Ame datang ke rumah Sabrina pukul tiga sore. Ini sesuai dengan undangan yang diberikan untuk Ame oleh Sabrina. Sebenarnya ia ingin mengajak kakaknya tapi tidak jadi. Tentu saja, Ame telah berdiskusi dengan kakaknya perihal pengunduran dirinya. Namun Ame tidak menjelaskan secara detail kenapa, karena ia tak ingin kakaknya menjadi khawatir. Yang terpenting adalah, Ame sudah berhenti bekerja dari tempat Sabrina. Yah sebentar lagi misteri misteri rumah ini dan penghuninya akan selesai. Harapannya setelah ini, rasa penasarannya akan ikut hilang juga.
Ame dijemput oleh bapak penjaga seperti biasanya. Di perjalanan, Ame tidak berhenti menatap pemandangan yang ia lewati. Mungkin ia tidak akan pernah kesini lagi. Dirinya juga berjanji untuk tidak penasaran atau mengingat lagi soal rumah Sabrina dan penghuninya. Dalam pesta perpisahan yang di adakan Sabrina ini, akan menjadi kenangan terakhir dalam benak Ame. Setelah itu ia akan mengubur semua misteri dan kenangan yang ada. Mungkin ia akan merindukan rumah kaca dan perpustakaan Sabrina. Ah juga lukisan itu. Ia pasti akan sangat merindukannya.
Saat sudah sampai di rumah Sabrina, Ame diberi kertas berwarna merah dan hitam. Surat itu seperti undangan namun kesannya lebih misterius. Mungkinkah ini tema pesta yang akan diadakan Sabrina? Kemudian Ame membuka surat itu. Disana terdapat tulisan ‘ikutilah hitam untuk menemukan pengakhiran dan carilah merah untuk mengerti keabadian’. Ame tersenyum dengan isi surat itu. Dirinya tidak peduli apa maksud dan artinya. Menurutnya ia hanya perlu mengikuti tanda berwarna merah. Yah bisa jadi pilihannya salah.
Ketika masuk rumah, terdapat dua pita yang berlawanan arah. Pita berwarna hitam membawanya ke lantai atas, melewati lorong yang terdapat lukisan favoritnya. Sedangkan pita merah membawanya ke dapur dan ruang makan. Ame sempat ragu dengan pilihannya, namun akhirnya ia mantap. Ia memilih pita hitam dan berjalan menuju lantai dua. Entah kenapa Ame hanya bisa tersenyum karena membayangkan pesta seperti apa yang akan dibuat Sabrina untuknya.
Pita hitam itu mengantarkan Ame menuju ke kamar Bima. Ame tetap berpikiran positif. Siapa tahu pesta itu ada di kamar kecil agar kesannya misterius. Kemudian Ame masuk kamar Bima. Betul sekali tebakan Ame. Ternyata pesta benar benar di adakan disana. Di kamar Bima terdapat beberapa orang berkumpul yang menggunakan jubah. Jubbah itu menutupi wajah mereka.
Namun perasaan insting Ame berkata bahwa itu ancaman. Dalam dirinya berkata bahwa Ame harus pergi dari sini. Ame yang tidak bisa bersuara karena ketakutan segera berbalik untuk meriah gagang pintu dan bermaksud keluar. Tapi ternyata salah satu orang di dalam kamar itu, menyadarinya lebih cepat. Karena itu ia menangkap Ame dan menggenggam tangannya kuat. Semua orang membantu orang yang menangkap Ame. Ame sendiri sudah berusaha memberontak tapi tidak bisa. Ia kalah jumlah dan tenaga.
Badan Ame dibawa ke papan lingkaran yang terdapat tanda merahnya. Papan itu seperti papan yang digunakan untuk permainan dart atau panah. Sebelum ikatan ditangan kirinya mencapi sempurna, Ame mengeluarkan pisau yang selalu ia bawa. Yap betul sekali, itu adalah pisau yang diberikan oleh Bu Nadya untuk dirinya. Ia mengarahkan pisau itu sembarangan. Mereka tampak tenang namun menjaga jarak dengan Ame. Beberapa saat kemudian, mereka semua mendengar teriakan yang sangat nyaring. Suara itu berasal dari kamar Rosalie.
Tidak. Ternyata suara itu tidak hanya terdengar dari kamar Rosalie. Suara itu terdengar dimana mana dan terus bersahutan. Orang orang berjubah hitam itu segera keluar kamar. Mereka hanya menyisakan dua anggota untuk Ame. Ame berpikir bahwa ia harus segera menyelesaikan ini. Ini adalah kesempatannya untuk keluar dari kamar ini. Siapapun yang sudah berteriak tadi, Ame benar benar berterima kasih. Dua orang berjubah yang di kamar Bima tadi mengambil kapak yang memang sudah tergantung di sana. Satunya lagi membawa gergaji panjang. Ya ampun, apakah ini benar benar pesta yang dibuat Sabrina? Sabrina ingin membunuh Ame? Buat apa dan kenapa?
Ame hanya mengandalkan pisau kecil yang ia genggam dengan sangat kuat. Nafasnya tersengal dan dirinya sangat ketakutan. Ame mencoba mengarah ke pintu perlahan tetap dengan mengacungkan tangannya. Saat tangan satunya hampir memegang gagang pintu untuk membukanya, si pembawa kapak menyerang Ame secara membabi buta. Ame tentu saja menghindar. Saat menghindar, ia juga mengambil kursi untuk dijadikan perisainya. Ame mencoba kembali untuk berjalan ke pintu.
“Siapa kalian?! Kenapa kalian ini melakukan ini?!” tanya Ame dengan berteriak. Sekarang ia benar benar ketakutan. Sekali lagi, tangan Ame hampir meraih gagang pintu. Satu…dua…dan ia berhasil. Ame yang dapat meraih gagang pintu segera membukanya dan berbalik badan. Saat berbalik badan, salah satu pembawa kapak menyerang Ame. Punggung Ame tergores ujung kapak itu. Lukanya cukup dalam dan itu membuat Ame pusing. Tapi ia berusaha mengembalikan kewarasannya. Ame tidak ingin mati sekarang apalagi disini. Ia segera menutup pintu itu dan gedoran dari terdengar keras sekali. Salah satu dari merusak pintu dengan kapaknya. Tangan ame juga sudah sanggup menahan gagang pintu lagi.
Disaat saat seperti itu, Ame membuka smartphonenya. Walaupun di rumah itu sinyal hampi tidak ada, ia mencoba menghubungi seseorang dan memintanya datang sekarang. Untungnya orang itu segera mengiyakan dan menghampiri Ame secepatnya. Kini Ame hanya mencari Rosalie. Namun entah kenapa Ame tidak mencurigai Rosalie sama sekali. Bagaimana jika salah satu di antara manusia berjubah adalah Rosalie? Tapi dari tingginya kemungkinan tidak ada Rosalie disana.
Ame benar benar bingung dengan apa yang harus ia lakukan sekarang. Namun akhirnya ia melepas pintu itu dan bersiap siap dengan kursi yang dibawanya. Saat orang itu keluar, Ame memukulnya dengan kursi. Orang satunya terhuyung dan Ame merebut kapaknya dengan susah payah. Setelah mendapatkan kapak itu, Ame mengacungkannya dan sesekali mengarahkannya dengan acak. Brutal. Kedua manusia berjubah itu semakin mundur. Kemudian dengan berani, Ame menyerang mereka. Nyawanya sudah berada dalam bahaya dan ia ingin selamat. Namun serangan Ame hanya bermaksud melukai, agar dapat memperlambat gerakan dan kesempatan itu ingin di gunakannya untuk kabur. Ia tidak ingin sampai mebunuh kedua orang itu.
Serangan Ame berhasil melukai satu orang di bagian tangannya. Ternyata kapak itu tajam sekali karena ada banyak sekali darah yang megalir ditangan orang berjubah itu. Namun yang paling membuat Ame kaget dan mual adalah, tangan itu juga ikut terpotong. Karena hal itu Ame justru semakin gemetar dan ketakutan. Tapi ia tidak peduli karena ia ingin tetap hidup. Orang berjubah yang tangannya terpotong tadi berteriak dengan sangat keras dan kemudian ia pingsan. Ame juga baru sadar, bahwa mungkin penyerangannya kali ini sangat serius hingga bisa memotong tangan manusia. Seandainya saja tadi serangan itu dilakukan sungguh sungguh pada tubuhnya, mungkin sekarang Ame sudah terbelah menjadi dua.
Orang berjubah satunya lagi seperti kesal dengan Ame. Kali ini gergajinya yang ia bawa terus di arahkan pada Ame. Serangannya kali ini lebih mengerikan dari pada tadi. Serangannya benar benar brutal. Ia hanya ingin Ame mati secepatnya.
Namun Ame juga tidak mau kalah. Ia juga mengayunkan kapaknya untuk menyerang orang itu. Namun di sisi lain, Ame berteriak memanggil Alfa dan Mara. Jika mereka berdua muncul, berarti setidaknya Ame bisa percaya pada mereka. Setelah berkali kali memanggil, Alfa muncul juga. Ia terlihat sangat ketakutan.
“Alfa tolong…”
“Aku tidak boleh menolongmu Ame. Aku hanya mengikuti perintah,” jawab Alfa.
Ame menatap Alfa memohon.
“Kamu tidak harus membantuku sekarang. Tapi tolong kumpulkan Mara dan penghuni lain yang tersisa,”
Alfa terdiam sebentar. Kemudian orang yang berjubah itu melihat Alfa dan menghampirinya. Sepertinya ia ingin membunuh Alfa juga agar tidak mengumpulkan penghuni lain atau untuk alasan yang lainnya. Saat perhatian orang berjubah itu teralihkan, Ame langsung menyerangnya. Ame menyerang kepala orang itu dan kapak itu masuk ke bagian hampir separuh kepala orang tersebut. Kemudian ia jatuh tak sadarkan diri. Ame bergidik ngeri. Ia tidak pernah menyangka bahwa kapak ini akan sangat tajam. Mungkin perpaduan antara insting untuk bertahan dan kapak tajam merupaka kolaborasi yang tepat.
Alfa menatap Ame ketakutan.
“Aku tidak akan membunuhmu atau melukaimu,” ucap Ame mencoba meyakinkan Alfa. Kini punggungnya terasa sangat sakit dan nyeri. Bahkan kepalanya sudah pusing dan matanya juga berkunang kunang.
“Aku…aku tidak tahu harus apa,”
“Ingin pergi dari sini?” tanya Ame tiba tiba. Ia hanya tidak tega pada Alfa yang sepertinya hidup dalam ketakutan dan tekanan.
Mendengar pertanyaan Ame, Alfa langsung mengiyakan.
“Ajak Mara, Naya dan anak satunya lagi,”
Alfa mengangguk dan mencari mereka. Setelah semua terkumpul, Ame mengantar mereka ke bawah dan menuju halaman rumah. Mereka berlari sebisa mungkin. Di saat yang bersamaan, mobil seseorang datang. Mobil itu dikendarai oleh Lu. Ame berkata pada Lu untuk membawa mereka untuk pergi jauh dari sini. Ia berjanji akan menyusul dan menghubungi Lu nanti. Sekarang ia perlu mencari Rosalie.