An Adventure of Love 1

Anquin Dienna
Chapter #2

Chapter #2 Perasaan Masa Kecil

Tahun 2009 adalah tahun di mana aku pertama kali bertemu dengan DIA. DIA yang membuat aku jatuh cinta untuk pertama kalinya. Lelaki itu adalah Jian Arya Rafael teman satu SD-ku dan sekaligus mantan sahabatku.

Oktober 2010 adalah bulan di mana aku mulai dekat dengan Jian karena suatu hal. Aku menangis karena diganggu oleh teman laki-laki di kelasku, kebetulan sekali Ibuku sedang berjalan di sekitar sekolah dan tanpa sengaja mendengarku menangis.

“Jian tolong jagain Quina ya, kalau ada yang mengganggu tolong Jian bela. Enggak apa-apakan?” pinta Bunda. Jian hanya mengangguk.

Sejak saat itu, Jian selalu berusaha membelaku meskipun aku dan dia sama sekali nggak pernah bertegur sapa. Waktu itu aku masih terlalu kecil untuk mengerti kata cinta dan sayang. Bahkan aku sama sekali nggak memiliki perasaan lebih terhadap Jian. Entah apa yang dirasakan Jian saat itu karena pada akhirnya ia mengakui bahwa perasaan sayangnya padaku udah tumbuh sejak kelas dua SD karena bunda menitipkanku padanya untuk ia jaga.

 

***

 

November, 2013

Tanpa terasa waktu bergulir dengan cepat, aku telah duduk di bangku kelas lima SD. Dalam hal pertemanan, aku emang kurang beruntung. Aku sering dimusuhi oleh teman-teman perempuanku, bahkan dikucilkan. Salah satu penyebab hal itu terjadi karena aku disayangi oleh guru-guruku dan merupakan salah satu anak yang pintar dan cekatan. Pengucilan ini berlangsung sejak aku duduk di bangku kelas dua. Aku sudah terbiasa menjadi bahan hinaan dan cacian oleh teman-teman perempuanku, sehingga hampir setiap hari aku menangis. Rasanya pengen marah, tapi aku nggak bisa.

Selain karena alasan di atas, hinaan itu aku dapatkan karena perangai buruk ayahku. Perangai buruk ayahku udah jadi rahasia umum di kampung tempat tinggalku: Anquin anak perempuan dari Pak Ilyas yang pemabuk, penjudi, tukang sabung ayam, dan suka main perempuan. Bagi anak seusiaku dulu, tentu hinaan itu menjadi tekanan tersendiri bagi kesehatan psikologisku. Karena aku terlalu sering dimusuhi oleh teman-teman perempuanku, akhirnya aku lebih dekat dengan teman laki-lakiku salah satunya adalah Jian.

“Quin, boleh tanya nggak?” tanya Jian pada jam istirahat waktu itu.

“Boleh, Jian mau nanya apa?” Aku yang sedang menulis langsung menghentikan aktivitasku. Lalu duduk menghadap Jian yang duduk di sebelah mejaku.

“Quina, punya pacar nggak?” tanya Jian polos.

“Pacar? Nggak punya. Aku kan masih kecil. Masa udah punya pacar?” jawabku polos, jujur waktu itu aku mana ngerti masalah cinta. Banyangin aja itu Jian nanya pas kita masih duduk di bangku kelas V SD.

“Aku punya loh, hebatkan udah punya pacar.” Jian berbicara seraya mengacungkan kedua jempolnya.

“Oya? Ih Jian punya pacar! Kita kan masih kecil.”

“Biarin.” Jian menjulurkan lidahnya kepadaku.

“Emang pacar Jian siapa? Temen sekelas ya?” tanyaku. Mungkin waktu itu ekspresiku nyureng abis karena heran masa kelas V SD udah main pacar-pacaran?

“Bukan. Pacar aku sekolah di sekolah lain nggak disini, dia kelas enam.”

Lihat selengkapnya