AMUK

Aziz Abdul Gofar
Chapter #21

Jalan Meruncing

Daun pisang di pekarangan bergoyang-goyang. Gerimis turun dengan sudut kemiringan hampir 45’ seperti datang dari arah samping, bukan dari awan mendung di atas Desa Kaliawir. Latu baru tiba di rumah. Duduk di serambi dengan segelas teh hangat yang baru dibuatnya. Udara sore berubah menjadi basah, seperti kegamangan yang diam-diam diperanak-pinakkan kegelisahan. Suara-suara dan peristiwa belakangan di Kaliawir semakin membuat orang-orang resah dan tidak tahu bagaimana nasib mereka akan bermuara. Sudah lebih dari dua kali, kedua pihak yang sekarang sudah saling hadap berhadapan, nyaris terlibat baku hantam dan saling menyerang. Meski keduanya dapat dilerai oleh masing-masing pimpinannya, tetapi sikap dan pertentangan keduanya tetap tak dapat dihilangkan. 

Dari dalam cucuran air gerimis yang sudah berubah menjadi hujan, Irma datang dengan berlari dari arah jalan di depan pekarangan. Latu berdiri dan berhambur menemui Irma.

“Kenapa? Ada apa? Dari mana kamu?”

Irma tidak menyahut pertanyaan-pertanyaan Latu. Ia tetap berdiri dengan tatapan yang terselubung air hujan yang menetes dari ujung-ujung rambutnya yang tergerai di kening.

“Orang-orang.. mereka, akan melakukannya!”

Suara Irma yang terbata-bata menyusup di antara suara hujan yang jatuh di atap genting. Sekarang latu yang tidak menyahut dan membiarkan Irma menyelesaikan kalimatnya sendiri. Latu mengajak Irma duduk di serambi kemudian masuk ke dalam rumah mengambil selembar handuk yang sudah pudar warnanya. Irma menerimanya dan mulai membersihkan air hujan di kepala dan tubuhnya. Namun, baju yang dikenankannya sudah basah semua.

“Aku mendengarnya sendiri semalam. Orang-orang perusahaan akan menuntut semua orang yang terlibat penyerangan di Bukit Tolok kemarin. Apalagi salah seorang ahli tambang yang sebelumnya di rawat di rumah sakit di Blitar, meninggal. Aku tidak ingin terjadi apa-apa padamu, apalagi salah satu target utama mereka kamu.”

“Orang-orang kita juga ada yang meninggal dan banyak yang terluka parah. Bukan dari pihak mereka saja yang menderita. Aku pikir bukan aku saja yang menjadi incarannya, tetapi banyak orang yang akan mereka tangkapi.”

“Iya aku mengerti, tetapi tetap saja kamu akan dituntut. Tujuan mereka sudah jelas, mereka menginginkan tanah di Bukit Tolok itu. Sekarang, pergilah dari Kaliawir. Pergilah dari sini untuk sementara waktu sampai keadaan kembali tenang dan seperti apa kondisi ke depan nanti. Pergilah hari ini juga. Bisa saja besok sudah tidak ada kesempatan.”

Latu terhenyak. Ia duduk mematung seperti tidak tahu apa yang akan diperbuatnya guna menghadapi situasi seperti sekarang. Bukan saja karena tekanan akan ditangkap dan dituntut yang bisa berakhir di dalam tahanan, karena banyak orang Kaliawir dan dari desa sekitar yang akan mengalami nasib serupa, akan tetapi karena mereka bisa berbuat lebih jauh. Orang-orang perusahaan akan memakai orang lain seperti Kasno Bowor dan bisa mendatangkan sekelompok orang yang dapat berbuat kejam kepada siapapun. 

Latu melihat ke arah bilik Mbah Mah, neneknya belum juga pulang ke rumah. 

Lihat selengkapnya