Setelah berganti baju dan bersih-bersih, aku membaringkan tubuhku di atas kasur, tangan meraih ponsel yang tergeletak di samping kiriku, kemudian membuka aplikasi WhatsApp dan mengirim pesan kepada Eira.
-------------------------------------------
Chat
Biyya:
Gue udah sampe rumah
Eira:
Syukurlah kalau udah sampe.
Lo lagi apa Bi?
Biyya:
Rebahan
Eira:
Anjir
Pesan terakhir dari Eira pun tidak kubalas, aku justru tertidur nyenyak dengan lagu korea yang kuputar dengan volume lumayan kencang. Tidak lama teriakan kak Andraste mengalahkan volume lagu yang kuputar, karena tidak ada sahutan dariku, dengan terpaksa kak Andraste pergi menuju kamarku.
Saat kak Andraste membuka pintu kamarku, dia langsung menggelengkan kepalanya saat melihat aku sudah tertidur pulas, dia pun berjalan menuju sumber lagu tersebut, kemudian mematikannya.
“Kebiasaan banget sih lu dek kalau nyetel lagu kenceng banget, mana gue kagak ngarti lagi lagunya,” gerutunya yang kemudian keluar kamar dan kembali menutup pintu kamarku.
*****
Kini jam sudah menunjukkan pukul 16.50, tangan kiriku bergerak perlahan mencari ponsel dengan mata yang masih tertutup. Perlahan mataku mulai terbuka, aku menatap layar ponsel tersebut, betapa terkejutnya aku saat melihat notifikasi email dari Trans7, seketika mata sipitku langsung membulat, aku langsung bangkit dari tidur dan duduk di atas kasur. Perlahan aku membuka email tersebut dan ternyata berita bahagia datang juga, aku diterima kerja di Trans7 sebagai wartawan dan besok aku sudah bisa mulai bekerja.
“Alhamdulillah akhirnya gue keterima juga di Trans7 setelah penolakan tahun lalu, terimakasih ya Allah,” ujarku sumringah.
Aku menatap ponsel dengan senyum lebar yang membuat mataku semakin sipit.
“Mandi ah,” ujarku dengan langkah setengah menari dan bersenandung.
Selesai mandi, aku jalan ke ruang keluarga dan duduk di samping kak Andraste dengan wajah yang masih tersenyum, membuat kak Andraste memicingkan matanya dan menatapku aneh.
“Kenapa lo?” tanya kak Andraste bingung.
“Gak apa-apa,” jawabku tersenyum.
“Lo sakit?” tanya kak Andraste yang langsung memegang jidatku.
“Nggak aa ku sayang,” jawabku yang menyingkirkan tangan sang kakak.
“Aneh lu! Pala lo kejedot ya?”
Aku hanya menggeleng dan masih tersenyum.
“Lo ngapa sih dek? Nyeremin bego lu! Ke psikiater yu, gue temenin dah”.