Masih ingat dengan Farrel? Siswa laki-laki yang paling menyebalkan dan usil setengah mati itu, ternyata belum menyerah untuk mendapatkanku *cieelah kesannya aku cantik amat ya ckckck. Serius, meskipun sudah jelas-jelas ditolak mentah-mentah olehku, dia masih saja nekat mendekatiku. Berbagai ulah ia lakukan agar mendapat perhatian dariku, mulai dari berteriak-teriak di depan kelas bahwa ia menyukaiku, menghadang jalanku di sana-sini, mengikutiku, dan macam-macam lagi ulah yang ia lakukan sehingga membuatku dongkol dan malu abis! Tuh cowok bener-bener sableng! Gangguan jiwa kayaknya tuh anak!
Lama-lama risih juga diganggu terus menerus oleh Farrel, aku pun berinisiatif mengadu pada Jian. Aku berjalan dengan ragu mendekati kelas Jian yang jaraknya dari ujung ke ujung.
“Ada apa? Tumben mau nyamperin aku?” tanya Jian heran.
“Enggak boleh ya? Yaudah deh aku balik lagi aja.”
“E-eh, jangan dong, udah capek-capek ke sini masa balik lagi?” cegah Jian buru-buru.
“Ada apa? Pasti ada yang mau diomongin, ya?”
“Ada anak kelas tujuh nguber-nguber aku mulu, katanya sih suka sama aku. Namanya Farrel kelas VII C,” ucapku jujur.
“Terus?” sahut Jian dengan dinginnya. Sumpah mukanya lempeng banget!
“Kok terus sih?” jawabku sebal.
“Emang harus jawab apa?” Jian malah ikut-ikutan bego, apa pura-pura bego? Beneran deh Jian nyebelin banget!
“Ya apa kek gitu, kok dingin aja sih? Kamu nggak marah, atau belain aku gitu?” Jujur aku mulai dongkol dengan jawaban Jian yang dingin nyaris tanpa ekspresi.
“Ya kalo kamu suka, terima aja.” Great! Sekali lagi jawaban Jian telak membuatku dongkol setengah mati. Rasanya sia-sia perjalanan panjangku menemuinya kalo jawabannya cuman begini aja.
“Kok malah nyuruh aku jadian sama Farrel sih? Kamu aneh!” ujarku mulai jengkel.
“Bukannya gitu Quina, aku kan nggak nyuruh kamu jadian. Aku cuma bilang, kalo kamu suka ya terima aja. Ya kalo enggak suka, enggak usah. Lagian aku kan cuma pacar kamu, jadi enggak bisa larang-larang kamu. Itu kan hak kamu, kamu mau nerima dia atau nggak,” jelas Jian. Sumpah sok bijak banget! Emang dia nggak cemburu gitu? Nyebelin!
“Yaudah deh, aku mau ke kelas lagi ya!” tukasku. Sumpah males deh lama-lama ngomong sama Jian, bikin kecewa.
***
“Hei, Jian! lo pacarnya Anquin ya?”
Pekik satu suara di belakang. Jian menoleh dan melihat polet biru satu strip di saku siswa laki-laki itu.
“Lo bisa sopan dikit?” ucap Jian santai.
“Nggak usah banyak ngatur deh lo, lo pacar si Anquin?” pekik Farrel untuk yang kedua kalinya.
“Iya gue pacar Anquin, kenapa?” jawab Jian tenang. Nih bocah bener-bener kurang ajar, nggak ada sopan santunnya sama sekali. Aku yang melihat kejadian itu dari kejauhan langsung bersembunyi seraya mencuri dengar.
“Anquin buat gue ya?” pinta Farrel tanpa basa-basi, tanpa peduli orang-orang di sekitarnya menatap penuh tanda tanya! Ada yang geleng kepala, terkesima, dan terperangah tak percaya dengan kelakuan Farrel yang terang-terangan mau merebut pacar orang! *ckck pede banget lagi tuh anak, emang yakin gue mau sama dia?
“Ambil aja, kalo dia mau sama elo!” Plak perkataan Jian memang halus, tanpa emosi, dan tetap tenang. Namun, pasti membuat harga diri Farrel jatuh total. Bagus Jian! Mampus lo Farrel!
“Lo lihat aja nanti, gue pasti bakal rebut Anquin dari lo!” ancam Farrel penuh emosi.
“Coba aja!” tukas Jian santai disertai senyuman tipis penuh kemenangan. Diam-diam pipiku blushing karena ternyata Jian mau juga pertahanin aku, wkwk. Tak mau ketahuan nguping, aku segera pergi menjauh dari mereka.
***
Enam bulan berlalu, ujian kenaikan sabuk karate sudah berlangsung dan kini aku dan teman-teman seperjuanganku di karate sudah memegang sabuk kuning. Hubungan persahabatanku dengan Jessica dan Nirra semakin dekat setelah Jessica memutuskan untuk bergabung mengikuti jejak aku dan Nirra masuk dalam ekskul karate. Meskipun sebenarnya tidak secara sukarela tapi dipaksa! HAHA *seringai setan. Hari ini adalah hari pertama Jessica mengikuti latihan karate.
“Barbie, siapa tuh?” tanya Senna seraya menunjuk Jessica dengan dagunya. Ah, ya kalian belom kenalan dengan Senna ya? Senna itu anak kelas tujuh yang paling enggak sopan sedunia. Seenaknya banget dia manggil aku dengan sebutan barbie, haha.
“Temen gue. Kenalin Jes, Senna alias orang-orangan sawah!” ujarku seraya mengejek Senna.
“Sialan lo! Dasar barbie gede!” Kini giliran Senna yang mengejek.
“Biarin, barbie kan lucu, imut-imut, cantik lagi! Enggak kayak orang-orangan sawah! Udah jelek, kerempeng, diem di sawah lagi!” ejekku tidak mau kalah seraya menjulurkan lidah.
“Ih, kalian kok malah berantem?” kernyit Jessica yang sedari tadi bingung sendiri.
“Eh, iya, tadi aku mau kenalan sama kamu ya? Kenalin Senna, nama kamu siapa?” tanya Senna seraya menyodorkan tangan kanannya.
“Jessica,” sahut Jessica seraya membalas sodoran tangan Senna.
“Huh! Giliran sama Jessi aja bilang aku–kamu. kalo sama aku, lo–gue!” protesku.
“Kamu-kamu, sopan dong Dek! Gini-gini aku sama Anquin Kakak kelas kamu.” timpal Jessica, jelas Jessica pasti membelaku.
Semakin lama kami semakin dekat dan bersahabat. Meskipun aku dan Jessica yang lebih sering berbincang-bincang dengan Senna, karena Nirra lebih sibuk dengan urusannya sendiri. Pembicaraan kami ngalor-ngidul tidak tahu ke mana arah dan tujuan pembicaraannya. Namun, Senna memang lebih dekat denganku sehingga aku dan dia sering disangka berpacaran. Padahal dalam kenyataannya Senna sering curhat kepadaku bahwa ia menyukai Jessica.
***
Prediksi salah besar! Ternyata Farrel lebih nekat dari yang dibayangkan!