Amor Prohibido

Aurellia Angelie
Chapter #11

Bab 10

Saat ini jam 12.34 malam dan suasana benar benar hening. Nerissa tiba tiba terbangun di suatu tempat yang bahkan tak kenali. Ia melihat ke sekeliling. Semuanya gelap. Ia mencoba untuk berteriak namun tak ada yang mendengarkan dan sepertinya benar benar tidak ada orang disana kecuali dirinya. Ia tidak diikat atau dilakban mulutnya, hanya dibiarkan begitu saja di ruangan kecil tanpa ada hal lain selain segelas air putih dan satu bungkus biskuit.

Nerissa yang merasa benar benar ketakutan hanya duduk sambil menangis, sesekali ia menendang pintu yang ada di ruangan tersebut. Ia menangis sangat kencang. Sebenarnya ia tidak terluka sama sekali, bahkan tidak ada bekas sama sekali di tubuhnya. Ia baik baik saja, namun ia sekarang terkunci di sebuah ruangan yang ia bahkan tidak tahu ada dimana. Ia mencoba mencari ponselnya, namun tentu saja tidak ada.

Setelah ia menunggu beberapa lama, Nerissa mendengar ada suara hentakan kaki yang mendekati pintu. Nerissa yang mendengar itu mencoba untuk berdiri sejauh mungkin dari pintu. Saat pintu itu terbuka, seorang laki laki masuk dan sesaat menatap Nerissa dan makanan yang ada tepat di sebelahnya.

“Mau lu apa?! Lepasin gua!” teriak Nerissa yang kemudian mencoba untuk melarikan diri karena pintunya terbuka. Laki laki itu dengan tenang menggenggam lengan Nerissa. Ia hanya menoleh sesaat kearah Nerissa dan dengan tenang menarik Nerissa perlahan ke pojok ruangan dan menahannya.

“Apasih?!” Nerissa kembali mencoba untuk memberontak, namun laki laki itu tetap menahan Nerissa dengan tenang. Laki laki itu tidak mengatakan sepatah kata pun. Ia hanya terdiam walaupun Nerissa sudah memberontak hingga menendangnya. Karena Nerissa merasa tidak terancam, ia memberanikan diri untuk membuka masker sang laki laki. Andrian. Iya itu Andrian. Namun dengan wajah yang penuh luka dan rambut yang acak acakan. Nerissa sangat terkejut. Andrian hanya menatapnya dengan tatapan dingin. Nerissa yang tadinya memberontak sekarang membeku. Ia tidak menyangka bahwa teman yang ia baru kenal akan membuatnya celaka.

“Sit down!”(duduk!) suruh Andrian. Ia tetap menatap Nerissa dengan tatapan dingin. Ia terlihat seperti tidak peduli dengan apa yang akan dipikirkan oleh Nerissa. Nerissa yang merasa bingung dan ketakutan hanya bisa mengikuti kalimat Andrian. Andrian benar benar tidak mengeluarkan ekspresi apapun.

Andrian melihat makanan yang ia berikan kepada Nerissa bahkan belum berpindah posisi. Ia sesaat menatap Nerissa dan langsung keluar. Nerissa hanya bisa menangis dalam diam. Ia benar benar tidak mengerti apa yang terjadi. Selang beberapa menit, Andrian kembali membawa kasur lipat yang tipis, bantal dan selimut.

“Tidur dengan ini” Andriana kemudian langsung pergi meninggalkan Nerissa. Karena merasa tidur adalah satu satunya hal yang bisa Nerissa tersebut lakukan, ia pun menggelar kasur itu dan tidur diatasnya sambil terus berdoa.

Matahari mulai naik namun tidak ada cahaya yang masuk ke dalam ruangan tersebut. Nerissa masih tertidur karena tidak ada cahaya yang membangunkannya. Andrian perlahan membuka kunci pintu dari ruangan tersebut dan masuk. Ia membangunkan Nerissa dan menyodorkan satu kantung coklat.

“Bangun!” suruh Andrian dengan nada datar. Nerissa tetap tertidur dengan pulas.

“Bangun!” Andrian berusaha membangunkan Nerissa, kali ini dengan suara yang lebih kencang. Tak terlihat tanda tanda bahwa Nerissa akan terbangun. Ia tetap tertidur dengan lelap. Andrian pun tidak punya pilihan lain selain harus sedikit mengguncangkan tubuh Nerissa. Nerissa pun terbangun, walaupun ia sedikit terkejut karena Andrian yang benar benar duduk dekat dengannya.

“Anjir lu, ngapain hah?! Lu mau macem macem?! Gua juga bisa berantem ya! Gak cuman lu aja!” bentak Nerissa sesaat setelah ia bangun.

“Bacot lu dasar kebo. Gua cuman mau ngebangunin lu doang njir. Gausa geer lu!” balas Andrian yang ikut tidak terima.

“Lah lu ngapain deket banget ke gua?!” tanya Nerissa sambil menaikkan nada bicaranya.

“Gua ngebangunin lu! Lu emang mau gua bangunin lu pake cara ngelempar lu ke sumur?!” Nerissa yang mendengar Andrian berbicara seperti itu langsung terdiam.

“Masih untung lu gak gua gelindingin ke jurang!” lanjut Andrian. Nerissa terdiam.

“Hm.” Andrian menyodorkan kantung coklat yang tadi ia bawa.

“Apa ini?” tanya Nerissa. Andrian tidak menjawab pertanyaan Nerissa dan langsung pergi meninggalkan Nerissa. Setelah Andrian keluar, Nerissa pun membuka kantung tersebut. Isinya adalah satu sandwich dan satu kotak susu. Nerissa awalnya kebingungan. Mana mungkin orang yang menculiknya malah memberinya makanan seperti ini. Ia tidak pernah tahu kalau penculik akan sebaik ini. Awalnya Nerissa mengendus makanan tersebut dan mencicipinya sedikit, namun tidak ada hal menjanggal yang terjadi. Ia pun memakan makanan tersebut dengan lahap.

Andrian yang tadi meninggalkan Nerissa hanya bisa berdiri di belakang pintu ruangan yang mengurung Nerissa sambil terdiam. Ia memandangi sekitar sambil bermain dengan ponselnya dengan cara di putar putar. Dari semalam, ia sesekali mendengar Nerissa mengetok pintu agar dibebaskan. Andrian tidak menggubris panggilan Nerissa saat itu. Yang ia tahu sekarang adalah ini adalah tugasnya yang harus ia lakukan dengan baik.

Matahari pun sudah tepat diatas kepala. Nerissa tak mengerjakan apapun sejak tadi pagi. Ia hanya pergi ke toilet dan kembali duduk di atas kasur lipat. Ia sudah mencari jalan keluar dari kemarin malam, namun ia tak menemukan satu pun. Andrian memang sudah merancang ruangan itu sedemikian rupa sehingga Nerissa tidak bisa keluar. Ia tidak menyisakan perkakas apapun sehingga Nerissa tidak akan bisa menggunakan apapun untuk mendobrak pintu. Andrian juga menutup ventilasi di kamar mandi dengan kayu dari luar, tidak sepenuhnya, yang penting Nerissa tidak bisa keluar namun tetap dapat udara dari luar.

Andrian yang duduk di luar ruangan tersebut hanya menonton televisi. Tidak ada hal lain yang bisa ia lakukan selain ini. Ia pergi ke sekolah? Nerissa bisa saja lepas dan melaporkannya. Namun ia tetap akan masuk ke sekolah ketika situasi sudah aman agar tidak ada yang mencurigainya.

“Aish..,” keluh Andrian yang mendapatkan panggilan dari ayahnya. Ia pun mengangkatnya.

“Ada apa?” tanya Andrian dengan nada yang datar.

“Gimana anak itu?” tanya Frederick. Andrian terdiam sejenak.

“Nerissa? Aman di tanganku. Gak usah khawatir dan urus urusan ayah aja!” ujar Andrian.

“Ayah gak salah percaya sama kamu hahaha.”

“Ya.”

“Emang bakat ayah pasti turun ke kamu haha,” ucap Frederick.

Lihat selengkapnya