Masalah itu muncul.
Tak berapa lama setelah aku dan Jian berbaikan, ada saja masalah yang datang menghadang. Berbagai makhluk dari tulang rusuk laki-laki berlalulalang bak berjalan di sebuah swalayan. Mereka terus saja menginterogasiku seputar status hubunganku dengan Jian sang coverboy sekolah, mulai dari yang halus sampai yang menjelek-jelekan Jian di hadapanku.
Daebak! Oke aku akui pacarku ini memang cukup ganteng. Tatapannya tajam setajam mata elang, dengan alis hitam yang indah sesuai dengan proporsinya, hidung mancung dengan tulang lunak yang lancip, bibir tipis sehingga membuatnya semakin manis, dengan dagu lancip, berwajah tirus, berambut hitam lurus, berkulit putih untuk ukuran laki-laki, ada gingsul di giginya, dan kalau dia udah senyum beuh bikin banyak cewek klepek-klepek. Duelah aku muji Jian banget ya kesannya? *ckckckck.
“Anquin, sini deh bentar!” ajak seorang kakak kelasku.
“Iya ada apa Kak?” tanyaku halus.
“Bener enggak Anquin pacar Jian?”
“Iya, Kak. Emangnya kenapa, Kak? Kakak suka ya sama Jian?” tanyaku ragu, takut menyinggung perasaannya.
“Enggak kok. Kakak cuma nanya aja,” kilah kakak kelasku terbata. Padahal sih aku yakin dia emang ada rasa sama Jian.
“Duh kasian! Patah hati deh!” ejek salah satu teman Kakak kelasku itu. Tuh kan bener dugaanku, Kakak kelasku ini pasti suka sama Jian.
“Apa sih! Enggak kok,” kilahnya.
“Yaudah Quin kalo mau masuk ke kelas, masuk aja!” ujar cewek itu padaku yang sebenarnya sebuah usiran dengan nada halus.
Lain lagi dengan salah satu fans berat Jian, saking ngefansnya dia sampai menjelek-jelekan Jian seperti ini:
“Quin kamu bener pacarnya Jian?” pekik Dinar tanpa basa-basi.
“Emang kenapa, Nar?” tanyaku agak sewot. Abisnya si Dinar nanyanya kayak ngelabrak sih.
“Enggak apa-apa cuma nanya aja, susah banget sih tinggal jawab aja! Kamu pacar Jian apa enggak?” desis Dinar jengkel.
“Iya,” jawabku singkat.
“Iyuh! Mau-maunya kamu pacaran sama Jian!” cibir Dinar diiringi ekspresi jijik yang berlebih-lebihan. Sumpah lebay banget ekspresinya!
“Emang kenapa?” timpalku mulai dongkol.
“Kamu enggak tau predikat Jian? Jian itu playboy, pacarnya banyak! Pacar dia tuh bukan cuma kamu aja. Selain itu, dia juga nakal, miskin, enggak level deh sama kamu. Malah aku sering lihat dia menggembala kambing, terus dia suka motong rumput tuh buat makanan kambing! Ya ampun! Ih jijik banget deh!” Cibiran Dinar semakin pedas dan tanpa perasaan. Nah, ini nih informan kurang kerjaan! Rempong banget sih jelek-jelekin Jian.
“So? Emang masalah? Kok jadi kamu yang repot sih? Pacar-pacar aku, ngapain kamu ngejelek-jelekin dia sama aku? Aku sih enggak masalah sama kekayaan, kalo dia motong rumput bagus dong berarti dia anak yang rajin. Kalo masalah dia playboy itu sih gimana kesadaran dia aja!” tukasku. Kemudian, aku pergi meninggalkan Dinar dengan perasaan jengkel dan dongkol abis!
Selain yang terang-terangan bertanya, aku pun sering mendapat selentingan tidak enak tentang Jian. Mulai dari aku diduakan, ditigakan, bahkan ada yang bilang aku disepuluh. Ajaib bukan? Ada beberapa nama yang terdaftar sebagai perempuan yang digosipkan selingkuhan Jian: ada Nirra, Jessica, Wintha, Sinar, Ervani, Chika, dan masih banyak lagi yang lainnya!
Berbagai tulisan pun tertulis dan terpajang di tembok toilet sekolah mulai dari tulisan memakai spidol, pulpen, sampai pensil yang isinya hampir sama! Seperti ungkapan perasaan ‘Jian aku suka sama kamu’ atau ‘Jian I love you’, cibiran ‘Dasar playboy cap tahu! Jian kenapa kamu nolak aku’, sampai berbagai pertanyaan seperti ‘Jian sebenernya kamu pilih siapa sih? Nirra, Wina, Nindy, Tita, atau Anquin?’ dan parahnya lagi ada saja yang menjawab begini bunyinya ‘Aku pilih Anquin’.
Jujur, lama-lama aku terpengaruh juga dengan berbagai gossip yang beredar tentang Jian tanpa mengklarifikasi kebenarannya secara mutlak. Kupingku rasanya panas juga dengan selentingan tidak jelas itu. Akhirnya, aku kembali mendiamkan Jian. Ya, emang sih aku sayang sama Jian, tapi kalau terus-menerus gosip hinggap di telingaku? Enek juga dengernya.