Suara langkah kaki mereka beradu dengan gerit roda besi. Chiyo berjalan perlahan, sedikit lebih lambat. Sesekali, bahkan, dia berhenti. Dia sengaja. Dengan begitu, dia bisa menjaga jarak dengan Ratna.
“Ambil bahanmu, jangan hanya mengekor di belakang,” tegur Ratna kesal. Chiyo tergelak. Wanita itu satu dua meter di depannya. Ratna merapikan kulkas, tempat bahan krim salon, seperti krim khusus creambath yang kini Chiyo ambil, lalu ia letak di keranjang kecil miliknya.
Chiyo bekerja sangat keras dibandingkan dengan teman sebayanya. Cara Chiyo berpikir juga tergolong lebih dewasa. Dia benar-benar sosok gadis sejuta mimpi. Dari hasil gaji sebagai karyawan fotokopi, hasil penjualan es tebu, penjualan kosmetik dan lainnya, Chiyo berhasil menabung jutaan rupiah di koperasi sekolah, membeli kambing qurban setiap tahun, membeli perhiasan emas dan sebagainya. Demi uang, ia juga menyempatkan diri, bekerja sebagai karyawan sisip di salon milik Ratna, Ibunya. Tentu saja, Chiyo dibayar untuk itu.
“Alhamdulillah, kemarin jual gelang emas, harganya sudah naik sekali,” celoteh pasien yang rambutnya sedang dipijat oleh Chiyo.
“Oh, ya?” balas Ibu di sampingnya lagi yang juga sedang dipijat oleh karyawan Ratna.
“Kenapa dijual, Bu? Kan sayang, lebih bagus ditunggu saja sampai nanti lebih mahal lagi,” ujar Chiyo menimpali.
“Kamu ini masih anak kecil. Belum mengerti susahnya cari duit. Ibu juga gak akan jual kalau tidak mendesak,” jawab Ibu di depannya.
“Krisis moneter ya, Bu?” Chiyo tertawa kecil melihat wajah Ibu itu bersungut-sungut.
“Ya, iyalah. Apalagi? harga bahan pokok dan kebutuhan masyarakat melambung tinggi. Pekerjaan susah, makanya saya salut dengan mahasiswa-mahasiswa yang turun demon demi menyampaikan protes kita-kita ini yang sedang kesulitan dalam hal ekonomi.”
“Lah, ini Ibu ke salon. Kalau ekonomi seret, masa iya sempat ke salon?” protes Chiyo.
“Heh, kamu ini! Mau tau aja urusan orang dewasa,” sergah Ratna, lalu melotot ke arah Chiyo. Ratna tidak ingin pasiennya merasa tidak nyaman. Chiyo hanya mengulum senyuman.
“Kamu punya kalung emas, tidak?” tanya Ibu itu kepada Chiyo dengan nada menantang.
“Punya dong, tapi tidak akan sudi saya jual dalam waktu dekat,” jawab Chiyo penuh percaya diri. Ratna tersedak saat minum air putih bersamaan dengan berakhirnya kalimat Chiyo barusan.
“Mama tidak apa-apa?” tanya Chiyo mulai merasakan firasat yang tidak enak. Hatinya mengatakan bahwa ada sesuatu yang tidak benar sedang terjadi di dalam rumah ini. Sinyal itu selalu cepat ditangkap oleh Chiyo.
“Tidak apa-apa, kamu teruskan saja treatment itu. Mama mau ke kamar mandi dulu.” Mata Chiyo menunjukkan tatapan curiga, melihat itu, Ratna menjadi sangat gugup.
“Ma!”
“Apa?” jawab Ratna menghindari mata Chiyo.
Tidak lagi banyak bicara dan bertanya, Chiyo dengan cepat menyelesaikan pekerjaannya di ruang pelayanan salon tersebut, lalu bergegas menuju kamarnya. Sesuatu yang pertama kali ia cari adalah kalung emasnya.