AMUK

Aziz Abdul Gofar
Chapter #5

Berapa Luas Bumi

Ketika di kelas dua SMA, ada seorang siswa yang baru bergabung di kelas kami. Anak laki-laki dari keluarga Minang itu pernah memberiku sebuah mangkuk yang bergambar ayam jago berwarna merah. Zul tidak memberitahuku dari mana ia mendapatkan mangkuk itu dan untuk alasan apa menghadiahkan barang yang tidak lazim untuk teman perempuan. Zulkarnain memang berbeda dari teman-teman di sekolahanku yang beragam. Hingga pada suatu hari, saat kami sedang di Pantai Laut Arafura, Zul bercerita asal-usul mangkuk merah itu.

“Aku mendapatkannya dari kebun di belakang rumah. Dahulu, kami pernah tinggal di Batam sebelum ke Singkawang dan akhirnya Ayah bekerja di sini. Mangkuk itu seperti mimpi atau lebih tepatnya cita-cita yang ingin kugapai.” Kata Zul dengan tenang dan suara pelan.

“Aku ingin menjadi arkeolog,” lanjut Zul kemudian melihat ke arahku,”kamu tahu apa itu arkeolog? Kamu pernah melihat bagaimana arkeolog bekerja?”

Bagaimana aku menjawab pertanyaan yang tidak lazim seperti itu. Bisa dikatakan kami jarang membicarakan akan menjadi apa nanti, atau paling sering kami membicarakan minat kecenderungan terhadap suatu bidang yang menarik bagi kami, dan itu biasanya bersifat umum dan diketahui oleh banyak orang. Sedangkan arkeologi adalah strata yang hanya didengar oleh kalangan mereka yang bisa dikatakan terpelajar. Sekurang-kurangnya mereka yang memiliki minat terhadap saintis dan ilmu pengetahuan terkait. Tidak mungkin Zul berasal dari keluarga arkeolog, ayahnya bekerja di bidang pertambangan sama seperti dengan ayahku. Mungkin ia memiliki keluarga yang membawanya untuk menekuni bidang yang terdengar asing itu.

“Apa kamu memiliki keluarga yang menjadi arkeolog?” tanyaku setelah diam beberapa saat karena tertegun dengan pertanyaannya yang tidak pernah kudengar sebelumnya. 

Zul berdiri dari bangku kayu tempat kami duduk memandang lautan luas yang menjadi pemisah antara Pulau Papua dengan Benua Australia, kemudian melemparkan sebatang kayu kering yang baru diambilnya di dekat pangkal pohon. Batang kayu itu terbawa ombak kembali ke pantai sebelum terseret ombak yang datang tak lama kemudian. Zul mengibaskan tangan kanannya, seperti sedang menampik sesuatu yang hanya dapat ia lihat sendiri.

“Mengapa semua yang kita inginkan, yang kita harapkan di kemudian hari, yang jadi cita-cita selalu dikaitkan dengan keluarga? Apakah semua pilihan-pilihan hidup itu memiliki keterkaitan dengan hubungan darah?”

Pertanyaanku yang terbalas dengan pertanyaan itu, tentu saja membuatku terkejut. Zul melakukan lompatan yang tidak kukira sebelumnya. Kupikir Zul akan menyembunyikan satu atau beberapa fakta yang sesungguhnya sudah banyak diketahui orang-orang di sekitarnya. 

“Sebelumnya aku memang melihat, jika apa yang kita inginkan biasanya terkait dengan apa-apa yang ada di sekitar kita,” sambung Zul. “Sebagian besar tenaga ahli di sini, biasanya mereka memang berasal dari keluarga teknik, keluarga insinyur. Apa kita ingin menjadi bagian dari generasi mereka? Bukankah kita seharusnya memiliki pilihan-pilihan hidup sendiri? Dan kita bebas menentukan pilihan akan menjadi apa kita nanti. Kalau kamu, nanti ingin menjadi apa? Atau setidaknya apa yang menarik minatmu?”

Aku bertambah terkejut dengan pertanyaan Zul. Aku terpaksa kembali surut melihat jauh ke dalam diriku sendiri. Sayangnya, aku tidak menemukan apa-apa yang memiliki warna yang kuat untuk kukatakan kepada Zul jika aku memiliki minat atau kecenderungan terhadap suatu bidang yang akan kujalani sebagai kehidupan profesionalku nanti. Pilihan-pilihan hidup itu hanya nampak samar-samar di antara kecenderunganku untuk bebas.

“Kebebasan.”

“Oh, menarik.”

Namun demikian, apa yang kumaksud dengan kebebasan itu sesungguhnya seperti keinginan anak-anak yang sedang tumbuh menuju dewasa pada umumnya. Bukankah setiap anak yang mulai mengenal dunia yang lebih luas dari dunia di sekitarnya seperti keluarga dan teman-teman bermain dan sekolahnya akan memiliki minat terhadap lingkungan yang lebih luas dan orang-orang yang lebih beragam. Jadi, jawabanku terhadap pertanyaan anak yang sudah memiliki gambaran besar hidupnya itu bukanlah jawaban seperti yang ia inginkan. Akan tetapi jawaban dari sebagian besar anak-anak yang memiliki jawaban yang sama tanpa perlu mendapat pertanyaan dari siapapun. 

Lihat selengkapnya