Amigdala

Haniffia Shafa Mahartanti
Chapter #2

Penyusup, Pengkhianat!

Beberapa hari belakangan, Bagoes terus memikirkan Anjani. Setiap kali Anjani mucul dipikiran Bagoes, jantungnya langsung berdegup dengan cepat. Ia tak tahu mengapa itu terus berulang terjadi pada dirinya. Bagoes seringkali menyangkal, kepada dirinya bahwa ia sedang jatuh cinta.

“Goes, kamu kenapa kok kayaknya kamu bingung begitu? Kamu ndak apa-apa, to?” ucap Bono dengan nada khaatir.

Bagoes terkejut dengan ucapan Bono. Bagoes tak sadar jika ia sedari tadi melamun. Memang toko hari ini lumayan sepi. Pengunjung tak seramai hari kemarin.

“Tidak, aku tidak apa-apa. Mungkin, aku sedikit mengantuk.” Bagoes pun menenangkan Bono agar tak terlalu khawatir pada dirinya.

“Ya sudah, sana cuci muka. Lihat pengunjung mulai berdatangan lagi,” ucap Bono sambil menepuk bahunya.

Bagoes berjalan ke sumur di pasar yang letaknya cukup jauh dari ruko toko milik Darmakusuma. Supaya tak memakan aktu lama, Bagoes pun berlari. Mungkin ini, bukan hari keberuntungan Bagoes, tiba di sana, ia bertemu Wei Li Shi yang sedang bercumbu dengan seorang perempuan. Melihat hal itu, seketika ia perlahan memundurkan langkahnya. Sayang seribu sayang, Wei Li Shi telah menyadari keberadaan Bagoes.

Wei Li Shi melepas ciumannya dengan perempuan itu. Dengan langkah sempoyongan, ia mendekati Bagoes, “Ada keperluan apa kau kemari? Berani-beraninya kau mengganggu.”

Bau alkohol benar-benar tercium dari mulut Wei Li Shi. Matanya pun sangat merah. Sudah pasti, ia mabuk lagi.

“Hei! Jawab! Kau tak bisu bukan?” Wei Li Shi mendorong tubuh Bagoes. Sungguh, ia malas jika harus meladeni orang sepertinya.

“Aku hanya ingin ke kamar mandi. Aku tak punya urusan denganmu,” ucap Bagoes sedikit tegas.

“Namun, kau mengganggu aktivitasku!” Wei Li Shi kembali mendorong Bagoes.

Bagoes menghelas napas. Tak ingin berkonflik, ia langsung kembali menuju toko. Saat Bagoes mulai menjauh, Wei Li Shi masih saja merancau tak jelas.

Bagoes kembali dengan ajah muram. Bono kembali bertanya tentang apa yang terjadi. Bagoes pun menjelaskan tentang kejadian yang terjadi saat ia tiba di sumur pasar. Bono sangat terkejut sampai-sampai ia berteriak dan membuat seluruh pekerja menengok ke arah mereka.

“Memang, Wei Li Shi sudah tak waras!” hina Bono pada Wei Li Shi.

Toko tutup lebih awal daripada biasanya. Bagoes dan Bono memutuskan untuk mencari angin sejenak. Melepas penat setelah bekerja seharian.

Bagoes sangat ingin bertanya tentang Anjani pada Bono. Namun, ia malu.

“Mengapa dari tadi diam saja? Nikmatilah sore yang indah ini. Jarang sekali kita bisa menikmati pemandangan sore hari cerah begini,” celetuk Bono.

Bagoes ragu. Ia takut jika Bono akan curiga kepadanya.

“Itu, No,” ucap Bagoes ragu.

Bono antusias mendengarkan cerita Bagoes, “Ada apa? Cepat ceritakan.”

Bagoes menggaruk kepalanya. Ia pun tiba-tiba menghentikan langkahnya. Bono awalnya tak menyadari jika Bagoes tiba-tiba berhenti. Kemudian, ia menengok ke belakang dan memandang Bagoes dengan wajah tampak bingung.

“Hei! Kamu ini kenapa? Tiba-tiba seperti orang linglung?” Bono kembali menanyakan hal sama. Bono mulai tampak khawatir.

Melihat wajah Bono yang semakin kebingungan, Bagoes mulai tertawa. Bono pun memukul punggung Bono, “Kamu i lo! Malah ketawa! Dasar gendeng!”

Bono mulai kesal dengan Bagoes. Bono pun meninggalkan Bagoes yang masih tertawa di belakang. Bagoes pun segera menghampiri Bono. Ia pun merangkul bahu Bono, “Jangan marah, No! aku kan cuma guyon!

“Gendeng!” gerutu Bono.

Bono kembali melihat Bagoes yang saat ini sedang sumringah tampaknya, “Kamu kenapa, to, sebenarnya? Tadi seperti orang bingung, sekarang malah kesemsem.”

Bagoes tersenyum ketika Bono menanyakan hal itu, “Aku tidak tahu. Mungkin karena kemarin aku bertemu perempuan cantik maka dari itu, sekarang, aku seperti orang gila.”

Bono membelalakan matanya. Bocah lugu seperti Bagoes, bisa juga kasmaran begini. Pikir Bono yang masih terheran-heran.

“Memangnya, siapa perempuan yang telah mencuri hatimu? Biar kutebak, pasti Dewi. Iya, pasti dia. Pekerja perempuan paling cantik di rumah tuan, ya, si Dewi itu!” goda Bono.

Bagoes menggelengkan kepalanya seraya berkata kepada Bono, “Aku kemarin bertemu dengan putri Tuan Darmakusuma. Setelah aku bertemu dengannya, bayang-banyang tentangnya selalu menghantui pikiranku. Memang, ini ya, No, namanya kasmaran?”

Bono terperanjat mendengar perkataan Bagoes. Bono pun tak menggubris perkataan Bagoes. Ia kembali berjalan sambil melihat-lihat sekelilingnya. Bagoes merasa aneh dengan sikap Bono.

“Hei, mengapa kamu tak menjawab apapun? Memangnya ada yang salah?” Setelah Bagoes bercerita tentang hal itu, suasana berubah menjadi canggung. Bono masih tak merespon apapun.

Setiba di rumah Darmakusuma, Bono masih bungkam. Tak ada obrolan selama perjalanan. Bono pun langsung mengerjakan tugasnya seperti biasanya. Bagoes semakin bingung dengan keadaan ini.

“No, sedari tadi kamu belum menjawab pertanyaanku. Memangnya kenapa?” Bagoes melihat Bono yang sibuk memberi pakan para kerbau. Bono masih tak menjawab. Menyadari hal itu, Bagoes pun memilih menjauh dari Bono. Bono tampak sekali sedang tak ingin menjawab pertanyaan tadi.

Tak lama, pekerja lain memanggil Bagoes untuk membawa keranjang sayur yang cukup besar dan dibawa di dapur. Segera, Bagoes pun menghampiri pekerja itu dan mulai mengangkat keranjang sayur tersebut. Saat Bagoes berjalan menuju dapur, ia dikejutkan dengan kehadiran Anjani dengan senyum yang terlukis indah di wajahnya. Bagoes pun seketika mematung. Ia memandang Anjani yang sedang asyik membaca buku di sudut ruangan.

Suara berdeham terdengar dari arah belakang. Bagoes pun spontan menengok ke arah sumber suara. Tuan Darmakusuma yang sedang berdiri di belakangnya sambil merokok.

“Mau apa kau berdiam di sini?” Suara Darmakusuma benar-benar tampak garang. Mendengar itu, Bagoes pun berpamitan dan berjalan menuju dapur. Ia tak tahu sejak kapan Tuan Darmakusuma berdiri di belakangnya.

Bagoes kembali mengambil keranjang sayur yang jumlahnya masih terbilang banyak. Ia kembali teringat tentang perkataan yang ia sampaikan kepada Bono. Bagoes menyadari, jatuh cinta memang bukan perbuatan yang salah. Namun, akan menjadi salah ketika rasa itu dijatuhkan kepada orang yang bukan sederajat dengan kita.

***

Beberapa hari belakangan ini, Tuan Darmakusuma sering berkunjung ke tokonya. Mengamati beberapa pekerja sambil merokok atau mengobrol dengan beberapa pengunjung. Saat Darmakusuma lebih sering berada di toko, Bagoes merasa sedikit tak nyaman. Ia teringat dengan kejadian yang lalu ketika ia tak sengaja memandangi Anjani dan Darmakusuma mengetahui. Semenjak itu, Darmakusuma lebih banyak mengaasinya dibanding pekerja lain. Rasa takut terus menyelimuti Bagoes. Pikiran Bagoes sungguh ramai. Ia terus memikirkan tentang kehidupannya ke depan. Namun, perasaan Bagoes menerka, semakin ia ingin menjauh, perasaan jatuh cinta itu malah terus muncul.

Tiba-tiba saja, datang seorang wanita berpakaian sangat nyentrik dengan langkah grasak-grusuk memasuki toko. Wajahnya benar-benar terlihat marah. Kemudian, ia berjalan ke arah salah satu penjahit perempuan sambil memaki-maki penjahit tersebut. Mengetahui hal itu, Darmakusuma pun mendatangi wanita itu.

“Ada apa, Nona? Tenang dahulu. Coba jelaskan pada saya apa yang salah.” Darmakusuma mencoba menenangkan wanita itu. Ia masih saja memaki penjahit di depannya.

Wanita itu tak menggubris perkataan Darmakusuma. Ia terus mengulang-ulang makiannya.

Darmakusuma masih mencoba menenangkan wanita itu, “Nona, tenang dulu. Coba jelaskan pada saya, apa yang terjadi sehingga nona bisa marah seperti ini.”

Wanita itu akhrinya sedikit menenangkan dirinya. Ia kemudian menunjuk penjahit di depannya, “Katakan padanya! Jika memang ia tak bisa menjahit tak usah berlagak menjadi seorang penjahit! Lihat bajuku ini. Jahitannya benar-benar tak karuan! Saat kupakai benar-benar tak pas di badanku!”

Wanita itu terus merancau di hadapan semua orang, “Baru kali ini, aku menemukan toko seburuk ini! Sia-sia kubayar mahal-mahal hanya untuk baju seburuk ini!”

Mendengar itu, Darmakusuma menatap tajam pekerja itu, “Semua kesalahan yang kami perbuat, kami akan bertanggung jawab. Kami akan mengganti seluruh kerugian yang nona alami.”

Wajah Darmakusuma benar-benar sangat marah. Baru pertama kali ini, Bagoes melihat secara langsung tuannya itu marah. Sangat mengerikan. Seluruh pekerja tak ada yang berani membuka mulut sedikit pun. Mereka hanya menonton. Raut ajah mereka menunjukkan mereka sangat ketakutan. Bagoes kemudian memandangi Bono yang sedang membereskan kain. Ia tampak biasa saja, mungkin Bono biasa melihat hal semacam ini.

Lihat selengkapnya