“Jaga diri ya, jangan banyak tingkah!” seseorang dari seberang telepon itu sedikit mengomeli Nerissa.
“Pokoknya bagaimana pun gak boleh kamu mikirin aku terlalu banyak. Kamu bisa kok!” seseorang itu berusaha menyemangati Nerissa. Nerissa menangis mendengar semua itu.
“Jangan rewel begitu ah! Selama aku kenal kamu, kamu tu kuat banget loh, udah ahh,” orang tersebut mencoba menenangkan Nerissa, tapi sepertinya hal itu tidak akan berhasil. Tangisan Nerissa semakin menjadi jadi. Ia merasa tak bisa membantu apapun dan merasa putus asa.
“Ner, aku gak bisa lama lama nih. Ntar kalau dibolehin aku telpon lagi ya.” setelah pesan itu hanya terdengar bunyi nada telpon yang terputus. Nerissa kemudian membanting ponselnya dan menangis sangat keras hingga ayahnya bisa mendengarnya dari luar kamarnya. Nerissa memandang ke arah luar jendela. Ia tidak mau semuanya berakhir seperti ini. Ia terus menerus memikirkan cara agar ia bisa mengubah akhir dari semua ini. Menurutnya akhir tidak akan selalu bahagia, tapi itu bukan alasan untuk berhenti berjuang untuk akhir yang bahagia.
Nerissa pun yang sudah puas menangis keluar dari kamarnya. Ingin sekali rasanya memohon kepada ayahnya, namun ia tahu cara itu tidak akan berhasil. Ayahnya sempat menanyakan keadaannya, apakah Nerissa ingin makan dan lainnya. Namun Nerissa tidak bergairah untuk melakukan sesuatu. Ia memutuskan untuk duduk di teras dan hanya diam memandangi pekarangan kecil miliknya, hingga sebuah ide datang dari kepalanya.
"Gua harus bertindak!"