AMUK

Aziz Abdul Gofar
Chapter #9

Mendulang Air Sungai

Sudah dua hari Leman tidak bertegur sapa dengan Lasmi. Mereka memilih mencari kesibukan masing-masing. Leman ke tanah tegalan yang ia tanami dengan singkong, sementara istrinya tetap menyibukkan diri dengan pekerjaannya membuat tahu dan tempe. Di tanah tegal yang berjarak sekitar tiga ratus meter dari rumahnya itu, Leman mengundang Kasno Bowor dan Haryadi. Mereka bertiga sudah sejak lama memiliki hubungan yang unik, seperti saling ketergantungan satu sama lain. 

Leman menceritakan bagaimana tamu yang datang ke rumahnya kemarin memberikan penawaran menarik. Sangat menarik malahan. Mengingat posisi kelompok mereka di Kaliawir belakangan ini seperti sedang berada di atas tumpukan duri, dimana orang-orang Kaliawir, terutama dari kelompok Sutopo dan Martono yang selalu bertentangan dengan mereka. Meski sebagian orang di Kaliawir masih setia kepada Leman dan kelompoknya, akan tetapi jumlah mereka terbilang kecil dibandingkan dengan pendukung Sutopo sebagai kepala desa terpilih yang juga banyak didukung oleh para pemuda. 

Sepak terjang Leman sebagai kepala desa bisa dikatakan memiliki reputasi yang tidak baik di mata masyarakat, bukan menjadi rahasia lagi. Leman bersama kelompok kecilnya sering mengambil keuntungan sepihak jika ada proyek-proyek pemerintah. Mereka sering mendominasi posisi-posisi basah yang dapat mengatur permainan anggaran dan mengatur alur wewenang dan perintah sehingga menguntungkan orang-orang yang ada di kelompoknya.   

“Kita harus mendulang air sungai itu sekarang!” Kata Kasno.

“Betul. Kapan lagi? Sudah saatnya kita mengembalikan posisi kita atau setidaknya apa-apa yang pernah kita rasakan dahulu, agar kehidupan kita berubah, tidak seperti ini terus!” Haryadi mereaksi semangat Kasno, mereka berdua menunggu Leman memberi tanggapan.

“Apa kau sudah siap, Kang?” Leman melihat ke arah Kasno dan kembali melepas tatapan matanya ke arah Bukit Tolok, “siap menggerakkan orang-orang yang kita percaya?”

“Aku sudah siap sejak dahulu, sejak Sutopo belum menjadi lurah!”

“Apa karena gara-gara pagar itu?” sela Haryadi.

“Salah satunya memang gara-gara pagar itu.”

Kasno berhenti sejenak, mengeluarkan sebatang rokok dari sebungkus rokok kretek yang tergeletak tepat di depannya, rokok dari pabrikan Tulungagung. Kejadian beberapa tahun lalu dengan tetangganya yang sekarang menjadi kepala desa, kembali terputar dalam ingatan. Kasno seorang pensiunan sersan, ingin membangun pagar di depan rumah yang baru agar ada tempat parkir di halaman rumahnya. Ari, anak saudara ipar Kasno, yang menikah dengan perempuan dari Surabaya selalu membawa mobil bila berkunjung ke Jogoroto. 

Lihat selengkapnya