Dirumah Rendra, (sudut pandang Rendra)
Malam yang begitu sunyi membuat salju sangat rela untuk berkali-kali dijatuhkan ke bumi oleh sang Pencipta. Mencair karena matahari, terinjak oleh ribuan kaki dan akhirnya hilang tak bersisa. Sangat cocok untuk menggambarkan diriku ini, hidup di negeri orang seorang diri dan sekarang? aku tidak bisa berbuat apa-apa setelah pemerintah mencabut izin kerjaku sampai Americanesia berhasil dilaksanakan. Aku menyesal, sangat menyesal, aku hanya ingin waktu kembali bisa beputar kebelakang sehingga aku bisa mempebaiki kefatalan ini. Aku tidak penah menyangka bahwa ketetarikanku tehadap dunia obat-obatan ternyata mengantarkanku ke gerbang kematian.
Tepat setelah lulus kuliah, hari dimana aku mengiyakan permintaan ayahku untuk tetap berada disini dengan alasan agar aku bisa memiliki pekerjaan yang mapan sehingga ketika aku pulang ke Indonesia aku bisa dengan mudah menjalani hidup disana tanpa mengkhawatirkan soalan tentang materi.
Tetapi semua tidak berjalan sesuai rencana, nafsu duniawikulah asal muasalnya. Hanya demi mengikuti permintaan ayahku akhirnya aku sampai menjadi orang yang terlalu ambisius untuk mengejar kesuksesan dengan cara yang salah. Aku diam-diam masuk ke dalam tim gabungan pencetus Americanesia. Awalnya aku hanya berniat untuk menjadi bagian dari kerjasama ini karena beberapa alasan. Yang pertama karena ayahku sendiri yang bersikeras ingin melihatku menjadi pemuda yang sukses di negeri orang. Ayahku sendiri juga teman dari Mr. Jack, entah bagaimana mereka kenal tetapi sudah bisa dipastikan bahwa pertemanan mereka layaknya kakak beradik. Keadaan negara Indonesia yang kacau menambah keinginan ayahku untuk memiliki seorag anak yang bisa dibanggakan.
Pada saat itu Mr. Jack yang langsung mengajakku untuk masuk ke dalam tim gabungan Americanesia. Tetapi pada awalnya rencananya hanya untuk sama-sama menguji khasiat obat tersebut. Obat yang setahuku untuk menyembuhkan salah satu pasien dengan penyakit langka di RSU Massachusetts.. Tetapi ternyata Amerika lebih kejam dari yang kukira, mereka malah menjadikan bangsa Indonesia sebagai obyek pengujian obat tersebut. Sungguh, genosida dengan seni medis telah menunggu didepan mata.
Kini aku sangat menyesal telah diam-diam membohongi Nay mengenai hal ini. Berpura-pura tidak tahu sama sekali layaknya Pak Tua yang sudah pikun terhadap dunia. Dan saat aku mencoba untuk membantu Nay memecahkan semuanya secara diam-diam tentang kematian Paman Foster tetapi malah tertangkap basah oleh kepolisian setempat yang berakhir pencabutan sementara izin kerjaku. Sekarang apa yang harus kulakukan, bagaimana bila mereka mengucilkanku jika aku berkata jujur?.
Keadaan ini membuatku rindu akan hadirnya Ibu didalam hidupku. Kutahan air mata yang mencoba melewati batas bagian bawah mataku. Sungguh, sesosok Ibu lebih berarti daripada ribuan nyawa yang bersikap seperti peduli tetapi nyatanya tidak sama sekali.