AMUK!

Nikodemus Yudho Sulistyo
Chapter #27

Tepermanai

Teyai bura’ne punna tena ammallaki badik. Bukanlah seorang lelaki jika tak memiliki badik. Disabdakandalah bahwa, “Dan Kami menciptakan besi yang mempunyai kekuatan hebat dan banyak manfaat bagi manusia, dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya walaupun (Allah) tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat, Mahaperkasa”[i]. Ini berarti bahwasanya Allah Swt. menurunkan besi kepada manusia untuk dijadikan perlindungan diri dan digunakan dengan sebaik-baiknya karena besi yang diciptakan-Nya mempunyai kekuatan begitu hebat.[ii]

Badik[iii] adalah salah satu benda tajam yang digunakan untuk perlindungan diri dan peperangan dimana bahan dasarnya adalah besi.

Badik bagiku, bagi kami para lelaki Mangkasara, adalah sama dengan jantung atau urat nadi. Kami harus terus membawanya bersama. Melepasnya berarti melepas kehidupan kami pula. Badik, dan keris, adalah harga diri serta jati diri kami sebagai laki-laki Mangkasara.

Kerajaan ini dan kekuasaannya berusaha meminta kami untuk melepaskan badik dan keris kami. I Rampang, putraku satu-satunya itu sudah melakukan hal yang benar. Ia jelas menolak melepaskan badiknya untuk diberikan kepada musuh. Bagaimana kerajaan thagut ini memaksa kami membuang harga diri kami. Apa artinya hidup kami lagi bila kami menurutinya?

Keadaan seperti itu pastilah tidak memungkinkan sebuah perdamaian dan penyelesaikan yang baik-baik saja, maka, ujung badik, cappa’ badik, menjadi jalan terakhir.

Aku mencabut badik dari banoang[iv]-nya. Bilahnya pipih, dengan batang dan perut yang buncit. Aku bisa merasakan ketika badik putraku melesak masuk ke perut musuh, kemudian bagian bilahnya yang buncit itu membuyarkan isi perut sehingga membuat sasaran tewas seketika.

Badik yang kugunakan ini adalah badik baru yang dibuat 4 tahun yang lalu. Ada satu keluarga pade’de’[v] ikut dari Mangkasara dan telah bersama kami selama ini, bahkan turun-temurun mengabdi kepada Daeng Mangalle. Besi dari pulau Sulawesi, bumi Mangkasara, adalah besi-besi terbaik di seluruh Nusantara. Daeng Marannulah yang bertugas membawa bahan-bahan mentah tersebut dari tanah kelahiranku. I Rampang pun akhirnya memiliki kesempatan untuk menginjak bumi tercinta kami tersebut, sebelum akhirnya ia harus tewas membela siri’ di tanah Siam beberapa pekan yang lalu.

Aku menikmati pamor[vi]nya. Ketika badikku ini selesai dibuat, memang pamornya sudah menunjukkan kegunaan dari badik ini serta masa depanku. Pamor badikku adalah bunga ce’la, atau bunga garam. Ada butiran-butiran berwarna putih yang menyerupai garam, cilla-cilla, kerlap-kerlip, tersebar di bilahnya.

Lihat selengkapnya