalie tinggal di tempat yang tidak mencurigakan.
Sekarang Ame sedang membaca buku bersama Rosalie di perpustakaan. Ame sedang membaca buku pemberian Rosalie dan Rosalie sendiri sedang membaca buku lain. Suasananya begitu hening sehingga suara buku yang di balik saja dapat terdengar. Namun beberapa saat kemudian, terdengar sebuah ketukan di pintu perpustakaan. Rosalie menatap Ame sebentar. Tentu saja Ame hanya mengangkat bahu dan menggeleng. Ia memilih menjawab dengan ‘isyarat tidak tahu’ dari pada harus berurusan dengan penghuni lain. Lagi pula Ame memang tidak tahu siapa yang mengetuk pintu perpustakan.
“Masuk,” kata Rosalie.
Setelah Rosalie memberi jawaban, pintu perpustakaan terbuka. Ame memerhatikan pintu itu lekat lekat. Disana, muncul seorang gadis pemalu yang menggunakan kacamata tebal. Giginya di behel dan rambutnya di kucir dua. Saat masuk, ia terus menunduk dan menyembunyikan tangannya. Suaranya bahkan kecil dan sekarang sedikit tergagap untuk berbicara.
“Na...na...ya, boleh ikutaaan ba...ca buku di...sini?” tanyanya dengan gugup.
Naya?! Naya yang waktu itu bersikap seperti anak kecil?! batin Ame. Sejujurnya Ame masih belum percaya dengan apa yang di lihatnya. Namun ia berusaha agar terlihat biasa saja. Ia juga tidak ingin Rosalie mencurigainya. Rosalie menatap Ame sebentar. Arti tatapan matanya cukup sulit di artikan. Bisa jadi meminta pendapat Ame tapi juga bisa menyelidiki Ame. Namun akhirnya Rosalie memutuskan untuk membiarkan Naya masuk ke perpustakaan.
Naya masuk ke perpustakaan dengan malu malu. Ia langsung mencari tempat yang jauh dari Ame dan Rosalie. Dengan sangat cepat, ia sudah membuka buku dan membacanya. Seperti berkata ‘jangan lihat aku dan jangan ajak aku mengobrol’. Rosalie kemudian melanjutkan bacaannya. Sedangkan Ame, justru semakin bertanya tanya. Sekarang ada banyak sekali pertanyaan di benaknya. Kenapa saat dirinya ingin mencoba berpikiran positif, malah ada saja kejadian aneh yang membuat dirinya ingin banyak bertanya dan memancing rasa curiganya.
Apa Naya hanya berpura pura? Apa dia sedang bermain peran seperti Mara waktu itu? Atau apa? Kenapa dia benar benar menjadi orang yang benar benar berbeda? Apa aku tanya saja langsung?, pikir Ame. Kini ia tidak bisa fokus membaca karena pertanyaan pertanyaan yang terus bermunculan.
Ame mencoba mencari kesempatan untuk bertanya pada Naya. Ia tidak ingin terlihat terlalu mencolok dan tetap natural. Mungkin nanti saat Rosalie tidur siang, ia akan bertanya pada Naya. Apakah dia mengingat dirinya yang menjadi anak kecil? Apakah dia ingat pernah bertemu Ame di taman?
***
Seperti biasa, Rosalie tidur siang di kamarnya. Ini adalah kesempatan emas untuk Ame. Ame kembali perpustakaan berharap bisa bertemu dengan Naya. Ame terus memanggil manggil Naya dengan suara lirih, tapi tidak ketemu. Kemudian Ame berpindah pencarian ke area taman. Betapa beruntungnya Ame, bahwa ternyata ada Naya disana. Tapi Naya yang mengetahui kedatangan Ame, justru langsung menghindar dan pergi. Tentu saja Ame segera mencegahnya.
“Hai Naya, apa masih mengingatku? Kita pernah bertemu di sini. Waktu itu kamu menggunakan baju lucu seperti anak anak,” ucap Ame hati hati namun langsung pada intinya.
Naya hanya menatap Ame dengan kebingungan. Kemudian ia menggeleng.
“Maaf kakak itu siapa ya? Kurasa kita baru bertemu di perpustakaan tadi,”
“Kamu serius tidak mengingatku?”
“Enggak,” jawab Naya dengan ekspresi polos. Ia sepertinya benar benar tidak ingat.
Ame menyerah. Ia sepertinya tidak bisa memaksa Naya lagi. Naya terlihat sangat meyakinkan saat menjawab. Itu membuat Ame justru merasa bersalah jika memaksa Naya. Kemudian Ame berterima kasih dan mempersilahkan Naya untuk pergi. Namun sebelum pergi Naya mengatakan sesuatu kepada Ame. Apa yang di katakan Naya itu membuat dirinya cukup kaget.
"Di kamarku ada sepaket baju pink, tapi aku tidak tahu itu punya siapa,” ucap Naya dengan wajah polosnya.
Ame merasa familiar dengan hal ini. Ia merasa pernah mengetahui ada orang dengan kisah yang hampir sama saat ia membaca jurnal. Bahkan ia pernah menonton dan membaca sesuatu terkait peristiwa ini. Apakah mungkin jika Naya ini memiliki...apakah?
***
Beberapa hari yang lalu.
Ame berjalan ke ruang makan bersama Lu. Tangan Ame masih di genggaman Lu. Entah kenapa walau terkesan seperti menarik tangan Ame, ia tidak merasakan sakit sama sekali dan itu membuat dirinya nyaman pikiran yang sempat teralihkan tadi segera ditepis Ame. Ia berkali kali mencoba untuk fokus pada tujuannya kesini.
Setelah pengusiran pikiran pikiran yang sempat menganggunya, akhirnya mereka sampai di ruang makan. Ternyata Lu benar, bahkan sangat benar. Keluarganya ramai dan sangat banyak orang. Tentu saja semua orang memerhatikan Ame dan Lu. Apalagi Lu menggandeng tangan Ame.
“Pacar baru Lu?”
“Tumben bawa pacar!”
“Kenal dimana hah?!”
“Belum dapat kerjaan pasti aja udah pacaran,”
“Dari kapan? Udah lama?”
Pertanyaan itu muncul secara spontan dari keluarga Lu. Mereka sangat ramai dan banyak bercanda. Lu hanya menggelengkan kepalanya dan tersenyum. Ia menarikku untuk duduk di kursi yang berada di sebelahnya. Kemudian Lu mengobrol dengan saudaranya yang lain dan memperkenalkan Ame. Ya ampun mereka benar benar ramai. Mereka bahkan banyak bercanda dan asik mengobrol dengan anggota keluarga lainnya. Ame yang melihat pemandangan ini jadi teringat kakaknya di rumah. Mungkin sekarang kakaknya sedang makan sendirian. Makan berdua di rumah saja terasa sangat sepi, apalagi jika makan sendirian. Tiba tiba Ame menjadi rindu rumah. Kenapa tiba tiba perasaannya menjadi sangat sensitif? Mungkin saja karena ia lelah.
Setelah acara makan makan, beberapa orang datang menghampiri Ame. mereka bertanya banyak hal pada Ame. Namun Lu tidak memperbolehkan mereka untuk kenal dengan Ame dan ia segera ditarik keluar oleh Lu. Saudara Lu terlihat kecewa namun mereka tetap menghargai keinginan Lu.
“Maafkan saudara saudara ku. Mereka terkadang terlalu ya...berisik,”
“Haha tidak apa apa Lu. Aku maklum. Rasanya benar benar luar biasa ya memiliki banyak saudara,”
“Jika ada lain kesempatan, ajak kakakmu untuk bergabung,”
Ame mengangguk berterima kasih.
“Oh ya, ibuku ada di ruang tamu. Mau langsung kesana?”
“Emm okay” Ame mengangguk mengiyakan. Perasaannya sedikit gugup.
Saat ke ruang tamu, Ame langsung melihat ibu Lu duduk di sana. Kemudian Ame bersalaman dan memperkenalkan diri.
“Silahkan duduk,” ujar ibu Lu yang bjuga bisa di panggil dengan sebutan Tante Miya.
Ame mengangguk tersenyum dan berterima kasih.