Amfibi

Justoneday
Chapter #2

2

“Huffttt ….” Hembusan nafas bernada lelah keluar begitu saja dari mulut Amy, dia sangat lelah melihat tumpukan kertas dihadapanya. Dia merasa frustasi melihat naskah-naskah rekaan dari penulis-penulis muda yang tidak memperhatikan ejaan dan struktur yang benar. Alur ceritanya pun sangat klise dan gampang ditebak.

“Kalau tulisan mereka seperti ini semua, siapa yang akan memenangkan lomba ini” Keluh nya. Amy memang sedang mengerjakan project majalah remaja yang sedang mengadakan lomba menulis cerpen. Akan tetapi, cerita yang dikirimkan oleh peserta tidak ada yang memenuhi standarnya. Kebanyakan cerita yang mereka kirim memiliki alur yang berantakan dan sangat gampang ditebak. Tulisan mereka tidak memiliki karakteristik sama sekali. Gaya penulisan mereka hanya mengikuti gaya menulis penulis yang sudah ada, mereka belum bisa mengembangkan suatu cerita dengan gaya menulis mereka sendiri. Tak bisa disalahkan sepenuhnya memang, karena mereka semua masih belajar. Mungkin Amy yang mematok standar terlalu tinggi untuk penulis-penulis muda ini. Amy menyandarkan punggungnya ke kursi, mungkin ia harus beristirahat sejenak dan menjernihkan fikirannya. Ia kemudian beranjak dari tempat duduknya, keluar untuk mencari udara segar. Berada diantara tumpukan kertas dan jutaan file naskah sedikit membuatnya pengap. Ia memang sangat suka membaca fiksi, tapi jika karangannya seperti itu semua dia juga merasa muak.

Amy akhirnya memutuskan untuk membeli kopi di mesin penjual otomatis kemudian menuju taman yang berada di belakang kantornya. Ia duduk disana untuk beberapa saat, menghembuskan nafas dengan keras lalu duduk berselonjoran di kursi taman. Ia melihat jam tangannya. Sudah pukul 11.50 sebentar lagi jam makan siang, untunglah ia bisa berada disini lebih lama. Ia memejamkan matanya menikmati angin bertiup mengenai wajahnya dengan lembut. Tak lama ia memejamkan mata, suara grasak grusuk tertangkap di telinganya diikuti suara samar-samar seseorang memanggilnya.

“Amy … amy…”

Amy membuka mata dan menengok ke belakang. Di sana, ia melihat gerombolan temannya berada di depan kantin kantor melambai kepadanya. Kantin kantor memang berada dibeberapa titik, salah satunya di belakang kantor dekat taman. Amy tersenyum ke arah mereka dan membalas lambaian mereka.

“Apa yang kamu lakukan di sana Amy? Ayo makan siang” Teriak salah satu temannya mengajak makan siang bersama.

“Iya, kalian duluan saja nanti aku menyusul.”

“Oh ya sudah” kata temannya mengiyakan. “Dia memang suka menyendiri” Bisik salah satu temannya.

Amy kembali memperbaiki duduknya dan memejamkan matanya. Ia butuh suasana damai seperti ini untuk menyegarkan fikiranya. Tapi suasana damai itu tidak dapat lama ia rasakan karena seseorang kembali mengganggunya. Beberapa balok es kecil dengan plastik yang membungkusnya kini bertengger di kepalanya. Eddy yang meletakkannya.

“Ini lebih bisa membantu untuk menyegarkan fikiran” kata Eddy “Bagaimana? Segarkan?”

Amy menatap Eddy sinis.

“Heeyy, kenapa kamu selalu menatapku seperti itu? Wajahmu menyeramkan saat berekspresi seperti itu tau.”

“Kenapa bisa disini? Kenapa bisa tau kalau aku ingin menyegarkan fikiran?”

“Aku tahu kamu, kamu selalu seperti ini saat merasa suntuk” Jawab Eddy tanpa menggubris pertanyaan pertama Amy.

Amy memutar bola matanya, tapi tidak menyangga apapun karena yang dikatakan Eddy memang benar. “Bagaimana lamaran kerjamu? Diterima?” Kata Amy mulai melembut pada Eddy.

“Tentu saja.”

Lihat selengkapnya