Anak-anak Daksa

Adri Adityo Wisnu
Chapter #1

1. AKHIRNYA, ADA YANG CANTIK!

Siapa sih yang nggak kenal Narendra Narasimha? 

Cowok SMA yang dipanggil Ren itu bukanlah cowok ganteng yang digandrungi banyak cewek. Bukan juga anak OSIS, anak band, anak basket, anak futsal, anak Taekwondo, anak dance, atau anak-anak berjulukan lainnya. Dia cuma anak SMA biasa yang nggak banyak gaya. Tubuhnya kurus, dan tinggi. Kalau di sekolah, ia pakai seragam dengan celana yang sedikit ngatung dan kemeja slimfit yang selalu dikeluarkan. Di luar sekolah, biasanya Ren pakai skinny jeans dan kaus yang bagian kerahnya sedikit kendor. Kadang-kadang sambil membawa tas selempang juga. Penampilan yang biasa saja, ditambah tidak adanya bakat yang mencolok membuat Ren jauh dari kata populer.

Jadi, siapa yang nggak kenal Narendra Narasimha? Ya… banyak.  

Narendra Narasimha. Dalam bahasa sanskrit artinya pemimpin manusia yang gagah seperti singa, tapi malah rambutnya yang mirip singa, bukan kegagahannya. Ren bukanlah orang yang senang bersosialisasi dan berkenalan dengan banyak orang-orang baru. Bukannya tidak bisa, cuma memang ia tidak merasa perlu. 

“Kualitas ngalahin kuantitas. Ngapain sih banyak kenalan kalau isinya orang-orang toxic semua?” katanya kepada teman-teman dekatnya di kelas XI IPS. “Mending gue punya sedikit temen deket, tapi minim drama. Gue bersyukur punya temen-temen deket kayak kalian. Nah, sebagai temen yang baik… nanti siang jajanin gue, dong. Uang jajan gue mau dipake beli kuota.” 

Selain itu, ia juga tidak banyak omong kecuali dengan orang-orang yang sudah ia kenal dekat atau membuatnya nyaman. Jika ia tidak nyaman dengan seseorang, Ren akan menunjukkannya terang-terangan. Rasa nyaman Ren terhadap seseorang biasanya ditandai dengan dia akan jadi banyak omong dan bertingkah menyebalkan. 

Apa Ren pernah pacaran? Pernah. Selama 16 tahun hidup, dia sudah dua kali pacaran. Sebetulnya tiga kali kalau mau menghitung cinta pertamanya waktu kelas lima SD. Namun, siapa sih, yang mau menganggap serius pacaran anak SD?

Dia pernah pacaran waktu kelas 2 SMP, dengan perempuan bernama Keysha Tekaloka. Nama yang sebetulnya unik dan cantik, cocok dengan pemiliknya yang wajahnya manis. Ia dipanggil oleh teman-temannya dengan “Key” atau “Keysha”, tapi karena Ren anaknya memang usil dan ingin berbeda dari yang lain, ia membuat nama panggilan sendiri untuk pacarnya itu dengan mengambil dua huruf awal dari nama depan dan tiga huruf awal nama belakang. Maka, jadilah “Ketek”.

Tentu saja Keysha lama-lama muak disamakan dengan salah satu lipatan tubuh, ditambah meskipun sudah sering protes, tapi tidak pernah digubris oleh Ren. Jadi mereka berpisah. 

Ren pacaran lagi ketika masuk kelas satu SMA, dengan cewek seangkatan namanya Luna Rahesha. Tentu saja kebiasaan Ren belum hilang. Gadis yang harusnya dipanggil Luna itu malah dipanggil “Lurah” oleh Ren. 

Bukan, mereka putus bukan karena itu. Luna adalah tipe cewek yang high-maintenance. Ia menuntut untuk diantar-jemput, harus selalu ditraktir, harus selalu dituruti, dan ditemani. Lama-lama Ren tidak kuat. Satu, Ren tidak mengendarai motor ke sekolah. Ia lebih suka naik angkot. Alasannya? Siapa tahu bisa ketemu cewek cantik dari sekolah lain. Siapa tahu jodoh. Padahal, kalau benar ketemu pun Ren tidak berani menyapa duluan. Jadi sama saja bohong. Dua, boro-boro untuk selalu traktir cewek, untuk jajannya sendiri saja dia harus berhemat. Tiga, “Gue, nih, pacar atau ajudan, sih?” pikir Ren. 

Jadi mereka putus. 

Pengalamannya dengan Luna membuat Ren berpikir, “oh pacaran tuh gini ya jaman sekarang,” sehingga ia sedikit enggan untuk berpacaran lagi. Meskipun itu tidak menghalanginya untuk menggoda adik kelas ketika ia menginjak kelas dua. 

Meskipun sudah kelas dua SMA, Ren belum bisa menghilangkan kebiasaan buruknya sejak SMP, yaitu bangun terlambat. 

Hari ini hari Senin, dan seperti biasa Ren masih tengkurap di kasurnya sambil bermimpi indah di mana ia menjadi siswa populer di sekolah, yang ketika memasuki lahan sekolah disertai dengan musik rock, orang-orang berjajar untuk memberinya tos, dan para cheerleaders berjoget penuh semangat sambil menyorakkan namanya.

“Na-ren-dra! Na-ren-dra! Na-ren-dra!” teriak cheerleaders itu senada dengan gerakan mereka. Tiba-tiba suara cheerleaders yang enak didengar itu berubah menjadi suara laki-laki. 

“NARENDRA!” 

Ren tersentak bangun. Ternyata yang tadi cuma mimpi. Ia ada di kamarnya yang agak berantakan dan dipenuhi poster-poster grup musik rock dari berbagai zaman. Alih-alih cewek-cewek rok pendek meneriakkan namanya sambil berjoget, yang ada malah kakaknya, Dimas. 

Dimas dan Ren berjarak 10 tahun. Dimas awalnya tidak menyangka ia akan punya adik, sehingga ketika ibunya memberi kabar, “Mas, kamu bakal punya adik,” respon Dimas adalah, “Eh, buset! Kok bisa, Ma?!”

“Hehe, papa gitu loh, jago.” jawab bapaknya dengan nada bangga, sambil meregangkan badan. Meskipun saat itu Dimas belum mengerti apa maksud bapaknya. Jadilah kakak-beradik itu memiliki jarak yang sangat jauh. Ren masih SMA, sedangkan Dimas sudah cukup mapan dan menderita pertanyaan “pacar kamu mana?” setiap acara keluarga. 

“Bangun, kuya! Udah jam berapa ini?” seru Dimas.

“Lo juga belom berangkat.” kata Ren lemas. 

“Ya, kantor gue sih fleksibel. Sekolah lo kan nggak,” Dimas adalah seorang copywriter di advertising agency. Jangankan soal waktu, di tempat kerja Dimas soal pakaian saja fleksibel. Tidak aneh kalau melihat ada karyawan yang gaya pakaian dan gaya rambutnya seperti karakter anime di sana. 

Lihat selengkapnya