AMERTA

sastradanpena
Chapter #2

Bukan Manusia Biasa

Seperti yang diminta Reyhan kemarin, Dara datang tepat waktu untuk menemui Reyhan di ruangannya. Begitu masuk ke ruangan dosen muda itu, Dara tertegun dengan ornamen budaya yang tampak indah di balik lemari kaca. Ruangan Reyhan ini lebih pantas disebut sebagai perpustakaan sekaligus museum mini yang tersembunyi di dalam kampus.

“Silakan duduk.” Interupsi Reyhan, membuat Dara menghentikan kekagumannya pada setiap sudut ruangan ini dan duduk di sofa ruangan, tepat di hadapan Reyhan. “Terima kasih sudah datang hari ini.” Kata Reyhan.

Dara tersenyum manis, “Saya yang seharusnya berterima kasih sama Bapak, karena sudah menawari saya untuk bergabung di penelitian ini.”

Reyhan tersenyum dan mengangguk, ia menyerahkan dokumen berjudul Cakra Waktu kepada Dara. “Dokumen ini berisi tentang cakra waktu yang akan kita teliti. Kebetulan, selama ini saya dan tim baru menemukan sedikit informasi mengenai artefak tersebut. Jadi, kita bisa melanjutkan lagi untuk menggali lebih dalam mengenai temuan.” Ucapnya menjelaskan.

Dara tertegun begitu mendengar kalimat ‘kita bisa melanjutkan’, seketika ia menatap Reyhan dengan tatapan bingung. “Kita? Berarti hanya berdua?”

Reyhan mengangguk cepat, “Sebenarnya tim saya tidak terlalu tertarik meneliti artefak ini. Entah mungkin karena bentuknya yang terlihat sama dengan jam pasir yang bisa kita beli di pasaran, atau memang kurang menarik saja. Tapi bagi saya, artefak ini harus kita caritahu lebih dalam, karena saya yakin ada sesuatu yang tersembunyi di artefak ini. Untuk itu saya mencari seorang asisten untuk membantu selama saya meneliti cakra waktu.”

Dara terdiam sejenak, ia mulai berpikir dua kali untuk menerima tawaran ini. Pertama, jika memang tim penelitian tidak tertarik untuk menggali informasi lebih dalam mengenai artefak ini, untuk apa Reyhan bersikeras meneliti seorang diri? Apalagi jika ini berkaitan dengan harta benda peninggalan kerajaan kuno, seharusnya mendapat izin dan perlindungan ketat dari pemerintah dan organisasi penelitian arkeologi dan sejarah budaya. Kedua, jika memang tim Reyhan, termasuk organisasi penelitian memilih untuk menghentikan penelitian, berarti mereka memang sudah menemukan jawaban bahwa ini hanya peninggalan semata—hanya warisan kerajaan kuno yang biasa, bukanlah sesuatu yang perlu digali lebih dalam lagi. Dara merasa ada sesuatu yang janggal. Akan tetapi, ia tak tahu apa itu.

“Dara?”

“Ah, iya, Pak?”

“Gimana, kamu bersedia?”

Dara sekali lagi diam, ia tenggelam dalam pikirannya sendiri. Banyak hal yang harus ia pertimbangkan, termasuk kemajuan skripsinya yang ia harap bisa selesai tepat waktu.

Menyadari kebingungan Dara, Reyhan berkata, “kamu gak perlu mengkhawatirkan perizinan ataupun yang lainnya. Semua sudah saya urus, kita tinggal menjalaninya saja. Bukankah penelitian ini juga berpengaruh baik untuk skripsi kamu?”

Pertanyaan itu membuat Dara tertegun, ia seakan dikunci rapat agar tidak bisa berlari ke mana-mana. Ditambah lagi tatapan Reyhan yang begitu mengintimidasi di balik senyumnya yang terukir. Dara seperti sedang dihipnotis untuk mengatakan iya, arti dari setuju.

“Saya bersedia.” Dua kata itu akhirnya ia ucapkan dengan hati yang resah.

“Kalau begitu, kamu bawa dokumen ini untuk kamu pelajari. Besok kita akan mulai penelitian di rumah saya. Saya akan kirimkan alamatnya ke kamu.” Reyhan berdiri, diikuti Dara. “Oiya, umur kita gak selisih jauh. Saya baru 27 tahun, kamu?”

“23.” Balas Dara.

“Bisa kita bicara santai?”

Dara mengangguk ragu, “Boleh, Pak.”

“Reyhan aja.”

“Ba ... baik, Reyhan?”

Reyhan tersenyum, ia membawa beberapa buku, seperti hendak masuk ke kelas selanjutnya. Keduanya sama-sama berjalan keluar dari ruangan dan berhenti tepat di depan pintu ruangan Reyhan yang sudah tertutup. “Kamu bisa melanjutkan kelas kamu hari ini. Kita akan ketemu besok.”

“Baik, Rey, makasih.”

Kemudian, Reyhan berlalu meninggalkan banyak pertanyaan di benak Dara. Semangat yang kemarin menggebu tiba-tiba berganti dengan keresahan yang bertengger di kepalanya. Dara merasakan ada sesuatu yang janggal pada Reyhan dan penelitiannya ini. Ia takut ada sesuatu yang lain yang mengancamnya sebagai mahasiswa. Misalnya, jika penelitian ini tidak disetujui pihak terkait, skripsinya tak akan bisa dilanjutkan, sebab Dara terlibat penelitian ilegal bersama dosennya. Ia takut itu terjadi.

.........

Satu kata yang mewakili Dara hari ini, MENAKJUBKAN! Begitu ia sampai di rumah Reyhan yang mewah, Dara dikejutkan lagi dengan ruang kerja Reyhan yang begitu luas dan terdapat banyak sekali naskah-naskah kuno yang berjejer rapi di rak. Ruangan itu sungguh sangat nyaman ditempati. Sebuah sofa empuk berwarna hitam berada di tengah ruangan. Sementara rak buku seolah menjadi dinding memenuhi setiap sudut ruangan. Tepat di samping meja yang Dara yakini adalah tempat Reyhan bekerja, di belakangnya terdapat lemari khusus untuk menyimpan barang antik yang mustahil ditemukan di zaman sekarang, seperti furniture gaya barique yang populer di Eropa pada ratusan tahun yang lalu: jam gantung dan jam meja yang memiliki mekanisme rumit dan desain yang sangat dekoratif, melihat detailnya dari dekat tak bisa menghentikan kekaguman Dara: kemudian, ada buku-buku cetakan dari abad ke-18, di antaranya ada edisi pertama dari karya-karya penulis terkenal pada masa itu dan mustahil ditemukan di zaman modern ini. Semua itu cukup Dara ketahui dari pengalamannya belajar bersama mendiang ayahnya. Ia tak habis pikir, darimana Reyhan menemukan barang-barang langka semewah ini?

Di samping kirinya, terdapat jendela setinggi 2 meter yang menghadap langsung ke area taman halaman depan rumah. Jendela tanpa tirai itu bergaya Eropa dan nampak elegan. Ditambah lagi area taman yang menghadirkan pemandangan indah dengan patung pancuran berbentuk kuda yang tengah berdiri, serta bunga-bunga mawar putih yang mekar. Dara berpikir, jika saja ini rumahnya, ia rela untuk tidak keluar selama apa pun sebab rumahnya senyaman dan seindah ini. Gaya rumah ini sangat cocok dengan Reyhan yang tampak misterius, berkarisma, dan memiliki aura yang memikat. Pikiran nakal lainnya yang membuat Dara tertawa adalah: sekaya apa Reyhan sampai bisa memiliki rumah dan barang-barang semewah ini? Perlukah dirinya meminta tips agar bisa memiliki semua ini?

Dara tak berhenti menganga dan berdecak kagum. Ia seperti berada di ruangan era 80-an, mirip film-film sejarah yang selalu ia tonton. Tapi Dara tidak bisa menampik kengeriannya karena rumah ini didominasi warna hitam. Rumah ini seolah memancarkan aura berbeda begitu berada di dalamnya. Dara terhipnotis oleh setiap sudut ruangan yang begitu mewah. Mulai dari warna tembok, hingga perabotan, semua tampak misterius dan mahal. Dan satu hal lain yang membuat Dara sempat tertegun sejenak, rumah ini begitu sepi dan sunyi. Bertahun-tahun ia tinggal seorang diri, Dara tak pernah merasakan sesunyi ini ketika berada di sebuah rumah.

Penelitian tentang cakra waktu yang dilakukan Reyhan dan Dara berjalan melalui beberapa tahap yang terstruktur dan mendalam, seolah semua ini sudah disiapkan Reyhan matang-matang. Pertama, yang mereka lakukan adalah literatur penelitian. Reyhan dan Dara mulai mengumpulkan buku-buku dan artikel yang berkaitan dengan cakra waktu, artefak kuno, termasuk sejarah kerajaan Sunda Galuh. Mereka mencari informasi dari sumber-sumber seperti “Nagarakretagama” dan “Babad Tanah Jawi” untuk mendapatkan konteks budaya. Dara yang pandai membaca aksara jawa, aksara jawi, dan aksara pallawa yang pernah ia pelajari bersama ayahnya dulu, fasih saat membaca naskah-naskah kuno itu.

Kedua, mereka melakukan pengamatan mendalam terhadap artefak jam pasir cakra waktu. Begitu Reyhan menunjukkan artefak itu padanya, Dara takjub sekaligus merasa takut. Mengapa benda sejarah itu bisa secara pribadi Reyhan gunakan? Bukankah seharusnya artefak itu berada di tempat khusus. Semua ini benar-benar di luar akal, tapi Dara memilih diam dan melanjutkan penelitian demi skripsinya.

Lihat selengkapnya