Frederick hanya terdiam di dalam rumahnya. Ia barusan saja menelepon Andrian namun tidak di sambut baik, lagi. Ia hanya memandang keluar jendela sambil menyeruput kopi yang ia seduh. Ia menunggu kabar dari anak buahnya. Beberapa hari ini tidak ada kemajuan sama sekali. Ia tidak mendapatkan apapun tentang Grissham. Sebenarnya ia sudah menyiapkan rencana yang ia sudah rancang secara matang. Tapi ia saja tidak tahu siapa targetnya. Tak lama ia mendapatkan panggilan dari anak buahnya. Frederick degan cepat menjawab panggilan tersebut.
“Agatha Grissham. Sedang di Amerika. Keterangan lainnya kami tulis saja, bos tulis lagi lalu bos hapus.” Ujar anak buah Frederick. Anak buahnya itu pun langsung menutup teleponnya. Frederick pun membuka pesannya dan langsung mencatat yang di kirimkan oleh anak buahnya. Kemudian ia langsung menghapus pesan tersebut. Ia menulis pesan singkat kepada anak buahnya yang tadi meneleponnya. Ia meminta mereka untuk menghubungi anak buah Frederick yang sekarang ada di Amerika untuk mencari informasi lebih lanjut tentang Agatha Grissham.
Disisi lain, Nerissa hanya duduk dan memakan cream soup yang ia beli tadi siang. Iya, di Amerika langit sudah gelap. Nerissa sedang membaca buku yang ia bawa dari rumahnya. Ia benar benar menikmati keheningan disini. Tidak ada yang mengganggunya. Ia sudah rindu kepada ayahnya, namun rindunya terobati saat tadi siang Peter meneleponnya. Nerissa sudah tidak punya banyak waktu sampai hari pertamanya untuk bersekolah di Amerika. Nerissa memutuskan akan mengajak Agatha untuk mengunjungi rumah bibinya. Ia pun mengirimkan pesan singkat kepada Agatha tentang idenya tersebut. Agatha setuju dan ia juga menyarankan agar Nerissa berkunjung ke rumah saudaranya dan mengenalkan mereka.
Besoknya Nerissa dan Agatha sudah ada di taman dekat flat Nerissa. Pertama mereka akan ke rumah bibi Nerissa. Setelah itu baru ke rumah saudara Agatha. Setelah sudah siap, mereka pun pergi ke rumah bibi Nerissa. Agatha membawakan Nerissa satu pasang sepatu roda agar mereka tidak perlu naik kendaraan umum. Letak rumah bibi Nerissa agak jauh dari taman tempat mereka tadi berkumpul. Setelah sampai Nerissa pun menekan bel rumah rumah tersebut. Rumah itu bertingkat dua dan berwarna abu abu terang. Setelah menunggu beberapa saat, ada orang yang membukakan pintu. Ia seorang wanita yang kurang lebih berumur 40 tahunan, rambutnya berwarna kecoklatan dan sedikit bergelombang. Warna kulitnya sawo matang. Ia memeluk Nerissa sesaat setelah membukakan pintu.
“Nerissa!!” seru orang tersebut. Itu bibi Nerissa, Arlenne namanya.
“Kenapa kok baru kesini?” tanya Arlenne kepada Nerissa.
“Iya baru selesai beres beres, jadi baru bisa kesini,” jawab Nerissa.
“Ehh.. Ini siapa?” tanya Arlenne ketika melihat Agatha. Agatha tersenyum dan mengangguk.
“Saya temannya Nerissa tante,” jelas Agatha. Arlenne mengangguk mengerti kemudian meminta mereka untuk masuk. Arlenne yang telah mempersilahkan Nerissa dan Agatha untuk masuk langsung membuatkan teh. Setelah selesai membuat teh, Arlenne pun duduk dan berbincang dengan mereka berdua. Mereka mengobrol kurang lebih selama 2 jam.
“Oh iya Nerissa, kamu sudah sempet ke makam bibi Sherina?” tanya Arlenne. Nerissa menggeleng.
“Mungkin besok atau lusa tante. Soalnya ini juga kesini pas lagi sempet,” jawab Nerissa.
“Ohiya Ner, tante minggu depan mungkin harus ke Malaysia. Soalnya om kamu tu loh ada urusan disana. Tante sebenernya gak mau ikut, tapi disuruh ikut katanya,” cerita Arlenne. Nerissa mengangguk. Setelah beberapa saat Agatha dan Nerissa pun pamit untuk pergi. Arlenne pun mempersilahkan mereka untuk pergi. Tujuan selanjutnya untuk Nerissa dan Agatha adalah rumah saudara Agatha. Mereka pun langsung berangkat. Di jalan mereka berkunjung ke minimarket untuk membeli jajan. Mereka duduk sesaat untuk menghabiskan jajan mereka dan langsung melanjutkan perjalanan. Setelah sampai, Agatha mempersilahkan Nerissa untuk masuk. Agatha memperkenalkan Nerissa kepada saudaranya yang beberapa tahun lebih tua darinya. Namanya Eric, ia juga seorang polisi. Mereka berbincang tentang banyak hal. Eric bahkan mengatakan kepada Nerissa jika ada sesuatu, ia boleh menghubunginya. Nerissa merasa senang karena ia bisa mengenal lebih banyak orang di negara orang. Setelah lama berbincang, Nerissa pamit untuk pulang. Agatha pun mengantarkannya sampai depan pintu.
“Sepatu rodanya buat lu aja. Anggep aja itu hadiah perkenalan dari gua,” jelas Agatha yang menyodorkan sepasang sepatu roda.
“Beneran lu?” tanya Nerissa memastikan apa yang dikatakan Agatha itu benar. Agatha mengangguk mantap. Nerissa tersenyum lebar dan kemudian melepas sepatunya dan menggantinya dengan sepatu roda. Sesaat sebelum Nerissa pergi, Eric menghampiri Nerissa. Ia mengembalikan cermin Nerissa yang tertinggal di dalam. Setelah itu Nerissa pun langsung pergi.
Setelah sampai di dekat di flatnya, Nerissa berhenti sesaat untuk melihat ponselnya. Sepertinya tadi ada notifikasi. Ia melihat lihat ponsenya. Di saat yang bersamaan, Andrian yang hendak pergi, melihat Nerissa yang sedang bermain dengan ponselnya. Andrian pun bersembunyi di belakang tembok dekatnya. Nerissa sempat merasa ada seseorang yang memperhatikannya. Ia beberapa kali menoleh ke sekitar untuk menemukan siapa yang memperhatikannya, namun ia tidak menemukan siapapun. Akhirnya Nerissa pun masuk ke dalam gedung flatnya sambil terus bermain dengan ponselnya. Andrian yang mengetahui Nerissa sudah pergi pun keluar dari persembunyiannya. Ia tersenyum lebar melihat Nerissa menggunakan sepatu roda. Andrian pun merogoh ponselnya dan langsung menelepon Agatha.
“Apaan?” tanya Agatha sesaat setelah mengangkat telpon Andrian.
“Makasih banget sumpah.”
“Makasih apaan lagi dah?” tanya Agatha yang semakin kebingungan.
“Sepatu rodanya, lu kasih kan?”
“Oh iyaa ahahah gitu doang mah santuy.”
“Iya makasih bangett.”
“Lagian lu ngapain sih diem diem begitu. Kalo lu mau PDKT mah deketin aja gausah kayak gini.”
“Ya gua punya alasan kali kenapa gua gak terang terangan.”
“Ya kalo lu gini terus, ampe spongebob kuliah di Oxford juga lu gak akan nyampe Dri.”
“Udahlah ntar gua pikirin. Pokoknya lu bantu gua aja ya.” Andrian kemudian mematikan ponselnya. Andrian pun menghela nafas panjang. Ia selama ini juga memikirkan apa yang dikatakan oleh Agatha. Andrian bingung apa yang harus ia lakukan. Ia lakukan ini secara diam diam bukan terang terangan karena ia tidak ingin ayahnya tahu tentang orang yang ia sukai. Jelas saja, Frederick memiliki pekerjaan yang tidak baik. Pasti Andrian tidak ingin orang yang ia suka akan dalam bahaya jika ayahnya sampai tahu. Atau, ia juga tidak mau orang yang ia suka membuka kedok ayahnya.
Setelah mematikan telpon dari Agatha, Andrian pun berjalan jalan di sekitar gedung flatnya. Jalanan tidak begitu ramai. Andrian hanya melihat lihat ke sekitar hingga ia melihat sesuatu yang mencurigakan. Ada dua orang yang seperti sedang mengawasi sesuatu. Andrian mencoba untuk mendekati kedua orang tersebut. Ia menepuk pundak salah satu dari orang tersebut. Saat mereka berdua menoleh ke arah Andrian, mereka tampak terkejut. Mereka langsung panik dan pergi. Andrian sempat ingin mengejarnya. Tapi ia berpikir bahwa mungkin itu hanyalah orang yang sedang iseng. Sebenarnya Andrian sedikit curiga, ia juga seperti mengenal salah satu orang itu. Tapi ia tidak begitu ingat siapa, yang jelas sepertinya Andrian pernah melihat wajah itu di suatu tempat. Andrian pun akhirnya memutuskan untuk kembali ke flatnya dan istirahat.
Di sisi yang lain Charles sedang duduk di kantin sendirian. Biasanya ia ditemani Andrian. Ini memang sudah waktunya pulang sekolah dan jarang ada yang berkumpul di kantin. Ia hanya diam menatap kentang goreng yang ia pesan. Sekolah baru akan tutup 2 jam setelah jam pulang sekolah, maka dari itu Charles dan Andrian terkadang duduk duduk disana sambil menghabiskan waktu. Apalagi Andrian terkadang tidak betah di rumah. Namun sekarang Charles hanya sendirian. Ia tidak berencana untuk pulang karena ia di rumah juga sedang kesepian. Tadinya ia ingin menggambar di kantin, tapi ia bahkan tidak tahu harus mulai dari mana.
“Wei!” sapa Jessica yang tiba tiba datang.
“Lah? Lu ngapain ke mari?” tanya Charles.