Amigdala: Sari Sekar Dayu

Anita Utami
Chapter #2

SATU

“Dayu!” 

Yang dipanggil tersentak, bergegas bangun, lari ke pintu depan.

“Kamu tahu? Air mati!” Di depan muka, Teh Meni tetangganya langsung menyemprotnya.

Sari Sekar Dayu menggeleng, ragu akan salahnya. Terus, kenapa kalau air mati? Harusnya tetangga marah ke induk semang, bukan ke dirinya.

 “Aku disuruh tagih uang kontrakan buat betulin mesin air. Mana?” 

Sari Sekar Dayu meneguk ludah. Benar, dirinya janji bayar kontrakan tanggal segini, tanggal gajian. 

“I-itu… Teh….”

“HAH?” 

Sari Sekar Dayu menggeleng pelan, berharap Teh Meni mengerti maksudnya.

“Ck!” Wanita paruh baya itu berdecak, lalu balik badan pergi. Sari Sekar Dayu terus menunduk di ambang pintu, matanya sudah panas. Digaruknya kepala lagi. Sruk… sruk….

Masalahnya, kenapa bukan pemilik kontrakan yang menagihnya? Kalau malas datang, ada telepon. Kalau malas bicara, ada pesan teks. Ini malah menyuruh Teh Meni yang tak ada sangkut pautnya, menjadikan mesin air sebagai alasan.

Tangis Bulan Tsabit memburunya menutup pintu dan menghampiri bayi mungil itu ke dalam kamar. “Sayang….” Diangkat anaknya itu, ditimang-timang. Wanita itu menatap kursi meja belajar yang terjengkang dan lubang plafon yang belum sempat ditutup. Segera, wanita itu meletakkan gendongannya kembali, lalu naik untuk menutup lubang itu. Tentu saja, Bulan Tsabit menangis lagi, mengentak-ngentakkan kaki dan tangannya dengan kesal. “Sebentar, Nak. Sebentar, ya.”

Setelah selesai, sekalian menangis, Sari Sekar Dayu meninggalkan anaknya lagi untuk membuat susu. Tak lama kemudian, dia kembali dengan sebotol susu yang langsung membuat Bulan Tsabit tenang.

Selagi menunggu susu habis, Sari Sekar Dayu menggulirkan layar ponsel, melihat-lihat baju bayi lucu-lucu dari etalase toko daring. Stoller? Daster? Semua produk itu diberi hati untuk dilihat lagi nanti. Suka, tapi entah kapan bisa membelinya. 

Bulan Tsabit yang sudah bisa memegang botol sendiri, kemudian membuang botolnya itu ke sembarang arah, lalu mengoceh-ngoceh tak jelas, meminta ponsel mamanya.

“Apa, Dek? Mau nonton JJ?” Sari Sekar Dayu membuka aplikasi Youtube dan memutar video Cocomelon yang langsung muncul di beranda.

Bulan Tsabit menjerit senang, membuat mamanya tenang. Dipeganginya ponsel itu dan membiarkan anaknya menonton. Ada kalanya, wanita itu terkantuk-kantuk, tapi selalu terbangun dengan bau badan sendiri. Kapan terakhir kali mandi? Kemarin malam. Sekarang sudah hampir malam lagi.

Deru motor dari depan rumah membangunkan sepenuhnya. Suaminya pulang. Namun, lama Sari Sekar Dayu menunggu duduk di tepi ranjang, pria itu tidak kunjung masuk.

“Pah?” teriaknya, berharap terdengar.

Barulah suaminya masuk, sambil memainkan gim di ponsel. Sari Sekar Dayu mendengkus. “Aku mau mandi. Jagain anakmu.”

Tanpa menyahut sepatah kata pun, suaminya itu mendekati Bulan Tsabit. Meski papanya hanya mengajak bercanda sekenanya, bayi itu meresponsnya dengan amat girang.

Untungnya, air sudah menyala saat Sari Sekar Dayu hendak mandi. Akhirnya, dia bisa keramas malam ini. Akan tetapi, kelegaannya berlangsung sebentar ketika gas untuk memasak berdesis habis.  

“Memang belum masak?” respons suaminya, ketika dimintai uang untuk mengisi ulang gas. Disodorkannya selembar uang lima ribu. “Nggak ada lagi, hari ini nggak dapat uang. Lagian, nggak setiap hari bisa pulang bawa uang. Jangan nunggu gue pulang kalau apa-apa habis.”

Lihat selengkapnya