AMUK

Aziz Abdul Gofar
Chapter #22

Saxophone dan Dua Lukisan

Kuncoro kulihat sudah tak bergerak di lantai kamarnya setelah kuhantam kepalanya dengan ujung megafon. Aku tidak berani mendekatinya apalagi menyentuhnya. Selain karena takut ia akan kembali mencekikku jika tiba-tiba terbangun, aku juga takut jika sidik jariku akan melekat di tubuhnya. Aku ketakutan. Kebingungan. Menangis terisak di sudut kamar. 

“Oh Tuhan, mengapa menjadi seperti ini?”

Kemarin, Sojo mengetahui kedekatanku dengan Kuncoro. Iya, pada akhirnya ia tahu aku memiliki hubungan dengan Kuncoro. Orang-orang yang kukira tidak akan mengusik atau mencampuri dunia pengasinganku, pada kenyataannya begitu jauh masuk ke dalam kehidupan yang kuanggap hanya aku sendiri yang ada di dalamnya. Ternyata, aku tidak pernah bisa untuk berada di dalam dunia yang kuimpikan itu, mereka sudah memasukinya diam-diam dan tanpa kusadari. Bahkan mereka melakukan apapun yang mereka inginkan, tetapi tanpa kusadari.

Sojo mengetahuinya dari Salim yang mendapatkannya dari Henri. Dan seseorang yang bernama Rusdi Balak, laki-laki yang pernah kutemui sekali di rumah Bu Kunto itulah yang bercerita kepada Henri yang ternyata kawan lamanya. Dan Bu Kunto, yang selama ini kukira tidak pernah memperdulikan orang lain, termasuk penyewa paviliunnya, menceritakan semua yang dilihatnya. Dan tentu saja, semua ceritanya itu berawal dari kecurigaannya kepada kami. 

Pada hari yang sama, aku mendapat kabar jika ayah dalam kondisi kritis dan masih di rawat di salah satu rumah sakit di Blitar. Ketika kudengar kabar jika ayah masuk rumah sakit karena kerusuhan di area tambang yang sedang dikerjakannya, aku ingin secepatnya ke sana, tetapi orang-orang perusahaan katanya akan merujuk ayah ke rumah sakit yang lebih baik di Surabaya dan akan membawanya kembali ke Papua jika memungkinkan. Aku pikir, kondisi ayah tidak terlalu buruk, atau seperti itu yang kuharapkan.

Ketika kudengar dari ibu yang sudah dapat menemani ayah setelah sebelumnya beliau kesulitan mendapat pesawat bahwa ayah kritis, aku mengemasi beberapa pakaianku untuk pergi ke Blitar. Namun Kuncoro seperti orang yang sedang mendapat serangan jantung saat mengetahui aku akan ke Blitar. Kuncoro sudah mengetahui keadaan ayah, ia juga mengetahui keadaan di Kaliawir dari berita-berita di tv. Kuncoro tergeletak di lantai serambi paviliun yang menghubungkan pintu ruang tamuku dan ruang tamu paviliunnya. 

Lihat selengkapnya