Pagi harinya, Nerissa baru saja selesai mandi menggunakan baju yang ia kenakan saat Andrian menculiknya. Andrian sedang tidak di rumah. Nerissa sekarang sedang sendirian. Ia masih benar benar mencari akal untuk kabur. Namun kemarin saat Andrian sudah tertidur, Nerissa mencoba untuk mengamati lagi tentang rumah ini. Di setiap pintu ada alarm yang dinyalakan setiap malam yang Nerissa bahkan tidak menyadari. Tidak, tidak, bukan setiap malam tapi setiap Andrian tidak ada di rumah. Juga Andrian benar benar menyembunyikan segala macam benda tajam atau apapun itu yang bisa menjadi bahan untuk melarikan diri. Bahkan tidak ada beling sama sekali sejak Nerissa yang mau menghantam Andrian menggunakan vas. Jangankan beling, bahkan paperclip pun tidak ada agar tidak dijadikan alat untuk membobol pintu. Waktu itu memang Andrian ceroboh karena suka meninggalkan barang barang di kamar Nerissa seperti paperclip yang digunakan Andrian untuk menjepit kantung makanan dengan note. Note itu biasanya berisikan peringatan kepada Nerissa agar tidak kabur atau memberi tahu pukul berapa makanan selanjutnya akan diberikan. Nerissa sebenarnya tidak peduli dengan ancaman di note itu atau pun apapun yang tertulis disitu, ia hanya mengambil paperclip yang ia kumpulkan dan merakitnya sedemikian rupa agar bisa digunakan untuk membuka sekrup di engsel pintu.
Kali ini Nerissa benar benar kehabisan akal. Bahkan tidak ada perkakas sama sekali yang bisa ia pakai. Gelas pun disimpan di dalam lemari yang diberikan alarm oleh Andrian. Hanya ada gelas plastik saja yang bisa Nerissa gunakan jika ia ingin minum. Andrian benar benar sedetail itu dan seperhatian itu. Ia ingin membuat sanderanya merasa tidak disiksa, namun tetap mengurungnya.
Tak lama setelah melihat lihat sekitar rumah, alarm tiba tiba mati yang artinya Andrian sudah sampai. Nerissa sempat menyapanya namun Andrian tidak menyapanya balik, bahkan ia tidak melirik sedikitpun. Tatapan matanya juga berbeda dengan yang kemarin. Walaupun kemarin raut wajahnya juga datar, namun berbeda sekali dengan yang hari ini. Rasanya badai baru saja menghadang wajahnya.
Dengan raut wajahnya yang suram, Andrian meletakkan satu kantung makanan diatas meja depan televisi. Ia tidak mengatakan sepatah kata pun dan langsung masuk kedalam kamarnya. Sebelum Andrian benar benar masuk, Nerissa mencegatnya.
“Heh, kenapa sih?” tanya Nerissa. Andrian membuang muka. Suasana hening pun tercipta seketika.
Ding dong..!
Suara bel rumah berbunyi. Andrian dan Nerissa masih saja terdiam. Mereka saling menatap satu sama lain. Andrian dengan tatapan dingin yang biasa ia gunakan, Nerissa dengan tatapan bingung.
“Gua aja deh yang buka,” ujar Nerissa yang kemudian membuka pintu. Andrian tetap terdiam di tempat. Nerissa pun membuka pintu. Ada dua orang yang berdiri di balik pintu. Sepasang suami istri yang sepertinya sudah berumur 60 tahunan. Nerissa pun tersenyum saat melihat mereka.
“Can I help you?”(Bisa saya bantu?) tanya Nerissa sesaat setelah membuka pintu. Andrian masih tetap di posisi yang sama. Setelah beberapa detik ia tersadar dari lamunannya dan langsung mengejar Nerissa. Ia takut bahwa yang mengetuk pintu adalah anak buah Frederick yang ingin mengecek apakah Nerissa sudah dilenyapkan. \
“Ada siapa?” tanya Andrian pada Nerissa dengan panik.
“Tenang saja kali gua kagak kabur!” ucap Nerissa. Andrian pun memperhatikan sepasang suami istri itu. Mereka seperti tertawa saat melihat Nerissa dan Andrian sedikit ribut.
“Ini tetangga yang rumahnya 100 meter dari sini. Mereka kesini cuman mau nyapa aja,” jelas Nerissa.
“So you’re not from America?”(Jadi kalian tidak berasal dari Amerika?) tanya salah satu dari mereka. Nerissa dan Andrian pun menjawab bersamaan.
“No,” jawab Nerissa.
“Yes,” jawab Andrian bersamaan dengan Nerissa. Mereka pun menoleh satu sama lain.
“Lu bisa gak sih sependapat sama gua?” omel Nerissa.
“Gua ada keturunan sini anjir!” balas Andrian.
“Mana gua peduli anjay.”
“Dah lah seterah lu.”
“Terserah bego.”
“Yaudah suka suka gua dong.”
“Apasih lu gak jelas.”
“Kayak lu jelas aja!” Suami istri itu terlihat kebingungan saat Nerissa dan Andrian beradu mulut.
“Ehm.. we just want to give you this blueberry pie,”(Ehm.. kami cuman mau memberi kalian pie bluberi ini) ujar sang istri sambil menyodorkan sebuah pie.
“Ohh... Thank you so much..,”(Oh... Terima kasih banyak..) ucap Nerissa sambil menerima pie tersebut.
“You guys fight just like us when we were young hahaha,”(Kalian bertengkar seperti kami dulu waktu masih muda hahaha) ujar sang suami.
“You two look good together,” (Kalian berdua terlihat cocok bersama) saut sang istri. Andrian dan Nerissa langsung membulatkan mata mereka dan menatap satu sama lain dengan tatapan jijik. Kemudian Nerissa tertawa canggung kepada kedua suami istri tersebut.
“Ok then, we have to go to feed our pets,”(Ok kalau begitu, kita harus pergi untuk memberi makan hewan peliharaan kami) pamit sang suami.
“They’re not pets you idiot,”(Itu bukan hewan peliharaan bodoh) ujar sang istri sambil sedikit memukul suaminya. Mereka berdua pun akhirnya pergi dan Nerissa pun menutup pintunya. Sesaat setelah Nerissa menutup pintu mereka saling menatap satu sama lain.
“Ogah gua jadi istri lu,” mulai Nerissa.