Hari telah menjelang sore, menampakkan langit yang kini mulai terlihat semburat jingganya di ufuk barat sana.
Seorang gadis bersurai kecoklatan dengan panjang terurai terlihat berjalan seorang diri menyusuri trotoar. Jian Angeline namanya, gadis remaja yang baru menjalani tahun keduanya di salah satu SMA cukup favorit di kota tempat tinggalnya.
Gadis itu tampak menarik napas kesal. Entah sudah berapa jumlah benda mati yang ditendangnya setiap kali ia melihat sesuatu yang dekat dengan kakinya. Hidungnya memerah. Bukan karena flu, melainkan tengah berusaha keras menahan tangis. Namun tak urung air matanya tetap banjir meski mati-matian ia berusaha untuk menahannya. "GILANG DEVANO JAHAAATT!!" teriaknya keras, membuat orang-orang yang kebetulan berjalan di sekitarnya terkejut dan menoleh.
Pastilah saat ini mereka mengira kalau gadis yang berteriak itu otaknya sedikit bermasalah. Tapi gadis itu sama sekali tak peduli. Ia bahkan kini mulai menendang-nendang keranjang buah yang bertengger di tepi jalan tak jauh darinya.
"HEI!! APA YANG KAU LAKUKAN? DASAR GADIS GILA!!"
Jian terkejut mendengar bentakan tersebut, lantas secepat kilat berlari kabur menjauhi tempat keranjang buah sebelum sang pemilik mengamuk lebih ganas lagi.
Begitu dirasanya sudah cukup jauh, gadis itu kembali memperlambat langkahmya dengan air mukanya yang kembali suram. Perlahan diambilnya ponsel miliknya dari kantong seragam, menatap layar ponsel yang kini menampilkan sosok lelaki tengah berangkulan dengan seorang gadis yang tersenyum lebar di sana.
Jian kembali tersedu melihatnya. Itu adalah foto dirinya bersama Gilang Devano, lelaki yang baru sekitar sepuluh menit yang lalu ia putuskan.
Gadis itu mendesah kesal bercampur marah. Melihat di dekatnya tak ada sesuatu yang bisa dijadikan pelampiasan lagi, akhirnya ia hanya bisa menendang-nendang angin sebisanya. Tak heran jika orang-orang yang melihatnya akan tampak mengernyit dan berbisik-bisik keheranan.
_Flashback_
"Astaga, kemana sih dia? Kenapa lama sekali?"
Jian terus menggeser dan memencet-mencet ponsel miliknya untuk menghubungi Gilang, seniornya di sekolah sekaligus lelaki yang telah menjadi kekasihnya selama hampir setahun itu. Akan tetapi rupanya nomor Gilang sejak tadi sama sekali tak bisa dihubungi. Padahal lelaki itu sudah berjanji akan pulang sekolah bersamanya hari ini.
Jian yang sudah sekitar satu jam menunggu jadi semakin jenuh dibuatnya. Sudah berkali-kali gadis itu mengitari sekolah, berharap menemukan sosok Gilang, namun hasilnya tetap saja nihil. Akan tetapi gadis itu tidak menyerah. Ia yakin Gilang masih berada di sekolah sebab ia melihat motor milik lelaki itu masih berada di parkiran sekolah. Meski kini ia bingung dan penasaran kemana lelaki itu sebenarnya.
"Ck.. Menghilang kemana sih dia? Di kelas tidak ada, di toilet tidak ada, di taman tidak ada, di mana-mana tidak ada. Apa iya dia diculik oleh hantu sekolah? Menyebalkan!" gerutunya berkali-kali.
Alhasil ia pun terpaksa kembali menunggu di tempat parkiran. Siapa tahu sebentar lagi lelaki tampan bermata bulat itu muncul.
Beberapa menit berlalu, sampai gadis tersebut terlihat mendesis secara tiba-tiba.
"Ugh, kenapa hari ini aku sering sekali buang air? Ck! Pasti ini karena tadi kebanyakan minum di kantin."
Akhirnya tanpa pikir panjang gadis itu pun berlari menuju toilet putri.
Sebenarnya ia sedikit ragu setiap kali pergi ke toilet putri, lantaran pernah didengarnya cerita dari Lee Jieun, teman sebangkunya bahwa ada hantu toilet yang menghuni toilet putri.
Jian tahu Jieun memang sering membual. Tapi tetap saja benar atau tidaknya gadis itu tetap merasa takut dibuatnya. Namun karena saat itu ia sudah tak tahan lagi, ia pun terpaksa masuk dan menggunakan salah satu bilik toilet untuk menyelesaikan 'misi' pribadinya.
Di tengah-tengah proses penyelesaian 'misi' tersebut, samar-samar Jian mendengar suara aneh dari arah bilik toilet di sebelahnya. Gadis itu mendadak bergidik karena teringat dengan cerita Jieun yang katanya pernah diganggu hantu toilet.
Tak henti-hentinya mulut Jian berkomat-kamit membaca doa. Lantas dengan setengah tergesa ia bergegas menyelesaikan misinya dan segera membuka pintu toilet. Suara samar itu terdengar semakin berisik. Gadis itu bahkan mulai mendengar suara orang yang berbisik-bisik, padahal saat itu ia cukup yakin bahwa semua murid sudah pulang dan hanya ada beberapa yang mengikuti kegiatan ekskul.
Alih-alih merasa takut, kini Jian justru penasaran sebenarnya ada apa di dalam sana. Gadis itu mencoba menempelkan telinganya ke pintu toilet tersebut.