Peter sudah duduk di depan mejanya sejak dini hari. Kemarin malam ia mendapatkan informasi jika pelaku pembunuhan tersebut bukan hanya kedua orang tersebut. Mereka mendapatkan bukti CCTV namun wajahnya tak terlihat karena ia membelakangi kamera. Mereka benar benar paham caranya melarikan diri. Tidak diketahui apakah pelakunya memiliki hubungan darah dengan Ansell dan Hanzel yang merupakan adik kakak. Polisi menemukan bahwa mereka merupakan 3 bersaudara, namun Hanzel mengakui bahwa saudaranya itu sudah pindah keluar negeri dan bekerja sebagai pegawai toko. Polisi juga sudah memeriksa kapan terakhir kali ia pergi keluar negeri. Dan datanya menunjukkan bahwa Axzel, saudara Hanzel dan Ansell terakhir kali menggunakan pesawat 8 tahun yang lalu.
“Pak, boleh saya masuk?” tanya seseorang yang mengetuk pintu ruangan Peter.
“Masuk.”
“Iya pak.”
“Ada apa?”
“Kami menemukan detail dari jaket yang terlihat di CCTV kemarin.”
“Kemarikan.”
“Ini, lengan jaketnya ada robek, dan dibagian pinggir tudungnya ada tinta hitam.”
“Ada lagi?” orang itu menggelengkan kepalanya. Peter memintanya untuk pergi dan memberikan ia waktu untuk mengamati gambar dari rekaman CCTV tersebut. Ia menatap gambar tersebut. Jaket hoodie abu abu muda. Ia mencoba untuk mencari referensi dan melihat model asli dari jaket tersebut. Mungkin beberapa orang akan merasa aneh jika seorang polisi mencari gambar jaket di internet tanpa tahu merek jaket tersebut. Namun tenang saja, putrinya sepertinya memiliki jaket yang serupa yang dulu Peter jadikan hadiah atas penghargaan karena nilai Nerissa yang tinggi. Ia menelepon anaknya dan bertanya apakah ia mengingat merek dari jaket yang Peter berikan dulu. Setelah mengetahui merek jaket tersebut, Peter kemudian mencari model model jaket yang dikeluarkan orang merek tersebut. Ia mencari jaketnya dari official store. Tak lama setelah terus mencari, ia menemukan jaket tersebut. Dan benar saja jaket tersebut sama seperti yang di pakai oleh orang yang tertangkap di kamera namun yang membedakan adalah robekan yang ada di lengannya dan tinta hitam yang ada di hoodienya. Tidak mungkin jika Peter harus mencari satu persatu orang yang membeli jaket tersebut, karena jaket tersebut bukan jaket limited edition yang pembelinya tidak banyak. Ia yakin bahwa pembelinya pasti banyak dan tidak mungkin jika diselidiki satu per satu. Namun setidaknya ia mengetahui merek dan ciri ciri jaket tersebut jadi ia tidak akan salah orang jika menemukan jaket yang serupa.
Jam makan siang sudah tiba. Frederick masih duduk di dusun dekat kafe tempat ia berkumpul dengan teman temannya. Saat itu suasana sedang sepi. Frederick hanya melamun dan memikirkan anaknya. Ia masih ingin memperkerjakan anaknya dengan pebisnis itu. Tugasnya mudah, hanya mengawalnya, tidak lebih. Namun Andrian tetap saja tidak mau mengikuti keinginan ayahnya. Gaji yang ditawarkan besar, juga pekerjaan itu tidak akan menyita waktu sebanyak itu. Ia ingin sekali merayu Andrian detik itu juga, karena baru saja, orang yang ingin dikawal tersebut menaikkan gaji jika Andrian ingin mengawalnya. Andrian memang bukan tidak bisa. Ia bisa melakukan pekerjaan ayahnya jika ia mau. Karena ia benar benar hafal strategi ayahnya dalam menjalankan pekerjaannya tersebut. Ia bahkan terkadang bisa menebak apa yang akan ayahnya lakukan jika sedang terjebak dalam kesulitan. Hal itu mungkin wajar saja, apalagi Frederick juga dulu mengajarkan anaknya banyak hal tentang pekerjaannya.
Frederick hanya terdiam dan memikirkan tawaran itu berkali kali. Ia memikirkan cara agar anaknya mau menerima tawaran tersebut. Hingga tak terasa Frederick sudah menghabiskan satu jam hanya untuk merenung. Ia melihat ke arah jam dinding. Andrian belum pulang. Tak lama Frederick kemudian mendapatkan telepon.
“Halo?” Frederick memulai pembicaraan.
“Bos, ada berita baik.”
“Ada apa?”
“Polisi mengira hal tersebut dilakukan saudara kandung.”
“Maksudnya?”
“Mereka benar benar mengira yang melakukan semua ini adalah keluarga Ramiroyang. Itu karena yang tertangkap adalah Hanzel dan Ansell. Bahkan polisi sekarang sedang melakukan penyelidikan terhadap Axzel.”
“Bagus... dengan itu kita bisa mengalihkan perhatian mereka.”
“Iya bos.” kemudian Frederick memutus panggilan tersebut. Ia tertawa kecil dan kemudian beranjak pergi. Ia berencana untuk menjemput anaknya. Sekitar 2 jam lagi bel pulang sekolah akan berbunyi. Frederick menunggu di depan sekolah dan tidak turun dari mobilnya. Setelah menunggu selama beberapa waktu, ia melihat Andrian keluar dari sekolahnya. Ia sedang mengobrol dengan temannya. Awalnya Frederick ingin membunyikan klakson agar anaknya sadar jika ayahnya sedang menunggunya. Namun ia tidak jadi melakukan hal tersebut karena melihat anaknya sedang memandangi seseorang. Dia adalah seorang gadis, berambut hitam yang diikat dan memiliki warna kulit kuning langsat. Ia hanya diam melihat Andrian memandangi gadis itu dari jauh. Namun tak lama, Andrian tersadar dan langsung menghampiri mobil ayahnya itu. Frederick membukakan pintu dan menyuruh anaknya masuk.
“Aku bisa pulang sendiri kok,” ujar Andrian sambil mencari posisi yang enak untuk duduk. Frederick hanya menoleh dan langsung menginjak gas.
Nerissa yang juga di saat yang bersamaan sedang mengobrol dengan Jessica hanya menatap mobil Andrian yang kelihatannya terburu buru.
“Ner?” panggil Jessica.
“Ah iya kenapa kenapa?”
“Lu kenapa dah?”
“Ah gapapa hehe.”
“Tadi anak itu ngeliatin lu ya?”
“Yang mana?”
“Yang tadi naik mobil hitam yang ngebut itu.”
“Ya mana gua tahu lah Jess.”