Amigdala

Haniffia Shafa Mahartanti
Chapter #6

Hari Terakhir

Selesai praktikum, Anjani pun langsung bergegas menuju ke toko. Li-Jun dan Ayu sebenarnya akan mengajak Anjani makan siang bersama. Namun, Anjani menolak ajakannya. Mereka sedikit bingung ketika Anjani tiba-tiba saja sangat serius dalam membantu bisnis Ayahnya itu.

Li-Jun memandang aneh Anjani yang sudah lebih dahulu pulang, “Anjani itu tidak biasanya seperti ini. Apakah ia sudah disihir oleh Arya sampai-sampai ia mau mengurusi bisnis keluarganya?”

Ayu mengusap-usap dagunya, “Bisa jadi. Namun, Anjani bisa secepat itu jatuh cinta pada Arya?”

“Mungkin saja. Soal perasaan tak ada yang tahu bukan?” jaab Li-Jun. Sebenarnya ia masih bingung dengan segala tentang perasaan Anjani.

Anjani pun masuk ke dalam toko dengan napas terengah-engah. Sepanjang jalan, ia terus berlari. Ia sangat berambisi untuk menyelesaikan rancangan pakaian miliknya. Anjani pun kemudian memberikan rancangan setelan pakaian laki-laki itu pada Bagoes. Bagoes yang sedang melamun itu, sedikit terkejut ketika Anjani melempar sebuah kertas itu.

“Goes, aku akhirnya kita bisa menyelesaikan rancangan pakaian kita. Tadi, pengajar di sekolah tinggiku mengenakan setelan jas yang tampak serasi dengan baju perempuan yang kita buat. Jika itu disandingkan, wah! Itu akan sangat menakjubkan! Aku yakin, pasti orang-orang akan terpana dengan baju yang kita buat.” Anjani sangat bersemangat untuk itu.

Bagoes menatap Anjani juga turut senang. Akhirnya, setelah pakaian perempuan itu dipajang cukup lama, sekarang seluruh rancangan itu siap dipamerkan kepada khalayak ramai.

“Kuharap orang-orang suka dengan semua baju yang kita buat,” ucap Bagoes seraya tersenyum.

Bagoes kemudian menggarap ulang rancangan pakaian yang telah dibuat Anjani tadi. Anjani pun berbicara dengan salah satu pekerja mengenai kapan pakaian itu akan dipamerkan kepada seluruh manusia di Batavia. Setelah, Bagoes selesai dengan rancangan pakaiannya, para pekerja yang bertugas menjahit, kemuidian langsung mengerjakan pakaian itu dengan bahan yang tersisa. Para pekerja cukup antusias dengan apa yang mereka kerjakan sebab mereka juga ingin mendapatkan hasilnya dari apa yang telah mereka kerjakan.

Setelan pakaian laki-laki belum bisa jadi hari itu juga karena modelnya yang lumayan sulit, membuat pekerja sedikit kewalahan dalam menyelesaikannya. Mereka pun pulang, hamper malam tiba. Bagoes dan Anjani pun pulang bersama setelah para pekerja pulang. Bagoes dan Anjani tak mau jika kedekatan mereka diketahui. Bagoes kemudian menawarkan kepada Anjani perihal mengajaknya datang bersamanya di pasar malam. Namun, Anjani menolak ajakan Bagoes karena malam ini ia akan menghadiri suatu acara. Anjani pun berkata kepada Bagoes bahwa ia akan pergi bersama Bagoes ke pasar malam saat Anjani mempunyai waktu senggang. Bagoes pun menerima ajakan Anjani.

Bagoes pun masuk ke rumah Darmakusuma melalui pintu belakang. Masalahnya, Darmakusuma sedang berada di depan rumah. Bagoes tak mau jika kedekatannya dengan Anjani diketahui oleh Darmakusuma. Bagoes pun segera membersihkan pekarangan rumah dan meebersihkan debu-debu yang ada di dalam rumah Darmakusuma. Anjani pun keluar dari kamarnya, mengenakan kebaya berenda dengan rambut disanggul membuat Bagoes terpana saat melihatnya. Ia pun melongo saat Anjani berdiri di hadapannya.

“Goes, kamu lihat apa? Sampai-sampai matamu tak berkedip seperti itu?” Anjani pun sedikit menggoda Bagoes.

Bagoes tersadar dengan sikapnya. Ia pun memuji Anjani dengan mengatakan bahwa Anjani sangat cantik malam ini. Dengan pujian Bagoes itu, pipi Anjani pun memerah. Ia menjai salah tingkah. Untuk menutupi hal tersebut, Anjani pun segera pergi dari hadapan Bagoes. Ia pun pergi bersama Darmakusuma menaiki sebuah mobil milik Ayahnya.

Anjani dan Darmakusuma pun tiba di kediaman Santosa. Keluarganya menyambut dengan hangat. Mereka pun bersalaman, Istri Santosa pun memeluk erat calon mantunya itu. Ia pun juga memuji Anjani. Arya pun menyerahkan tangannya agar Anjani bisa bergandengan dengannya, tetapi Anjani menolaknya.

Mereka pun dipersilahkan duduk di meja makannya masing-masing. Arya pun membantu Anjani dalam menarik kursi. Arya sangat perhatian. Anjani dan Arya pun duduk berdampingan. Ini benar-benar menjadi malam yang spesial bagi keluarga mereka. Para pembantu di rumah Santosa pun mengantarkan hidangan ke meja makan. Sambil menunggu, mereka pun mengobrol satu sama lain.

“Anjani sangat cantik malam ini. Tak salah jika Arya langsung jatuh hati padamu.” Istri Darmakusuma pun lagi-lagi memuji kecantikan Anjani di depan semua orang.

Anjani hanya menanggapi hal itu dengan tersenyum tipis. Ia sebenarnya sangat ingin lari dari perjamuan makan malam ini. Anjani menduga, pasti setelah ini salah satu di antaranya akan membahas kapan pertunangannya akan dilangsungkan.

“Semua anggota keluarga sudah di sini. Bagaimana jika kita membahas kapan perkawinan akan dilaksanakan. Lagi pula, ini demi kepentingan kita bersama. Bukan begitu, Darmakusuma?” Santosa pun membuka percakapan mengenai perkainan Arya dan Anjani. Benar, seperti dugaan Anjani sebelumnya.

Para pembantu pun mulai menuangkan minuman di gelas mereka masing-masing. Darmakusuma pun menunjuk ke arah putrinya, “Sebenarnya, akan lebih baik jika kita melangsungkan pernikahan ini segera. Namun, aku menunggu keputusan putriku terlebih dahulu.”

Semua mata pun tertuju ke arah Anjani. Jika ia boleh mengatakannya, lebih baik pernikahan ini tak usah diadakan. Namun, ia tak mau Ayahnya akan kecea dengannya, “Menurut saya, lebih baik kita pikirkan matang-matang terlebih dahulu. Biarkan saya dan Arya berkenalan lebih jauh lagi. Toh, saya belum menyelesaikan sekolah saya, juga saat ini saya masih ingin mengurusi usaha Ayah saya sebelum saya akan menikah dengan Arya nantinya.”

Santosa beserta Istrinya pun mengangguk setuju dengan perkataan Anjani. Perihal pernikahan, kita tidak boleh sembarangan. Butuh aktu juga untuk merencanakan semuanya. Santosa pun mempersilahkan Anjani dan juga Ayahnya untuk segera menyantap hidangan yang disediakan. Arya pun mengatakan, “Besok malam terdapat pesta perayaan kemenangan atas ertandingan sepak bola yang diadakan minggu kemarin. Aku ingin mengajak Anjani keluar untuk merayakannya bersama-sama, sekaligus mengenalkannya kepada teman-teman satu timku.”

Darmakusuma benar-benar senang. Ia pun tak ragu-ragu mengijinkan Anjani untuk pergi bersama Arya. Dalam hati, Anjani menerka. Ia malas jika harus berpergian dengan Arya. Apalgi, jika akan bertemu teman-temannya. Dengan sangat terpaksa, Anjani mengiyakan perkataan Ayahnya.

Di keadaan yang lain, Bagoes bersama Ibunya tengah memasak untuk makan malam mereka. Malam ini, mereka makan hanya makan dengan singkong saja. Sri berniat untuk menghemat uangnya. Kemarin, mereka makan sudah cukup enak. Saat makan, Bagoes teringat dengan adik Bono itu. Bagoes menanyakan kepada Ibunya—mungkin ia tahu perihal Mukti.

“Bu, apakah dahulu Ibu pernah mengenal seorang pekerja bernama Mukti di rumah Tuan Darmakusuma?” tanya Bagoes penasaran.

Sri berusaha mengingat-ingat orang bernama Mukti tersebut, “Ah! Ibu ingat. Sudah lama sekali ia meninggalkan rumah Darmakusuma, semenjak ia tak sengaja memecahkan guci milik Darmakusuma. Yang Ibu dengar dari omongan para pekerja, ia beralih profesi sebagai tukang angkut barang di toko kelontong.”

Bagoes melahap singkongnya dan dengan cepat mengunyah singkong tersebut, “Setelah itu, apa yang terjadi padanya? Memangnya, gara-gara ia memecahkan guci milik tuan, tuan jadi sangat marah dan tega membunuhnya, Bu?”

Sri tersedak ketika Bagoes mengatakan hal itu. Pertanyaannya benar-benar membuat Sri sangat terkejut, “Jangan ngawur, Goes! Menurut ucapan salah satu pekerja yang tinggal di dekat rumahnya, Mukti itu sakit. Namun, tak ada yang tahu bagaimana kelanjutannya. Kuharap, ia selalu sehat. Mukti itu fisiknya sangat lemah. Jika Mukti kelelahan, ia bisa jatuh pingsan.”

“Bagaimana dengan pekerja yang tinggal di dekat rumah Mukti? Apakah ia masih bekerja di sini?” tanya Bagoes.

Sri menggeleng, “Ia sudah lama tak bekerja di rumah tuan. Ia kembali pulang di kampung halamannya.”

Memang benar dugaan Bagoes. Darmakusuma tak mungkin sekejam itu. Bono yang sedang emosi pun mempercayai berita tersebut secara mentah. Tanpa mencari-mencari lagi berita tentang Mukti. Kemungkinan terbesar, ia mati sebatang kara di rumahnya.

***

Sebelum berangkat ke toko, Bagoes pun menyempatkan diri untuk datang ke rumah Bono. Ia sangat ingin mengatakan apayang telah terjadi pada Mukti. Bagoes tak ingin jika Bono terus menaruh amarah kepada Darmakusuma, sampai-sampai ia berniat untuk menyiksa Anjani. Bagoes pun mengetok pintu rumah Bono. Ia sangat berharap bahwa Bono masih ada di rumah ini. Cukup lama Bagoes menunggu pintu dibukakan. Namun, tak ada yang membukakan.

“Bono sudah lama tak pulang ke rumah. Mungkin sudah empat hari ini,” celetuk Ibu-Ibu yang tengah lewat bersama anaknya.

Lihat selengkapnya