“Bangunlah, Anak Manis.” sebuah suara menyapa, perlahan Antares mengembalikan kesadarannya. Itu seorang wanita tua yang tadi berbicara, sedang tersenyum manis kepadanya. Antares meraba wajahnya sendiri—nyata, terasa. Ia belum mati?
“Terbanglah hingga kau lelah, hingga para bintang jadi sahabat, hingga sang rembulan jadi ibu, mentari jadi ayah, langit biru jadi rumah. Kamu bebas di sini, Antares.” Suara wanita itu begitu halus, buat Antares jadi tenang dan percaya padanya.
Antares mengamati sekelilingnya. Kakinya menapak pasir halus, gelap langit malam indah bertabur bintang. Pegunungan tinggi menjulang, bawa angin sejuk bagi mereka yang ada di kakinya. Banyak anak-anak lain seusianya yang riang bermain. Tertawa lepas, bahagia.
Menatap jejeran bintang di langit, Antares tanamkan dalam hati bahwa dirinya bisa terbang sekarang. Bocah itu menutup mata, mencoba lompat.