“Aku pulang—”
“Uang sekolah sudah dibayarkan? Jangan sampai— astaga Antares, apa yang terjadi padamu? Kau bertengkar lagi? Bagaimana bisa? Baru dua hari yang lalu kau pulang dengan luka seperti ini. Sekolah tempat belajar, bukan arena bertengkar! Lebih baik aku pindahkan saja sekolahmu jika begini!”
Memang lebih baik seperti itu, batin Antares.
“Maaf, Bi.”
Omelan serta rentetan pertanyaan dari bibinya menyambut Antares begitu dirinya tiba di rumah. Antares lebih memilih hanya berkata maaf daripada harus jujur dan membuat bibinya lebih panik.
“Aku tak habis pikir dengan anak sepertimu. Sudah, sekarang cepat ganti pakaianmu. Kotor begitu.” sang bibi berucap sembari melengos ke dapur.