Nama lengkapnya Lateef Munif Migdad, panggilannya Lateef. Artinya cukup indah, seorang anak yang menyenangkan tinggi martabatnya juga seorang pemberantas kejahatan. Ya, seorang pemberantas kejahatan. Itulah yang membuat Lateef kecil sering mengigau jika suatu hari dia akan diundang sebagai pahlawan baru di Avenger. Dia sering mencercau jika dewasa nanti dia akan berteman dengan Superman, bersahabat dengan Iron man, menjadi partner Batman, juga akan menjadi orang yang dikagumi Wonder women. Tentu saja itu tidak akan terjadi. Mana mungkin pikir Ghibran.
Tapi Lateef bersi keras mengakui jika dia seorang Pahlawan seperti diserial super hero yang disukainya. Sampai akhirnya dia diberi pemahaman oleh Abi juga Umi, jika para pahlawan itu hanya delusi manusia. Hayalan semata, bukan sesuatu yang nyata. Lateef sangat kecewa kala itu, sampai-sampai sakit dua hari karena memikirkan semua itu. Tapi untunglah dia bisa mengerti dan membedakan mana yang asli dan mana yang sekedar Ilusi. Beranjak remaja Lateef lebih bisa membedakan mana yang patut diteladani, dan mana yang tidak.
Setelah umurnya semakin dewasa? Sikapnya sama saja. Sedikit kekanak-kanakan. Walau sebenarnya kini Lateef lebih bisa menyesuaikan dimana, kapan, dan bagaimana harusnya dia bersikap.
Tambah dewasa ini, Lateef sering digadung-gadungkan sebagai keturunan langsung nabi Yusuf a.s. Karena wajahnya yang tampan. Dengan garis wajah yang tegas, alis yang tebal persis sama seperti Ghibran, matanya yang tajam, hidungnya yang mancung, bibirnya yang tebal, warna kulitnya yang sempurna putih. Lateef lebih terlihat dingin daripada sifatnya yang konyol. Jika hanya melihat penampilan tanpa mengenal, mungkin kalian akan menganggap Lateef sebagai lelaki yang dingin, sombong, arrougan, judes, cuek, dan banyak lagi. Setelah kalian mengenal sifat Lateef yang sesungguhnya, dijamin kalian akan menyesali pemikiran kalian tentang Lateef sebelumnya.
Dia konyol, walau terkadang cuek, dingin, dan tegas. Tergantung situasi dan kondisi. Tapi kebanyakan dia sering ditertawakan oleh kawan-kawannya akibat sifatnya yang sedikit abstrak. Dia tahu benar bagaimana cara menghibur orang yang bersedih, sangat mudah baginya mencairkan suasana, mudah juga untuk membuat orang-orang tertawa. Pikirannya terbuka, sangat menyenangkan jika mengajaknya berdiskusi, tidak selalu terpaku dengan satu pemikiran. Orang yang sangat perhatian. Tapi jangan harap Lateef akan perhatian kepada kalian jika kalian seorang wanita. Dia malah sedikit dingin, lebih menjaga jarak juga sifat. Walau itu semua tidak bisa membuat kaum hawa disekolahnya tidak menyukainya.
Untuk itu, sikapnya sama persis seperti Abu Nawas yang bijak itu teladannya. Abu Nawas sangat mampu menyesuaikan dimana dan bagaimana dia harus bersikap. Sifatnya yang sering dikatakan gila oleh orang-orang, siapa yang menyangka jika Abu Nawas sangat cerdik dan bijaksana? Abu Nawas sangat baik, menyenangkan, bisa juga tegas. Begitulah Lateef bersikap. Sama sebagaimana Abu Nawas bersikap.
Berbeda dari kakaknya, Lateef sedikit unik. Dia lebih menyukai bahasa dari pelajaran lainnya, bahkan diumurnya yang ke-19 ini dia mampu memahami setidaknya 8 bahasa. Dibanding Ghibran yang sering menggunakan motor sebagai alat transportasi, Lateef lebih menyukai sepeda untuk bepergian. Si hitam, begitu dia menamai sepedah hitamnya.
“Good job. Event kali ini pun sesuai dengan apa yang direncanakan sebelumnya. Beri tepuk tangan yang meriah untuk ketua osis kita ini, Lateef!” Ucap Angga sahabatnya.
Saat ini Lateef juga Angga tengah berada dikantor khusus anggota Osis. Terduduk dengan nyamannya diatas sebuah kursi. Setelah bersusah-susah merencanakan acara, mondar mandir sana-sini untuk menghias sendiri ruangan yang akan dipakai acara, dari awal sampai selesai Lateef belum bisa beristirahat dengan benar. Dia sangat menjaga amanahnya sebagai ketua osis. Lateef kelelahan melakukan semua ini, tapi dia tidak keberatan juga. Toh ini tugasnya, mengawasi juga berperan sendiri atas keberhasilan acara sekolah.
Lateef mewarisi jabatan ini. Seperti halnya Ghibran yang dipilih sebagai ketua Osis pada masanya, kini Lateef lah yang meneruskannya. Tapi tidak apa, Lateef suka dengan jabatan ini. Bukan karena dia gila kekuasaan, tapi karena kekusaan itulah yang mempermudah Lateef dalam mengubah sekolahnya menuju jalan yang lebih baik. Sebagaimana tekad kakaknya dulu, Lateef pun memiliki tekad yang sama.
“Berlebihan lah, Ngga. Seharusnya untuk memuji kamu umumkan didepan para guru, staff, kepala sekolah, baru itu dinamakan pujian” Kata Lateef datar.
“Sakarepmu! Terserah kamulah, Lateef.” Jawab Angga yang hanya dicengiri oleh Lateef.
Lateef sedikit meregangkan otot-ototnya, memijat kecil kepalanya. Butuh tenaga besar untuk acara yang besar. Oleh karena itu tenaganya yang seharusnya cukup untuk seharian full, kini terkuras sepenuhnya. Jika tidak malu---ada kalanya Lateef memiliki rasa malu, ingin rasanya dia terbaring nyaman diatas meja ini dan tertidur pulas. Ditempat ini. Tapi, ya, mana mungkin dia lakukan itu? Banyak anak Osis yang akan kemari, entah itu laki-laki atau perempuan. Dimana martabat dia?
“Jam berapa, Ngga?”
“15:00”
“Belum Ashar?” Tanya Lateef heran.
“Belum ada yang Adzan. Mungkin sebentar lagi, kenapa?”