Amigdala

Haniffia Shafa Mahartanti
Chapter #5

Swastamita

Akhir-akhir ini Bono tak terlihat batang hidungnya. Untungnya, salah satu pekerja memiliki kunci cadangan pintu toko. Bono yang hilang tanpa kabar. Justru, itu yang membuat Bagoes semakin khawatir dengan keadaan Anjani karena ia tak serta merta bisa selalu menjaganya. Anjani juga akhir-akhir ini sedikit sibuk, banyak kelas dan praktikum yang harus ia ambil. Anjani menjadi jarang datang ke toko. Mengenai rencana rancangan pakaian, para pekerja sudah mulai menjahitnya. Toko mulai sedikit kedatangan pengunjung meski hanya dua sampai empat orang saja.

Sedari tadi, Bagoes hanya melamun sambil menggambar acak di kertasnya. Pintu toko tiba-tiba terdengar, Anjani memasuki toko dengan wajah sangat ramah. Para pekerja pun menyambut Anjani dengan sangat ramah. Bagoes hanya terdiam, ia terus bergelut dengan isi kepalanya.

“Goes, memangnya kamu sudah memiliki bayangan tentang pakaian laki-laki?” Anjani bertanya kepada Bagoes dengan suara yang cukup kencang. Hal itu membuat Bagoes sangat kaget. Dengan spontan, Bagoes berdiri dan menyembunyikan gambarannya.

Bagoes menjadi kikuk di hadapan Anjani. Sebaliknya, Anjani malah tertawa melihat Bagoes. Ia tampak lucu ketika salah tingkah seperti itu. Para pekerja pun lantas menggoda Bagoes, “Goes, Goes, kamu itu bertemu wanita cantik seperti Nona Anjani saja sudah salah tingkah. Memang pantas jika kamu tak memiliki seorang kekasih.”

Anjani menanggapi ledekan pekerja itu, “Benar sekali katamu. Mungkin, Bagoes jika bertemu wanita yang lebih cantik dariku, ia bahkan bisa berlari.”

Wajah Bagoes memerah. Jantungnya benar-benar mecelos ketika Anjani senyum di hadapannya. Anjani pun duduk dan meletakkan tasnya. Ia pun mengekuarkan catatan-catatan kecil tentang rencana yang telah ia buat. Anjani menjelaskan kepada pekerja, terutama Bagoes karena kunci dari sebuah pakaian yang apik terletak pada rancangannya terlebih dahulu. Anjani juga bertanya kepada pekerja yang menjahit pakaian perempuan. Setelah itu, para pekerja duduk di posisi mereka masing-masing mengerjakan apa yang telah menjadi tugasnya. Anjani pun berdiskusi kepada Bagoes.

Anjani memberikan gambaran yang telah ia buat, “Ini adalah hasil rancanganku. Sebenarnya, aku sangat pusing saat menggambarnya. Kuharap kamu mengerti apa yang kumaksud.”

Bagoes pun menerima gambaran yang diberikan Anjani. Bagoes melihatnya terlebih dahulu. Ia juga menanyakan kepada Anjani tentang bagian-bagian yang ia bingungkan. Anjani kembali ke kursinya sendiri. Bagoes tampak serius mengerjakannya.

Hari mulai sore, salah satu pekerja berteriak cukup kencang. Pekerja itu mengangkat sebuah pakaian yang sangat indah itu. Ia pun berlari dan membawanya kepada Anjani.

“Nona, pakaian ini benar-benar indah!” tatap pekerja itu kagum. Semua pekerja pun juga memandang takjub pakaian itu.

Anjani pun tampak bahagia ketika ia berhasil membuatnya dengan waktu yang dibilang singkat. Ia Mata Anjani benar-benar berbinar, ia sangat terharu. Anjani pun memeluk semua pekerjanya di toko. Saat ia akan memeluk Bagoes, Anjani menatap sebentar dua bola matanya. Kemudian, ia langsung memeluknya dan berbisik pada Bagoes, “Kita berhasil!”

Bagoes awalnya ragu akan membalas pelukan Anjani. Ia pun memantapkan hatinya dan membalas pelukan Anjani.

“Bisakah waktu berhenti untuk kali ini saja?” batin Bagoes. Sungguh, saat ini ia sangat ingin menghentikan waktu agar ia terus seperti ini bersama Anjani.

Anjani juga merasakan apa yang Bagoes rasakan. Ia sangat ingin menghentikan waktu karena Anjani tahu bahwa hal semacam ini takkan pernah terjadi lagi.

Mereka pun melepas pelukan. Mereka saling tatap satu sama lain. Anjani pun kembali memandang satu persatu pekerjanya. Ia mengatakan jika untuk hari ini mereka boleh pulang lebih awal sebagai perayaan keberhasilan kerja kerasnya. Sebelum mereka pulang, mereka memajang pakaian tersebut di depan toko supaya semua orang bisa melihatnya. Walaupun setelan laki-laki baru dirancang, tetapi mereka sangat bangga dengan itu.

Semua pekerja sudah meninggalkan toko. Tinggal tersisa Bagoes dan Anjani. Anjani pun berpamitan lebih dahulu pada Bagoes. Bagoes pun mengiyakannya. Bagoes masih terdiam di depan toko agar bisa mengawasi Anjani dari belakang. Saat Anjani berbelok, sosok Bono muncul dari gang kecil di pasar. Bagoes pun tersentak. Ia pun berlari sekencang mungkin agar mencapai jangkuan Bono.

“Jangan, jangan, jangan sekarang.” Kalimat itu terus saja muncul di pikiran Bagoes.

Bono benar-benar melakukannya. Hatinya benar-benar sudah dipenuhi oleh dendam dan amarahnya. Napas bagoes tersengal-sengal, ia pun berhenti sejenak. Ia mencoba memikirkan bagaimana ia bisa menjangkau Anjani lebih dahulu. Bagoes menengok ke arah kirinya. Tanpa pikir panjang, ia berlari ke arah sana. Beruntung, jalur yang Bagoes pilih bisa menjangkau Anjani lebih cepat. Bagoes berlari sambil menengok ke belakang, Bono masih ada di belakangnya. Langkah Bono pun juga semakin cepat. Bagoes pun meraih tangan Anjani dan mengajaknya untuk berlari. Anjani bingung dengan Bagoes. Bagoes pun mengajak Anjani untuk menunggangi tram.

Anjani bingung dengan keadaan ini, “Goes, kita mau ke mana.”

Bagoes yang tengah panik pun berusaha menenagkan Anjani, “Kamu ikut aku saja.”

Anjani menuruti perkataan Bagoes. Saat Anjani naik ke gerbong tram, tram tersebut melaju meninggalkan Bono di ujung jalan sana. Bagoes bisa bernapas lega sekarang.

Anjani kembali menanyakan apa yang terjadi sebenarnya. Bagoes menjawab sambil tersenyum, “Aku hanya ingin mengajakmu jalan-jalan saja.”

Saat Anjani melihat Bagoes tersenyum, ia mengalihkan pandangannya. Ia pun menenunduk sambil menahan senyumannya. Bagoes benar-benar penuh kejutan. Namun, Anjani kembali tersadar bahwa ia tak tahu ke mana arah tram ini berjalan, “Goes, memangnya tujuan kita akan ke mana?”

Bagoes berpikir ketika Anjani menanyakan itu. Iya, juga. Ia tak tahu akan berjalan ke mana. Bagoes benar-benar tak tahu. Ia hanya asal menaikinya saja, asalkan Anjani jauh dari jangkauan Bono.

Mereka tiba di pemberhentian tram di dekat Stasiun Batavia. Bagoes tak tahu wilayah ini. Ia hanya asal saja. Padahal, tram sebelumnya juga berhenti di halte-halte tujuannya. Namun, Bagoes berpikir semakin jauh tram ini berjalan, justru mereka semakin aman. Bono tak mungkin mengejar hingga kemari.

“Loh, kok kita sampai di sini? Kita sebenarnya mau ke mana?” Anjani sontak terkejut karena daerah ini sangat jauh dari rumahnya.

Bagoes tak menjawab pertanyaan Anjani. Bagoes mengandeng tangan Anjani dan berjalan-jalan di daerah sekitarnya. Terlintas dipikiran Bagoes untuk mengajak Anjani pergi ke sebuah pantai. Berhubung hari sudah semakin sore, pasti langit sore sangat cantik. Bagoes mencari angkutan umum yang bisa mereka tumpangi. Di sisi kanannya, terdapat sebuah delman yang sedang beristirahat. Bagoes pun mengahampiri berkata pada sopir delman tersebut untuk mengantarnya ke arah pantai.

“Sebenarnya, kita ini mau ke mana? Sedari tadi hanya berputar-putar tak jelas.” Anjani sedikit kehilangan kesabarannya.

“Nanti, kamu lihat saja.” Bagoes menatap Anjani tersenyum, kemudian ia mengalihkan pandangannya.

Sekitar 15-20 menit, mereka tiba di pantai. Sore ini, pantai sedikit lenggang. Hanya ada dua sampai lima orang di sana. Itupun yang datang hanyalah noni dan sinyo Belanda. Bagoes pun mengajak Anjani untuk sedikit menepi ke arah paling pojok pantai yang sangat lenggang. Saat Bagoes menatap pemandangan yang jarang ia lihat sebelumnya di pantai itu. Anjani pun berjalan menengah ke arah bibir pantai. Dari sorot matanya, ia tampak sangat takjub. Bagoes mendekati Anjani. Sekarang, ia sejajar dengan Anjani.

“Kamu suka dengan ini?” tanya Bagoes sembari menatap Anjani.

Anjani masih terpaku menatap pantai. Swasmita di pantai sore ini, benar-benar membuat Anjani takjub. Ia menoleh ke arah Bagoes, “Terima kasih kamu telah mengajakku untuk menikmati pemandangan paling indah yang tak pernah kulihat selama hidupku.”

Bagoes mengangguk. Mereka pun hanya diam saling tatap. Kemudian, Bagoes teringat saat ia di toko, ia sempat menggambar Anjani. Ia pun merogoh sakunya dan mengambil gambaran potret Anjani. Bagoes memberikannya kepada Anjani. Anjani pun menerimanya. Saat ia melihatnya, ia sangat takjub.

Lihat selengkapnya