Amigdala: Sari Sekar Dayu

Anita Utami
Chapter #17

LIMA BELAS

“Nggak kerja?” Setelah berganti pakaian, saya membawakan es kopi lalu duduk di sebelah Heru yang menunggu.

Alih-alih menjawab, Heru menghela napas kasar. “Dia anak mana?”

Napas saya tertahan di dada. ‘Dia’ itu pasti maksudnya Dirga. 

“Kalau ketemu di jalan, gue kasih pelajaran.”

“Sudahlah, A’.” Saya mengerang. Saat seperti itu, Mbak Yuni keluar, sudah berpakaian rapi. Sesaat, saya merasa terselamatkan untuk menyudahi obrolan menegangkan ini. “Ke kantor, Mbak?” tanya saya, pada Mbak Yuni.

“Nggak, mau ketemu klien di depan. Yuk!”

Saya mengangguk, melambai. Mbak Yuni menstater motornya kemudian pergi. Sejak tadi, gerbang dibiarkan terbuka. 

Heru meraih tangan dan menarik tubuh saya menghadapnya. Setelah dekat, pria itu mengecup punggung tangan saya, lalu menatap lembut. “Nikah, yuk?”

Sebelum bertemu dengan Dirga, impian Heru juga impian saya. Saya sudah sering bertamu ke rumah orang tua Heru, begitu pun sebaliknya. Saya pernah sangat yakin bahwa menikah setelah lulus SMK adalah jalan satu-satunya menuju kebahagiaan. Namun, kini, saya memikirkannya kembali. Apakah Heru adalah pria yang tepat atau semua hanya terlalu cepat?

Perlahan, saya menarik tangan dari genggaman itu. Sepelan mungkin, seperti berjalan di atas jembatan kaca yang rapuh. Saya takut, sepelan apa pun langkahnya dapat menghancurkan perasaan itu.

Mendapati saya memalingkan wajah darinya, Heru mengerang frustrasi. Pria itu bangkit dan saya bahkan bergeming, menelan ludah bagai batu di kerongkongan. 

Heru kemudian menyodorkan dua lembar uang seratus ribu ke arahnya. “Uang bulanan,” katanya, mengangsurkan uang itu lagi. Saya menggeleng. Siapa yang bisa menerima uang dalam situasi ini? 

Akhirnya, Heru pergi setelah meninggalkan uang itu di meja. Hingga beberapa saat kemudian, saya bertahan dalam posisi dan merasakan air mata mengalir.

Tiga tahun bukan waktu yang sebentar. Heru telah banyak membantu saya selama ini. Saya bukannya tak tahu diri untuk mengingat semua pengorbanan pria itu. Hati saya nyeri. Harus bagaimana? 

#

“Sudah tidur?” Dirga bertanya dari seberang sana.

Lihat selengkapnya