“Anquin, Jian suka tuh sama kamu!” pekik Caka.
“Hah? Maksudnya?”
“Iya Jian suka sama kamu, gimana diterima nggak?” Sambung Caka lagi. Kulihat Caka berbicara serius karena ucapan ini sudah sering ia lontarkan lebih dari seminggu. Entah kenapa tuh bocah terus menerus gangguin aku dengan bilang kalo Jian suka sama aku, kalo Jian suka sama aku udah lama, dan ucapan-ucapan salam lainnya.
“Kalo dia suka, suruh dia yang ngomong sendiri. Jangan pake perantara!” tantangku dengan nada serius, padahal dalam hati sih niatnya cuma bercanda. Meskipun getaran hebat itu kembali muncul, tapi aku berusaha nggak peduli.
Berulang kali Caka ngomong kayak gitu sampe-sampe bikin aku risih dan jengkel. Jujur aku sendiri nggak mau baper. Makanya aku nggak terlalu menganggap omongan Caka serius karena aku ingat Jian pacar Tita. Jadi, omongan Caka nggak perlu diartikan terlalu jauh!
***
“Quina!” seru seorang cowok. Aku menoleh dan menghampiri orang yang menjadi sumber suara: Jian.
“Eh Jian, ada apa?” Aku menghampirinya di balik jendela.
“Caka bilang, katanya kamu mau ngomong.”
“Ngomong? Ngomong apa?” Dahiku berkerut. Kapan aku bilang mau ngomong sama Jian? Perasaan nggak pernah bilang gitu deh ke Caka.
“Dih mana aku tahu? Caka yang bilang kok.” sanggah Jian.
Aku berpikir sejenak dan pikiranku langsung terpusat pada satu pembahasan yakni mengenai perasaan Jian.
“Oh, yang itu, sebenernya aku cuma mau nanya aja sih. Caka sering bilang kamu suka sama aku, bener nggak?” cecarku dengan penuh tanda tanya.
“Iya aku suka sama kamu, gimana diterima nggak?”
Rasanya ada palu yang menggodam jantungku saat mendengar jawaban Jian yang di luar dugaan. Aku bingung dibuatnya. Harus jawab apa nih? Memang sih selama setahun ini aku punya rasa yang aneh buat Jian. Entah itu perasaan apa? Suka? Cinta? Aku bener-bener nggak tahu karena selama ini aku nggak pernah naksir lawan jenis. Aku takut kalo perasaan ini hanya sebatas perasaan sukaku kepada seorang sahabat bukan perasaan sayang apalagi cinta. Aku masih bingung mengartikan perasaanku yang sesungguhnya pada Jian. Akhirnya jawaban super klise yang keluar dari mulutku saat itu.