(Percakapan dalam bahasa Inggris)
“Apa apaan sih ini?!” protes Andrian.
“Aku bilang tenang dulu bisa gak sih?” balas Faza.
“Terus apa semua maksudmu itu? Terus kamu siapa sih?”
“Mungkin musuhmu, mungkin temanmu.”
“Gausah bertele tele! Kau bilang apa aja ke Agatha?!”
“Bukan apa apa kok.”
“Bacot! Kau anak buah ayahku?”
“Bukan.”
“Kau tahu darimana semua informasi tentang ayahku bahkan identitas aslinya? Gak mungkin dari sekolah.”
“Ya karena ia mendaftarkanmu dan menggunakan nama palsu. Robert kan?” Andrian yang mendengar itu langsung mengambil pistolnya dan mengarahkannya ke Faza.
“Ada pelurunya emang?” tanya Faza sambil tertawa kecil. Andrian langsung saja menembakkan pistolnya tepat di sebelah Faza kemudian kembali mengarahkannya ke Faza. Faza yang mengetahui pistol Andrian memiliki peluru di dalamnya langsung mengambil pistolnya dan mengarahkannya ke Andrian.
“Kamu gak akan suka saat aku bermain dengan ini,” ujar Faza sambil terus mengarahkan pistolnya ke Andrian. Faza meraih pistol Andrian dan mencoba membuat Andrian menurunkan pistolnya namun Andrian memberontak dan malah pergi dari tempat tersebut.
“Sial, belum juga selesai ngomong sudah pergi aja sih,” gumam Faza.
Andrian langsung berlari dari tempat tersebut dan masuk ke dalam mobilnya. Ia memukul setir dengan kencang.
“Siapa sih dia?! Kalo identitas ayah ketahuan bisa repot gua, AH!” gumam Andrian. Kemudian ia langsung menginjak gas dan kembali ke rumah tempat dimana Nerissa di sekap.
Saat sudah sampai, Andrian mematikan alarm rumah dan langsung masuk dengan raut wajah bingung dan marah. Nerissa hanya memandanginya sambil kebingungan. Sudah dua kali Andrian pulang dari luar rumah dengan raut wajah yang tidak wajar. Andrian yang masih kesal langsung menuju kamar mandi dan membasuh wajahnya. Ia sesaat melihat ke cermin. Jika identitas ayahnya terbongkar dan sampai tertangkap, bisa bisa Andrian akan diseret juga ke penjara. Ia benar benar bingung. Rasanya ingin sekali ia memecah cermin yang ada di depannya sekarang. Setelah beberapa saat menatap bayangannya sendiri di depan cermin, ia kemudian mengecek ponselnya. Setelah memasukkan kartu simnya, ia mendapat notifikasi dari dua orang, yaitu Frederick dan Agatha.
Anak buah ayah mau kesana, mau ngecek keadaan. Sama sekalian bantuin kamu nyembunyiin jejak jejak Nerissa.
Itu isi pesan dari Frederick. Andrian semakin kebingungan. Ia belum melenyapkan Nerissa ditambah ia malas sekali jika harus berhadapan dengan ayahnya. Ia pun akhirnya menjawab pesan ayahnya. Ia meminta waktu, tidak ia tidak bilang jika ia belum membunuh Nerissa. Ia hanya bilang bahwa ia sedang tidak ingin diganggu, dan ia tidak bisa mengatasi semuanya sendirian. Kemudian setelah selesai menjawab pesan Frederick, Andrian mengecek pesan dari Agatha.
Baik Dri Faza itu orangnya. Ramah banget. Memang sih rada tertutup gitu orangnya tapi gua enjoy sih ngobrol sama dia juga. Dia juga sering banget neraktir gua, makanan yang di kasih mahal pula.
Seperti itu pesan dari Agatha. Andrian sempat kebingungan. Bukannya tadi Agatha bilang kalau Faza itu orangnya kasar, suka bolos kelas namun kenapa tiba tiba jadi 180 derajat berubah? Perasaan Andrian semakin tidak enak. Ini pasti ada hubungannya dengan Faza. Bisa bisa dia mengancam Agatha juga. Ia pun langsung melepas kartu sim dari ponselnya dan langsung membuangnya di tempat sampah. Faza bisa saja sekarang sedang melacaknya. Setelah itu ia langsung keluar dari kamar mandi.
“Nerissa!!” teriak Andrian.
“Hih apaan sih, bisa gak sih santai dikit?”
“Kemasin barang barang lu sekarang!”
“Mau kemana anjir?”
“Sudah lu gausah banyak tanya, ini bukan sesi bertanya. CEPETAN!”
“Haduhh iya iya.” Nerissa pun mengambil beberapa benda yang menurutnya penting untuk dibawa. Saat sudah merasa membawa semuanya, ia langsung menunggu Andrian sambil duduk di sofa.
“Nih,” ucap Andrian sambil melempar sebuah tas kearah Nerissa.
“Pakai itu buat ngemas barang barang lu!” lanjut Andrian.
“Lah ini kan tas gua! Kok bisa di elu?!” protes Nerissa.
“Udah cepetan!” Nerissa pun akhirnya mengambil tasnya itu dan langsung mengemasi barang barangnya termasuk baju Andrian yang kemarin ia kenakan. Sebelum ia menutup tasnya, ia seperti mencari sesuatu.
“Kok gak ada sih?!” batin Nerissa.
“Lu nyari ini? Haha,” tanya Andrian sambil memegang sebuah ponsel lipat.
“Lu kira gua gak bakal tau kalo lu nyembunyiin ini HP di tempat paling dalem biar kalo HP lu yang biasa lu pake ilang, lu bisa pake ini? Sorry nih, gua udah bisa nebak,” jelas Andrian yang kemudian berpaling.